Dokter Lintas Batas Selama 50 Tahun Hadapi Keadaan Darurat

Dari membantu korban perang sipil di Yaman, memerangi virus Ebola di Afrika, hingga menyelamatkan para imigran di Mediterania
Anggota tim Dokter Lintas Batas membantu pengungsi Kongo yang dievakuasi akibat letusan Gunung Nyiragongo di Sake (Foto: dw.com/id)

Jakarta - Dari membantu korban perang sipil di Yaman, memerangi virus Ebola di Afrika, hingga menyelamatkan para imigran di Mediterania. Inilah yang gambaran organisasi Dokter Lintas Batas yang telah menjalani 100 misi di hampir 75 negara.

Selama 50 tahun, organisasi kemanusiaan medis internasional Medecins Sans Frontieres (MSF) atau Dokter Lintas Batas telah menyediakan perawatan medis bagi korban gempa bumi, kelaparan, epidemi, konflik, dan bencana lainnya di seluruh dunia.

Berawal dari impian tentang dedikasi tanpa dilengkapi sumber daya, hingga dianugerahi Nobel Perdamaian tahun 1999, kiprah MSF telah diakui secara global atas aksi kemanusiaan.

"Dari mimpi, kita ciptakan kisah bersejarah," kata Xavier Emmanuelli, 83 tahun, salah satu pendiri MSF kepada Kantor Berita AFP.

"Kami ingin pergi ke tempat orang-orang menderita. Hari ini mungkin tampak basi, tetapi pada saat itu, ini adalah tindakan revolusioner," kata Bernard Kouchner, salah satu pendiri MSF yang lain.

1. Awal yang Sulit

MSF didirikan pada Desember 1971. Nama organisasi itu dipilih ketika para dokter menghabiskan malam dengan merokok dan minum, kenang Emmanuelli.

msf2Kegiatan tim Dokter Lintas Batas (Foto: msf-me.org)

Awal mula dirintisnya MSF yang beroperasi tanpa pendanaan bertujuan menjadi sebuah badan yang menyediakan dokter untuk dipekerjakan oleh LSM lain.

Seorang dokter muda bernama Claude Malhuret berangkat ke Thailand pada tahun 1975 untuk membantu korban yang telah melarikan diri dari Khmer Merah Kamboja. Namun, dia kecewa karena tidak bisa bertindak banyak.

"Itu sangat mengerikan. Kami tidak punya apa-apa," kata anggota majelis tinggi Prancis kepada AFP. Pengalaman itu mengguncang semua orang dan menyadarkan banyak pihak bahwa mereka tidak bisa melanjutkan misi kemanusiaan.

2. Kontroversi Perjalanan MSF

Mendapat pendanaan dari pihak swasta membuat MSF aktif mengungkapkan pendapat. Namun, pengacara yang mengkhususkan diri dalam bidang kemanusiaan, Philippe Ryfman, mengatakan bahwa MSF tidak menerapkan prinsip netralitas dan menghormati kedaulatan negara yang dianut oleh Komite Internasional Palang Merah (ICRC).

"Mereka (MSF) tidak ragu-ragu untuk angkat bicara dan memobilisasi opini publik," katanya.

msf3Kegiatan tim Dokter Lintas Batas (Foto: msf-me.org)

Silang pendapat tidak menghentikan operasi MSF ke negara-negara yang membutuhkan perawatan medis. "Kami adalah satu-satunya orang yang melihat efek perang," kata Juliette Fournot, yang mengorganisir misi MSF ke Afghanistan hingga 1989.

Tanpa diketahui banyak orang, MSF secara diam-diam mengirimkan tim untuk membantu warga Afganistan setelah pendudukan Soviet tahun 1979. Setiap hari, para petugas medis harus melakukan amputasi pada anak-anak dan merawat petani yang mengalami luka bakar di telapak tangan.

3. "Organisasi Nomor Satu"

Mendapat penghargaan Nobel Perdamaian pada 1999, memungkinkan MSF membiayai misi kemanusiaan ke lebih banyak negara. Salah satunya adalah menyediakan obat-obatan untuk penyakit AIDS.

Saat ini MSF tersebar di 25 negara, mempekerjakan 61.000 orang, dan dua pertiga di antaranya ditempatkan di lapangan. Anggaran tahunan MSF hampir 1,9 miliar dolar AS (Rp 27,1 triliun), 99% sumber dana tersebut berasal dari sumbangan pribadi.

"Tak terbantahkan, MSF menjadi organisasi nomor satu di dunia untuk perawatan medis darurat," kata Ryfman [ha/hp (AFP)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Jepang Akan Segera Akhiri Keadaan Darurat Corona di Tokyo
Jepang diperkirakan akan ambil keputusan untuk segera akhiri keadaan darurat di Tokyo terkait dengan pandemi virus corona