Diamnya Megawati dan Curhat SBY Jelang Pilpres

Diamnya Megawati dan curhat SBY jelang Pilpres. 'Seperti saat jelang Pilpres 2004 Pak SBY nyatakan diri dizalimi.'
Diamnya Megawati dan Curhat SBY Jelang Pilpres | Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bertegur sapa dan berjabat tangan ditengah momen peringatan kemerdekaan ke-72 RI di Istana Merdeka, Kamis 17 Agustus 2017. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya pada momen yang sama dalam setidaknya 10 tahun terakhir. (Foto: Anung Anindito/Fotografer pribadi Susilo Bambang Yudhoyono)

Jakarta, (Tagar 27/7/2018) - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mencurahkan isi hatinya mengenai hubungannya dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dalam konferensi pers di rumahnya di kawasan Mega Kuningan, Rabu Malam (25/7) ia mengaku hubungannya dengan Megawati tidak kunjung membaik.

Bukan karena Jokowi, katanya, hubungan dengan Megawati merupakan faktor dirinya mundur dari rencana koalisi dengan Jokowi.

"Terus terang, karena melihat realitas hubungan Ibu Mega dengan saya belum pulih, jadi masih ada jarak, masih ada hambatan," ujarnya.

Ia tidak mengatakan dengan gamblang hubungan dengan Megawati sebagai salah satu hambatan partainya berkoalisi dengan Jokowi. Namun, ia berusaha meyakinkan publik bahwa belum ada titik terang untuk keduanya berhubungan baik kembali.

"Saya berikhtiar untuk bisa berkomunikasi, saya lakukan selama 10 tahun. Mendiang Taufik Kiemas (suami Megawati) sahabat saya, juga berusaha memulihkan silaturahim kami berdua. Jadi bukan tidak ada kehendak dari banyak pihak, tapi Allah belum berkehendak," katanya.

Curhat Dalam Buku

SBY mengungkap hal sama dalam bukunya berjudul Selalu Ada Pilihan. Dalam buku setebal 807 halaman itu ia menceritakan, setelah pemilihan presiden 2004 ia mengaku berusaha memperbaiki hubungan dengan Megawati.

SBY menduga, persaingannya dengan Megawati dalam dua kali pemilihan presiden menjadi penyebab keretakan hubungan mereka. Apalagi, sebutnya, ada insiden politik sebelumnya.

"Apalagi sebelumnya ada insiden politik antara Ibu Mega dengan saya," tulis SBY dalam buku itu.

Kerenggangan keduanya menurutnya berdampak pada sikap pendukung Megawati terhadapnya. Ia mencontohkan, setelah terpilih menjadi presiden pada 2004 ia pergi menghadiri pesta kesenian Bali di Denpasar. Namun, sejumlah bupati memilih tak menghadiri pesta tersebut.

"Saya hanya tersenyum saja," ungkap SBY di halaman 509 bukunya. "Bali adalah basis kekuatan politik Ibu Mega," tambahnya.

Keyakinan SBY bertambah kuat saat dirinya benar-benar tak bisa merebut suara di Bali, dua periode dalam Pilpres 2004 dan 2009. Seperti pada 2004 Megawati mendapat dukungan 62,3 persen, sedangkan SBY hanya 37,7 persen. Begitupun pada 2009, Megawati mendapat suara 52 persen, sedangkan SBY hanya 43 persen.

"Saya paham mengapa sebagian kalangan belum bisa menerima kehadiran saya sebagai presiden, terutama pendukung Ibu Mega," ujar SBY.

Tak patah arang, kata SBY, ia lantas mencoba lagi untuk memperbaiki hubungan lewat Taufiq Kiemas, suami Megawati. Perannya kala itu, mendukung Taufiq dalam pemilihan Ketua MPR.

Dari situ, katanya, hubungan dirinya dengan Megawati mulai mencair. Megawati sudah bersedia menghadiri acara dan saling sapa dengan dirinya.

"Kami sudah saling berjabat tangan dan menyapa, meski itu masih terbatas," ujarnya.

Kini menjelang Pilpres 2019 SBY membahas kembali hubungannya yang tak kunjung membaik dengan Megawati. 

"Jadi bukan enggak ada kehendak berdamai, hanya Tuhan belum menakdirkan hubungan kami kembali normal," katanya.

Versi Megawati

Dalam Mata Najwa 22 Januari 2014 Megawati menyinggung ihwal komunikasi antara dirinya dan SBY dulu.

Ia bercerita saat dirinya menjadi presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyuratinya, menanyakan menteri anggota Kabinet Gotong Royong yang akan berlaga dalam Pemilu Presiden 2004. 

Merespon surat KPU itu ia menggelar rapat kabinet dengan sejumlah menteri yang dinilai akan maju di Pilpres seperti Hamzah Haz dan Yusril Ihza Mahendra.

"Saya lebih baik mendapatkan jawaban secara langsung. Jadi, ya tanya toh satu-satu ya," tuturnya.

Ketika giliran SBY, Megawati mengaku kebetulan tak bisa bertanya langsung dan diwakilkan pada Hamzah Haz.

"Sampai kepada Susilo ya, jadi kebetulan pada waktu itu mohon maaf saya harus ke toilet, jadi saya bilang pada Pak Hamzah, 'Coba Bapak teruskan', jadi waktu saya kembali, Pak Hamzah mengatakan, 'Sudah selesai, Bu, semuanya sudah ditanya," cerita Mega.

Belum mendapatkan jawaban memuaskan, ia pun menanyai kembali Hamzah Haz soal kepastian SBY maju atau tidak di Pilpres 2004.

"Nah, jadi Pak Hamzah mengatakan bahwa ketika beliau ditanya mengatakan, 'Itu hanya dari media'. Karena rupanya yang dikatakan Pak Hamzah, 'Apakah betul Bapak bukan sebagai Ketua Umum, tapi juga akan ikut berkampanye karena sudah mendirikan sebuah partai?'. Ya, itulah yang dikatakan oleh beliau, bahwa itu semua adalah berita dari media," terangnya.

"Jadi dengan begitu kan saya berkesimpulan bahwa beliau tidak memberikan sebuah jawaban yang pasti.

Ya, saya bilang pada Pak Hamzah, baik terima kasih itulah yang akan saya sampaikan nantinya ke KPU.

Itulah ceritanya," sambung Megawati.

Hingga kini Megawati memilih lebih banyak diam, membiarkan SBY berbicara tentang kisah keretakan hubungan dengan dirinya. Ia seperti tidak berselera berbalas pantun di media.

Hasto Kristiyanto Sekretaris PDI Perjuangan mengatakan, SBY memang sering membuat pernyataan serupa. 

"Seperti saat menjelang Pilpres 2004 Pak SBY menyatakan diri sebagai orang yang dizalimi. Secara psikologis, seharusnya yang menzalimi itu kan yang merasa bersalah, tetapi kenapa ya Pak SBY justru tampak sebagai pihak yang merasa bersalah dan selalu menuduhkan hal yang kurang pas tentang Ibu Mega?" ujar Hasto dalam keterangan tertulis diterima Tagar News, di Jakarta, Kamis, (26/7).

Hasto masih membeberkan cerita jelang Pilpres 2014. Ketika  itu ada salah satu ketua umum partai yang mendesak Megawati agar bertemu SBY guna memastikan kemenangan Jokowi. Namun, Megawati memilih untuk tidak mengiyakannya.

"Ibu Megawati menegaskan bahwa Pak Jokowi akan menang karena dukungan rakyat. 'Sekiranya pertemuan saya dengan Pak SBY dianggap sebagai faktor utama kemenangan Pak Jokowi, maka kasihan rakyat yang telah berjuang'," Hasto menirukan ucapan Megawati kala itu.

"Banyak rakyat kecil iuran 20-50 ribuan untuk Pak Jokowi. Masak dukungan rakyat yang begitu besar untuk kemenangan Pak Jokowi kemudian dinihilkan hanya karena pertemuan saya," Hasto masih menirukan ucapan Megawati.

Ia pun menegaskan, sikap diam Megawati karena percaya bahwa pada akhirnya kebenaran yang menang.

"Selama ini beliau diam karena beliau percaya terhadap nilai-nilai Satyam Eva Jayate, bahwa pada akhirnya kebenaran yang akan menang," ujarnya.

Berita terkait