Untuk Indonesia

Dua Periode Presiden-Wakil Presiden, Harus Berturut-turut atau Tidak

Dua periode presiden-wakil presiden, harus berturut-turut atau tidak. Jusuf Kalla bertanya pada Mahkamah Konstitusi.
Dua Periode Presiden-Wakil Presiden, Harus Berturut-turut atau Tidak | Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) mencoba sepeda BMX ketika meninjau venue BMX di BMX International Center Pulomas, Jakarta, Jumat (29/6/2018). Kunjungan wapres kesejumlah venue tersebut untuk melihat kesiapan venue dan pelatnas jelang pelaksanaan Asian Games 2018 pada Agustus mendatang. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Jakarta, (Tagar 27/7/2018) -  Mahkamah Konstitusi dalam waktu singkat harus mengambil keputusan yang persoalannya amat pelik. Terutama akibat uji materi atau judicial review yang diajukan sebuah partai baru yakni Partai Persatuan Indonesia alias Perindo tentang Undang-Undang Pemilu tahun 2017 menyangkut masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Perindo mempertanyakan aturan dalam UU Pemilu yang menyebutkan setelah seorang presiden-wakil presiden menyelesaikan masa jabatannya maka mereka dapat menjadi presiden -wakil presiden lagi. Namun yang tidak diatur secara jelas dalam UU itu adalah apakah masa jabatan itu harus berturut-turut atau tidak.

Persoalan ini mungkin tidak terlalu pelik atau sulit kalau tidak menyangkut orang tertentu. Akan tetapi yang menjadi perhatian para pakar politik termasuk ahli hukum tata negara, politikus, masyarakat serta pengamat adalah Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla tiba-tiba menjadi pihak yang ikut bertanya masalah ini ke Mahkamah Konstitusi.

Jusuf Kalla yang sudah menjadi wakil presiden mendampingi Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada masa bakti 2009 hingga 2014 dan sekarang mendampingi Presiden Joko Widodo sebagai Wakil Presiden untuk masa kerja 2014 hingga 2019 sehingga berarti sudah dua kali berturut-turut menjadi orang kedua dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jusuf Kalla mengatakan kepada pers bahwa dia hanya bertindak sebagai pihak yang ingin bertanya kepada MK tentang masa jabatan presiden serta wakil presiden. Orang Sulawesi Selatan ini menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak bermaksud melakukan turut campur, menekan atau istilah kerennya intervensi terhadap sesama lembaga negara tersebut.

Selain itu, yang bisa jadi menekan MK adalah masa pendaftaran bakal calon presiden-wakil presiden adalah pada tanggal 4-10 Agustus 2018 sehingga hanya dalam waktu yang tidak sampai dua minggu lagi itu, MK harus mengambil keputusan sehingga apa pun vonis para hakim konstitusi tersebut maka pasti akan menjadi pusat perhatian politikus, pejabat negara, akademisi hingga orang-orang awam.

Ketika menanggapi uji materi tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun melontarkan pikirannya yang sedikit banyaknya bisa menimbulkan kontroversi.

Refly menyatakan pembatasan masa jabatan itu hanya berlaku untuk seorang presiden sehingga tak berlaku bagi pendampingya alias wapres. Dasar yang disebutkan pakar ini antara lain adalah tentang presidential threshold yaitu ambang batas pencalonan seorang presiden oleh satu partai politik atau gabungan beberapa parpol. Ia menyatakan aturan itu hanya menyebutkan presiden dan tidak terkait seorang wakil presiden.

Sebagai seorang pakar tentu saja Refly mempunyai hak untuk mengajukan alasan atau argumentasi apa pun juga karena dasar pemikirannya mengacu pada dasar-dasar ilmu politik.
Akan tetapi, masyarakat tentu mempunyai dasar pemikiran yang tentu tak kalah argumentasinya melihat pengalaman bangsa Indonesia dengan mengacu kepada Presiden Pertama Bung Karno dan Presiden ke-2 Pak Harto. Soekarno dan Soeharto menduduki jabatan mereka masing- masing selama puluhan tahun.

Dengan menjadi persiden masing-masing puluhan tahun lalu itu, baik Soekarno maupun Soeharto bisa dengan leluasa mewujudkan cita-cita ataupun ambisi mereka untuk memajukan negara ini. Akan tetapi rasanya, dengan memimpin pemerintahan selama puluhan tahun maka seakan-akan timbul kesan bahwa pemerintahan bahkan negara ini sudah menjadi milik pribadi mereka. Selain itu, keluarga dan teman-teman mereka ikut menikmati posisi kekuasaan selama puluhan tahun itu.

Sementara itu sejak puluhan tahun lalu orang-orang yang mempelajari ilmu politik pasti mengenal teori yaitu kekuasaan berkecenderungan untuk korupsi. Kekuasan yang absolut juga mengakibatkan korupsi yang absolut atau bahasa Inggrisnya power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.

Generasi muda sekarang bisa bertanya kepada orangtua mereka serta kakek atau neneknya tentang dampak negatif satu pemerintahan yang begitu lama yang sedikit banyaknya merugikan rakyat. Kerugian itu tidak hanya menyangkut aspek politik tapi juga aspek ekonomi hingga sosial budaya.

Kebijaksanaan MK 

Sebagai lembaga negara di bidang hukum, sudah barang tentu Mahkamah Konstitusi diharapkan akan mengambil keputusan yang menguntungkan rakyat Indonesia. Masyarakat di Tanah Air pasti menunggu-nunggu keputusan MK yang baik bagi rakyat dengan melihat atau mengacu pada pengalaman-pengalaman buruk masa lalu.

Setelah Bangsa Indonesia memasuki era reformasi tahun 1998, yang amat dipikirkan saat ini adalah bagaimana idealnya seorang presiden dan wakil presiden. Dengan mengacu pada pengalaman buruk pada lampau, maka rakyat tentu tidak menginginkan para pemimpin negara itu seakan-akan telah menjadi penguasa tunggal yang tak terbatas masa jabatannya serta tugasnya.

Sekalipun Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurahman Wahid serta Presiden Megawati Soekarnoputri tidak kembali duduk di singgasananya, sehingga hanya Presiden Susilo Bambang Yudhoyonon yang tamat menduduki jabatannya selama 10 tahun, rakyat tentu sudah bisa menyimpulkan plus minusnya atau positif negatifnya para mantan presiden itu.

Para hakim konstitusi sebagai orang-orang ahli di bidang hukum dan juga sebagai warga negara Indonesia seperti ratusan juta orang Indonesia lainnya tentu sudah berpengalaman melihat baik buruknya para pemimpin di era reformasi ini. Ilmu hukum, ilmu tata negara dan imlu politik sudah barang tentu nantinya akan menjadi dasar pemikiran bagi para hakim konstitusi untuk mengambil keputusan terhadap persoalan yang pelik alias tak biasa ini.

Akan tetapi para anggota MK yang dianggap masyarakat sebagai tokoh-tokoh yang amat bijaksana di bidang hukum ini juga diharapkan tentu akan melihat dan merenungkan pragmatisme atau kenyataan yang hidup di dalam negara tercinta ini.

Alasan pakar hukum tata negara Refly Harun dan mungkin pakar- pakar politik tentu bisa saja menjadi dasar renungan bagi para hakim konstitusi dalam mengambil keputusan apalagi mereka ini juga sudah dikenal sebagai ahli di bidang hukum.

Akan tetapi tidak ada salahnya jika pengalaman-pengalaman buruk dan manis rakyat Indonesia juga menjadi acuan bagi para hakim dalam mempertimbangkan dan memutuskan kasus ini.
Jika melihat Wakil Presiden jusuf Kalla, maka bisa dibayangkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia tidak meragukan sedikitpun pribadi, pengalaman serta visi dan misinya bagi NKRI. Coba saja lihat ketika Jusuf Kalla menyelesaikan kasus Gerakan Aceh Merdeka dengan pemerintah Indonesia yang berhasil mengakhiri kekerasan di Tanah Rencong. Kemudian kekerasan di Poso, Sulawesi Tengah.

Sementara itu, selama mendampingi Jokowi, maka Jusuf Kalla menunjukkan prestasinya yang amat mengesankan seperti ikut melahirkan program listrik 35.000 watt. Kemudian juga dalam kasus pemilihan pasangan Gubernur DKI Jakarta yang melahirkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Karena itu, tugas yang amat mulia bagi para hakim konstitusi itu adalah tidak mengulangi pengalaman-pengalaman buruk rakyat Indonesia.

Tugas Mahkamah Konstitusi adalah membuat keputusan yang apa pun isinya yang akan tetap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia serta memajukan rakyat Indonesia tanpa mementingkan orang atau kelompok tertentu yang mana pun juga. (Arnaz Firman)

Berita terkait
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.