Di Tengah Pilkada Kasus Korupsi Kepala Daerah Terus Bertambah

Pada 9 Desember 2020 sebanyak 270 daerah menggelar pilkada serentak. Seorang calon petahana ditangkap KPK.
Logo KPK. (Foto: Tagat/Ist)

Jakarta - Pada 9 Desember 2020, sebanyak 270 daerah di Indonesia akan menggelar pilkada serentak guna memilih gubernur, bupati dan wali kota.

Dalam proses itu, seorang calon petahana di Sulawesi Tengah, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo.

Dia ditangkap KPK pada Kamis, 3 Desember 2020 terkait dugaan suap proyek untuk kepentingan kampanye pilkada.

Dalam catatan Egi Primayogha, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) saat menjadi pemateri dalam diskusi dengan tajuk 'Netralitas ASN dalam Pilkada' pada Kamis, 3 Desember 2020 lewat live Facebook, mengungkap sepanjang 2004 sampai 2018, kasus korupsi yang menyeret kepala daerah di Indonesia sebanyak 104 kasus.

"Ini belum dengan kasus yang ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan, jumlahnya bisa dua kali lipat," ujar dia, dalam diskusi yang dipandu Tama Langkun.

Untuk jabatan wali kota sebanyak 23 kasus, wakil wali kota 1 kasus, bupati 62 kasus, wakil bupati 3 kasus, dan gubernur 15 kasus.

Sedangkan data diperoleh Tagar, untuk 2019-2020 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan berurusan dengan KPK, sebanyak 15 kasus.

Pada 2019, ada Bupati Kabupaten Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip, Bupati Mesuji Khamami, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Bupati Kudus M Tamzil, dan Bupati Muara Enim Ahmad Yani.

Kemudian, Bupati Bengakayang Suryadman Gidot, Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, Bupati Indramayu Supendi, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria.

Bupati Bengkalis Amril Mukminin, Bupati Kutai Timur Ismunandar, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, dan teranyar Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo.

Menurut Egi, para kepala daerah ini melakukan korupsi dengan ragam modus, mulai dari gratifikasi, kerugian negara, suap, pemerasan, dan pencucian uang.

"Kasus terbanyak itu suap, yakni 47 kasus, menyusul kerugian negara 32 kasus," kata dia.

Untuk kepala daerah yang mendapat vonis, juga diberikan vonis pencabutan hak politik, hanya 26 orang

Untuk lingkup objek korupsinya, kata Egi, ada di sektor pengadaan barang dan jasa, infrastruktur, perizinan, penyalahgunaan anggaran, suap hakim, pengesahan APBD, suap jabatan, pemilu, proyek fiktif, dan anggaran bansos.

Dalam proses sidang di peradilan, vonis terhadap para kepala daerah sepanjang 2004-2018, rata-rata 6 tahun 4 bulan, dan masuk kategori sedang. Sedangkan untuk tuntutan rata-rata 7 tahun 5 bulan.

Baca juga: 

Vonis yang dijatuhkan berdasarkan kategori, 35 orang dengan vonis ringan, yakni di bawah 1 tahun, vonis sedang 4-10 tahun sebanyak 44 orang, dan vonis berat di atas 10 tahun hanya 5 orang.

"Ternyata kasus yang banyak, vonis berat masih sangat sedikit," kata Egi.

Dia juga membeberkan nilai kerugian negara periode 2004-2018, yakni kerugian negara dari anggaran sebesar Rp 7 triliun dan kerugian negara dari kerusakan lingkungan sebesar Rp 2,9 trilun sehingga totalnya Rp 9,7 triliun.

Untuk nilai suap mencapai Rp 302 miliar, nilai gratifikasi Rp 335 miliar, dan nilai tindak pidana pencucian uang Rp 509 miliar.

"Untuk kepala daerah yang mendapat vonis, juga diberikan vonis pencabutan hak politik, hanya 26 orang. Sisanya 60 tidak dicabut dan masih bisa mencalonkan kembali sebagai kepala daerah untuk pilkada," kata dia.

Egi menguak, dari aspek parpol, hampir semua parpol menyumbang kadernya sebagai koruptor, yakni Wali Kota Malang Moch Anton terkait suap pembahasan APBD 2015 merupakan kader PKB.

Bupati Karawang Ade Swara terkait pemerasan izin pembangunan, merupakan kader Gerindra, Bupati Ngada Marinus Sae terkait suap pengadaan proyek adalah kader PDIP.

Gubernur Banten Atut Chosiyah terkait suap penaganan pilkada adalah kader Golkar, Bupati Malang Rendra Kresna kasus suap penyediaan sarana pendidikan merupakan kader Nasdem.

Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif terkait gratifikasi proyek merupakan kader Partai Berkarya, Gubernur Sulteng Nur Alam kasus korupsi pemberian izin pertambangan adalah kader PAN.

Bupati Tapsel Raja Bonaran Situmeang kasus suap penanganan sengketa pilkada merupakan kader Hanura, Bupati Bogor Rachmat Yasin kasus korupsi izin kawasan hutan adalah kader PPP.

Lalu ada Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho kasus suap pembahasan APBD Sumut adalah kader PKS, dan Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo kasus korupsi keuangan daerah merupakan kader Demokrat.[Anita/magang]

Berita terkait
Terjaring OTT, Status Wenny Bukamo Calon Bupati Masih Berlaku
Wenny Bukamo ditangkap dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 3 Desember 2020.
Gurauan Menteri KKP Edhy Prabowo di Hawaii Jelang OTT KPK
Usai kunjungan kerja ke AS, menjelang ditangkap KPK, Menteri Edhy Prabowo sempat bergurau dengan 201 nelayan Indonesia di Honolulu, Hawaii.
Breaking News, KPK Gelar OTT di Kalimantan Timur
KPK kembali menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 2 Juli 2020, malam. Informasi berkembang OTT dilakukan di Kalimantan Timur.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.