Jakarta - Komisi IV DPR RI merespon keluhan asosiasi pengusaha perikanan. Kepada Komisi IV, asosiasi menyampaikan keruwetan dan kerumitan terhadap pemenuhan sejumlah prosedur sertifikasi usaha perikanan.
Banyak pintu itu tidak efisien. Mekanisme Sertifikasi Kelayakan Pengelolaan, HACCP, dan lain-lainnya sudah harus dimulai untuk dilakukan satu pintu.
Sejumlah sertifikasi wajib dipenuhi untuk kelayakan dan kelaikan mulai dari penangkapan ikan hingga pengolahannya. Antara lain Sertifikasi Kesehatan Ikan, Sertifikasi Hasil Tangkap Ikan, Sertifikasi Kelayakan Pengelolaan, Sertifikasi Penerapan HACCP yang dilakukan secara terpisah.
“Model pengelolaan sertifikasi usaha perikanan yang terpisah tidak efisien. Pemerintah harus memperbaikinya,” tutur Anggota Komisi IV, Saadiah Uluputty memberi respon atas keluhan tersebut di Jakarta, Selasa 6 April 2021.
Menurut Saadiah, usaha untuk memacu pertumbuhan industri perikanan menjadi pijakan pemerintah untuk melakukan penataan terhadap pengelolaan sertifikasi agar tidak terpisah-pisah.
“Banyak pintu itu tidak efisien. Mekanisme Sertifikasi Kelayakan Pengelolaan, HACCP, dan lain-lainnya sudah harus dimulai untuk dilakukan satu pintu,” ungkapnya.
Saadiah menjelaskan, Pasal 8 UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan secara tegas mengamanatkan adanya sebuah lembaga baru guna menangani karantina.
“Gagasan sertifikasi satu pintu ini sejalan dengan amanat pasal 8 UU No 21 Tahun 2019. Pemerintah segera mendorong lembaga baru sehingga model sertifikasi usaha perikanan dilakukan terpusat. Efisien dan memacu pertumbuhan industri perikanan”, tegas Anggota legislatif dari Fraksi PKS ini.
Performa ekspor perikanan menurut catatan Saadiah, terus mengalami perbaikan setiap tahun. Pada 2020, volume ekspor perikanan tumbuh sebesar 8,74% dengan nilai Rp20,57 T. Namun daya saing produk perikanan nasional masih rendah di kancah perdagangan global.
“Secara global, nilai ekspor perikanan masih kalau jauh dari negara-negara dengan produksi perikanan, yang lebih kecil seperti Vietnam, India ataupun Thailand. Hal ini menunjukkan masih rendahnya daya saing produk perikanan di kancah perdagangan global,” tegas politisi perempuan dapil Maluku ini.
Oleh sebab itu, penataan model sertifikasi sudah selayaknya dilakukan. Sementara pemberlakuan sertifikasi satu pintu, wajib diikuti dengan proses yang transparan.
”Prosesnya lebih cepat, semua pelaku usaha bisa memantau proses tersebut dengan baik, tanpa berbelit-belit,” tandasnya.
Jika ini dijalankan, maka wajib diikuti dengan pola bimbingan dan pembinaan mutu terhadap lembaga/instansi/kelompok yang telah tersertifikasi.
“Sebab boleh jadi, inovasi dan perbaikan sehebat apapun, tanpa disertai dengan pendampingan akan sia-sia,” sebutnya. []