Jakarta - Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menanggapi ihwal usulan agar terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (ABB) yang sedang dirawat di RSUP Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dibebaskan dari jeratan hukum.
Kalau (ABB) berbahaya (seusai dibebaskan) bisa diawasi.
"Ada dua pertimbangan, yang pertama adalah kemanusiaan karena usia dan kondisi kesehatan beliau. Kedua adalah pertimbangan ideologis, ABB mempunyai banyak pengikut," ujar Stanislaus kepada Tagar, Senin, 30 November 2020.
"Kalau (ABB) berbahaya (seusai dibebaskan) bisa diawasi," ucapnya menambahkan.
Baca juga: Alasan Kemanusiaan, Baasyir Akan Dipindahkan ke Jateng
Stanislaus mengatakan, pemerintah dapat mempertimbangkan pembebasan ABB apabila yang bersangkutan tidak menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Dia pun menjelaskan aturan agar ABB dapat memeroleh pembebasan bersyarat.
"Tetap harus dipenuhi sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 tahun 2018. Dalam permen tersebut, terdapat sejumlah syarat khusus yang harus dipenuhi narapidana kasus terorisme untuk mendapatkan pembebasan bersyarat," kata dia.
Beberapa persyaratan tersebut, yakni narapidana telah menjalani dua sepertiga masa tahanan dan harus bersedia bekerja sama dengan negara untuk membongkar perkara yang dilakoninya. Kemudian, narapidana juga harus menunjukkan penyesalan atas kesalahannya serta membuat pernyataan tertulis terkait kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kalau bisa memenuhi Permen tersebut ya dikabulkan saja, itu kan hak ABB tapi kewajiban sesuai Permen juga dipenuhi," tuturnya.
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Golput Pemilu 2019, Kenapa?
Sebelumnya, pihak keluarga ABB kembali mengetuk pintu hati pemerintah untuk memberi kebebasan kepada pendiri Ponpes Al-Mukmin, Ngruki, Grogol, Sukoharjo itu. Menurut pihak keluarga, pembebasan tersebut semata demi faktor kemanusiaan
"Kalau harapan kami, ya bisa segera sehat, pulih seperti semula dan bisa kembali ke rumah, bukan ke penjara," kata putra Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rochim, Minggu, 29 November 2020.
Rochim berujar, umur ayahnya yang sudah berusia 83 tahun terlalu berat untuk menjadi seorang narapidana dan menjalani sisa hidup di dalam penjara.
"Anda bisa tahu, seorang tua umur segitu di rumah saja berat, apalagi kemudian dipenjara dengan keterbatasan di sana (penjara). Keterbatasan banyak hal, orang tua ini membutuhkan pelayanan, membutuhkan apa namanya perhatian dari orang sekitarnya," ujarnya. []