Jakarta - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Abdul Fikri Faqih meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim untuk kembali mencermati terkait proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan wacana dibukanya sekolah kembali di tengah pandemi Covid-19.
Pemalsuan dokumen, secara digital sangat mudah dilakukan, terlebih fisik aslinya tidak bisa dicek langsung.
"Perkembangan pandemi masih belum menunjukkan normal, kecuali ada data yang mampu meyakinkan sebaliknya. Di masa seperti sekarang, idealnya PPDB dan proses belajar secara daring, namun kendala masih banyak di sana-sini," kata Fikri, Rabu, 13 Mei 2020.
Diketahui, pengumuman pendaftaran PPDB sudah berjalan secara nasional sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB tingkat TK hingga SMA/K. Dalam keputusan tersebut dijelaskan pendaftaran PPDB selambat-lambatnya pada pekan pertama bulan Mei 2020.
Menurut Fikri, meski sudah ada surat edaran Mendikbud bernomor 4/2020 tentang kebijakan pendidikan di masa darurat Covid-19, namun secara teknis masih banyak kendala pelaksanaan di daerah. Akibatnya, proses tatap muka atau pertemuan fisik masih harus dilakukan di tengah aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Terkait semua proses, baik PPDB maupun sistem belajar dilakukan secara daring, ini kan tidak merata karena kendala akses internet serta fasilitas," kata dia.
Kendati demikian, Fikri mendesak agar pemerintah pusat dan daerah harus mencari solusi yang lebih realistis soal ini. Misal dengan melakukan pengetatan protokol kesehatan di sekolah.
Sebab jika fasilitasnya belum memadai dan dipaksakan proses PPDB daring secara keseluruhan, dikhawatirkan dapat memunculkan potensi penyimpangan lebih tinggi.
"Pemalsuan dokumen, secara digital sangat mudah dilakukan, terlebih fisik aslinya tidak bisa dicek langsung,” ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Karenanya, dia meminta agar tahap verifikasi dilakukan dua tahap, yakni ditambah dengan mencocokkan antara dokumen yang diberikan siswa dengan data kependudukan nasional atau dengan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). “Seharusnya bisa terlacak dari database yang ada,” katanya.
PPDB Prestasi Rumit
Selain itu, Fikri menutuskan jalur prestasi dalam PPDB juga dinilai membingungkan setelah dihapusnya Ujian Nasional (UN). Sementara, dalam Permendikbud 44/2019 jalur prestasi ditentukan berdasarkan nilai UN siswa dan prestasi non-akademis.
Kemudian Kemendikbud mengeluarkan surat edaran Mendikbud no.4/2020 tentang penghapusan UN dan mengganti indikator prestasi siswa dari akumulasi nilai rapor pada lima semester terakhir.
"Padahal parameter nilai siswa di tiap sekolah bisa berbeda, juga sangat tergantung subjektifitas guru, nah ini bisa jadi masalah baru. Apakah ketentuan soal nilai rapor ini mengacu pada nilai mata pelajaran yang sebelumnya di-UN-kan saja, bila demikian maka tentu ada potensi bakat anak di bidang lain yang menjadi tidak terlihat," ujarnya. []