Derita Fitri dan Relawan Yogyakarta yang Berhati Emas

Gadis 17 tahun asal Sleman ini lumpuh sejak kecil. Lahir dari keluarga miskin. Relawan Jogja terketuk hati membantu operasi Fitri, si gadis itu.
Fitri Diah Wulandari, 17 tahun remaja yang mengidap penyakit saraf dan tulang (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah)

Sleman - Seorang anak perempuan ini hanya bisa berbaring di atas tempat tidurnya. Bertahun-tahun ia harus bersahabat dengan penyakit yang dideritanya. Bertahun-tahun penyakitnya itu tak kunjung sembuh.

Perempuan itu bernama Fitri Diah Wulandari. Usianya sudah menginjak 17 tahun, namun sepenggal hidupnya tak seberuntung teman seusianya. Remaja yang tinggal di Bumi Sembada tepatnya Dusun Sidokerto, Kalurahan Purwomartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini mengidap penyakit pada syaraf.

“Dulu Fitri adalah anak yang lahir normal sama seperti yang lain. Namun tiba-tiba musibah itu datang dan menjadi cobaan kami sampai sekarang,” kata Rohmat, ayah kandung Fitri saat berbincang di rumahnya Senin, 8 Februari 2021.

Baca Juga:

Rohmat pun menceritakan kejadian yang telah menimpa anak pertamanya dengan sang istri. Sekitar 17 tahun lalu, bayi Fitri jatuh dan terlempar begitu saja saat digendong salah satu saudara ayahnya yang mengidap penyakit epilepsi. Saat itu penyakit yang dapat menyebabkan reaksi kejang-kejang kambuh. Bayi Fitri pun jatuh ke tanah.

Mulanya kondisi Fitri baik-baik saja. Namun setelah dua tahun setelah peristiwa itu, cara berjalan Fitri tidak seperti biasanya. Ketika berjalan tangan Fitri selalu diletakkan ke punggungnya seolah-olah badannya mulai membungkuk. Suatu ketika, Fitri jatuh dan membentur gending rumah sampai mengeluarkan darah.

Orang tua Fitri panik dan langsung membawanya ke rumah sakit khusus tulang. “Ternyata selain tulang, saraf Fitri juga mengalami masalah,” ucap dia.

Keluarga Lumpuh SlemanRelawan dan keluarga Fitri Diah Wulandaridi Dusun Sidokerto, Kalurahan Purwomartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah)

Rohmat mengaku terlambat mengetahui kondisi anaknya yang mengidap penyakit cukup serius, yang tak segera ditangani. Rohmat tidak punya banyak uang. Butuh waktu untuk mengumpulkan biaya operasi yang terbilang cukup besar.

Rohmat mengumpulkan biaya rumah sakit hasil dari penjualan baju yang sudah dilakoni bertahun-tahun. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk anaknya, memaksakan Rohmat kehilangan pekerjaanya karena sudah tidak ada modal.

Kemudian ia beralih ke rongsok atau mencari barang bekas. “Mencari rongsok sudah 16 tahun sampai sekarang,” ujarnya.

Sejumlah rumah sakit baik yang ada di Yogyakarta bahkan sampai Jawa Timur, sudah didatangi untuk mengobati anaknya. Sayangnya usaha keras yang dijalani belum membuahkan hasil sampai sekarang.

Mencari rongsok sudah 16 tahun sampai sekarang.

Pernah suatu ketika, kata Rohmat, anaknya akan dioperasi di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Sardjito dengan biaya Rp 28 juta. Saat itu yang berhasil dikumpulkan hanya Rp 15 juta, namun dokter yang akan menanganinya tidak bersedia. “Saya bilang Jaminannya KTP saya. Akhirnya mau tapi dengan dokter lain dan kami terus-terusan dilempar dengan yang ini itu,” katanya.

Pria asal Klaten, Jawa Tengah ini mengaku selama bertahun-tahun menerima bantuan sosial hanya satu kali. “Baru dapat PKH dari pemerintah satu tahun ini,” tambahnya.

Di sisi lain, Rohmat mengaku kuat walaupun mendapat cobaan yang berlarut-larut. Ketika melihat anak perempuan seusia Fitri, ia mulai bersedih dan menundukkan kepalanya. “Harusnya anak saja sudah remaja dan bisa main seperti teman-temannya. Saya suka sedih tapi saya tetap mensyukuri apa yang sudah menjadi rezeki saya dan keluarga,” ucapnya.

Baca Juga:

Sampai sekarang, Rohmat juga tidak berhenti begitu saja dan pasrah dengan takdir anaknya. Ia tetap berjuang agar anaknya bisa sembuh walaupun tidak sembuh total. Saat ini Rohmat juga sudah mempunyai anak perempuan usia 3 tahun.

“Saya enggak nyangka bakal punya anak lagi. Karena sebelumnya saya cukup trauma. Jaraknya 14 tahun,” kata ayah Cita yang merupakan nama anak keduanya.

Melihat kondisi yang cukup memprihatinkan pada keluarga Rohmat, sejumlah relawan Yogyakarta terketuk hatinya tergabung dari relawan Jogja Anti Kriminal (JAK), SVJ, Gebrak ingin membantu keluarga tersebut. 

Pendiri JAK, Pak Heru mengatakan, rencananya tim relawan akan membantu biaya rontgen. Setelah keluar diagnosa dokter dan sudah diketahui biaya operasi, akan mendiskusikan lagi soal dananya. 

Pak Heru berharap ada banyak orang yang turut membantu pengobatan Fitri. “Berbagai kasih ke sesama untuk orang yang betul-betul membutuhkannya. Ini sinergikan relawan JAK, SVJ, dan Gebrak, semoga banyak orang yang turut membantu," katanya. []

Berita terkait
Kisah Badut Jalanan Berhati Mulia di Yogyakarta
Rinno, si badut jalanan di Yogyakarta ini berhati mulia. Relawan ini ikhlas berbagi penghasilan Rp 20 ribu per hari dengan orang yang membutuhkan.
Cerita Nenek Hidup Sendiri di Gubuk Tengah Sawah Gunungkidul
Potret kemiskinan di Yogyakarta. Nenek hidup sebatang kara di gubuk tengah sawah di Gunungkidul. Kehidupannya tidak layak.
Mulia Banget! Alasan Sule Bangun Rumah Mewah di Bekasi
Sule begitu komedian terkenal Indonesia ini dipanggil. Ia mempunyai alasan membangun rumah mewah dan besar di kawasan Bekasi.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.