Dirjen IAEA: Iran Mulai Bangun Fasilitas Nuklir

Dirjen Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, kukuhkan informasi Iran telah mulai membangun sebuah fasilitas nuklir bawah tanah
Dirjen IAEA, Rafael Grossi berbicara di Wina, Austria (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Jakarta - Dirjen Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengukuhkan informasi bahwa Iran telah mulai membangun sebuah gedung baru di dekat fasilitas nuklir bawah tanah, yang dikatakan telah disabotase pada musim panas lalu. Negara itu terus menimbun sejumlah besar uranium yang sudah diperkaya tetapi tampaknya belum cukup untuk memproduksi senjata, seperti dilaporkan Kantor berita Associated Press (AP)hari Selasa, 27 Oktober 2020, berdasarkan informasi dari IAEA.

Pasca ledakan di fasilitas nuklir Natanz bulan Juli 2020 yang menghantam perakitan sentrifugal canggihnya –yang disebut Iran sebagai sabotase– Iran mengatakan akan membangun fasilitas baru yang lebih aman di pegunungan di sekitar daerah itu.

puing-puing gedungPuing-puing gedung pasca terbakarnya fasilitas nuklir Natanz di Isfahan, Iran (foto: dok – voaindonesia.com –via Reuters).

Dalam wawancara dengan Associated Press, Rafael Grossi mengatakan pihaknya mengukuhkan bahwa pembangunan fasilitas itu telah dimulai. “Mereka sudah mulai tapi belum selesai. Ini proses yang panjang,” ujarnya. Tetapi ia tidak memberi rincian lebih lanjut, dengan mengatakan “ini informasi rahasia.”

Natanz adalah lokasi fasilitas pengayaan uranium utama Iran. Di ruang-ruang bawah tanah yang panjang, sentrifugal dengan cepat memutar gas uranium heksafluorida untuk memperkaya uranium.

Berdasarkan perjanjian nuklir tahun 2015 dengan negara-negara adidaya, yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action JCPOA, Iran diijinkan memproduksi sejumlah uranium yang diperkaya untuk tujuan non-militer. Sebagai imbalannya, negara-negara adidaya –Amerika, Inggris, Perancis, Tiongkok, Rusia dan Jerman– akan memberikan insentif ekonomi. Sejak Presiden Amerika Donald Trump menarik diri secara unilateral dari perjanjian itu pada tahun 2018, lima negara yang tersisa berupaya keras mempertahankan perjanjian tersebut.

Sementara itu, Iran telah melampaui batas kesepakatan tentang berapa banyak uranium yang dapat ditimbunnya, serta tingkat kemurnian yang dapat memperkaya uranium, dan pembatasan-pembatasan lain. Hal ini untuk menekan negara-negara yang ikut menandatangani perjanjian nuklir tahun 2015 itu agar membuat rencana untuk mengimbangi sanksi Amerika.

Pada saat yang sama Iran tetap memberikan akses penuh pada tim pemeriksa IAEA ke fasilitas-fasilitas nuklirnya, termasuk ke Natanz, tambah Grossi.

Dalam laporan triwulan IAEA yang terbaru, badan itu melaporkan bahwa pada 25 Agustus lalu Iran telah menimbun 2.105,4 kilogram uranium yang diperkaya pada tingkat rendah, atau jauh di atas batas 202,8 kilogram yang diperkenankan dalam JCPOA. Iran juga memperkaya uranium hingga ke tingkat kemurnian 4,5% - jauh di atas batas 3,67% yang diperkenankan dalam JCPOA.

Dalam laopran mendatang, yang akan dirilis dalam dua minggu lagi, Rafael Grossi mengatakan, “Kami masih melihat rend yang sama yang telah kami lihat sejauh ini.”

Menurut analisa Arms Control Association yang berkantor di Washington DC, AS, Iran membutuhkan sekitar 1.050 kilogram uranium kadar rendah, atau yang tingkat kemurniannya kurang dari 5%, dalam bentuk gas dan baru dapat diperkaya lebih lanjut untuk menjadi bahan senjata, atau dengan tingkat kemurnian lebih dari 90% untuk dibuat menjadi senjata nuklir. (em/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Jepang akan Buang Air Tercemar Nuklir Fukushima ke Laut
Jepang memutuskan akan membuang air yang tercemar radio aktif Fukushima ke laut, diperkirakan negara-negara tetangga akan protes