Untuk Indonesia

Dilema Jokowi: Ba'asyir Bebas atau Tidak?

Banyak pendukung Jokowi yang marah mendengar berita akan dibebaskannya Ba'asyir. - Analisis Denny Siregar
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan penerima fasilitas pemasangan listrik gratis di Kampung Pasar Kolot, Garut, Jawa Barat, Jumat (18/1/2019). Pemerintah melalui Kementerian BUMN telah menyambungkan listrik gratis kepada 100.970 rumah tangga tidak mampu di Jawa Barat melalui sinergi 34 BUMN untuk mendorong perekonomian wilayah tersebut. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Oleh: Denny Siregar*

Kasus Baasyir terus mencuat....

Pembebasan bersyarat yang dimintakan oleh pengacara Abu Bakar Ba'asyir dan dikabarkan sudah disetujui Jokowi, menuai kontroversi.

Banyak pendukung Jokowi yang marah mendengar berita akan dibebaskannya Ba'asyir. Mereka menuding Jokowi lemah terhadap terorisme karena Ba'asyir dikenal sebagai "bapak" teroris Indonesia. Dan sebagian pendukung menggelorakan kata Golput sebagai alternatif.

Di satu sisi, timses Prabowo menuding bahwa Jokowi melakukan pencitraan karena ingin membebaskan Ba'asyir mendekati Pilpres 2019. Mereka memang berharap Jokowi tidak membebaskan Ba'asyir, karena itu bisa menarik pemilih mereka yang banyak kaum radikal untuk memilih Jokowi. Dan ini kerugian besar buat Prabowo.

Banyak yang tidak tahu, bahwa sebenarnya kondisi Ba'asyir yang sudah sakit-sakitan di penjara ini, adalah senjata besar kubu Prabowo untuk menghantam Jokowi. Keluarga Ba'asyir sendiri sudah lama - sejak 2017 - meminta pemerintah membebaskan Ba'asyir.

Dan seharusnya jika melihat fakta hukum, Desember 2018 kemarin, Ba'asyir sudah bisa menerima pembebasan bersyarat karena sudah menjalani sebagian besar hukumannya.

Apa yang ingin dihantamkan ke Jokowi? Jelas masalah HAM, hak asasi manusia.

Kondisi Ba'asyir bisa dijadikan picu untuk melakukan gerakan besar mengatasnamakan "umat Islam" untuk membebaskan si "ulama". Apalagi jika Ba'asyir akhirnya meninggal di penjara, maka isu itu akan semakin membesar.

Isu bahwa Jokowi ditekan oleh negara barat untuk tidak membebaskan Ba'asyir, akan semakin menguat. Dan mereka punya mesiu bahwa mereka akan melawan hegemoni Amerika yang diwakili oleh Jokowi di Indonesia.

Tetapi ketika Jokowi dikabarkan ingin membebaskan Ba'asyir, sontak kubu Prabowo kaget dan tidak menyangka. Senjata besar mereka bisa lepas begitu saja. Oleh karena itulah mereka sibuk berteriak "pencitraan" sebagai kamuflase dari strategi besar mereka.

Jokowi sendiri dikabarkan sedang dalam kondisi dilema. Jika Ba'asyir dibebaskan, ia bisa ditinggalkan sebagian pendukungnya. Jika tidak dibebaskan, maka ia berpotensi diserang lawan politiknya.

Langkah mana yang akan diambilnya?

Kemungkinan besar Ba'asyir tidak jadi dibebaskan. Alasannya adalah bahwa pembebasan bersyaratnya tidak memenuhi syarat. Ba'asyir sampai sekarang tidak mau menyatakan kesetiaan pada Pancasila. Dan itu bisa jadi kuncian yang kuat.

Jika Jokowi tidak membebaskan Ba'asyir, maka ia sudah mendapat poin karena ia pernah berniat membebaskan dengan alasan "Kemanusiaan". Tetapi tentu kebebasan itu punya syarat, Ba'asyir harus menyatakan kesetiaan pada Pancasila. Jika tidak, gugur kebebasannya.

Dan jika ini terjadi, sudah tidak ada lagi celah serangan dari kubu Prabowo pada Jokowi. Lha, masak orang tidak mau setia pada Pancasila kok dibela ? Berarti si pembelanya juga tidak setia pada Pancasila dong?

Tetapi ini hanya analisa saja. Biasanya Jokowi punya langkah yang lebih menarik untuk disimak lebih dalam.

Kita tunggu saja, sambil seruput kopinya....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Mensos Risma Berbagi Tips untuk Meningkatkan Usaha Mikro Bisa Melejit dengan Keuntungan Miliaran
Menteri Sosial Tri Rismaharini berbagi kiat usaha kepada ibu-ibu penerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH). Simak ulasannya.