Denny Siregar: Visi Jokowi Vs Visi Soekarno

Dari Jokowilah saya akhirnya paham bagaimana visi Soekarno untuk bangsa ini. Keduanya pemimpin dengan sudut pandang jauh ke depan. Denny Siregar.
Soekarno dan Jokowi. (Foto: Tagar/Wikipedia)

Saya mungkin tidak mengalami masa Presiden Soekano memimpin. Tapi alhamdulillah saya ada di masa Jokowi. Dari Jokowilah saya akhirnya paham bagaimana visi Soekarno untuk bangsa ini. Jokowi adalah pemimpin yang punya sudut pandang jauh ke depan. Dia bercita-cita supaya Indonesia kelak bisa dihormati oleh seluruh bangsa.

Kita harus jadi negara kaya. Apa yang kurang dari Indonesia? Dari sisi sumber daya alam kita kaya. Ada minyak, ada gas, ada emas, bahkan banyak mineral lainnya. Dari sisi sumber daya manusia, kita adalah negara terbanyak penduduknya nomor 4 di dunia dengan jumlah hampir mencapai 300 juta jiwa.

Lalu yang kurang apa sehingga kita tidak kaya-kaya bahkan sering ditertawakan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang sebenarnya jauh lebih kecil dari negara kita? Yang kurang adalah hal yang paling mendasar dari diri manusia, yaitu mental.

Meskipun kita boleh bangga karena pernah mengusir penjajah sendiri, kita harus paham kita pernah dijajah selama 350 tahun lamanya. Penjajahan yang begitu lama menghilangkan jati diri kita, bahwa kita sebenarnya adalah bangsa pemberani. Lagu "nenek moyangku adalah pelaut" sudah menggambarkan seperti apa sebenarnya kita dulu.

Tapi karena kita sekian ratus tahun menjadi budak, maka yang banyak dilahirkan adalah pemikiran-pemikiran untuk menjadi budak selama-lamanya. Dan kita memang terus dijajah. Habis Belanda, datanglah Inggris. Habis Inggris, datang Jepang. Habis Jepang, terbitlah Amerika bersama kendaraan orde barunya.

Terus-menerus mental kita dijajah dan harta kita dikeruk sekian lamanya, sehingga kita tumbuh menjadi orang kerdil, rendah diri, tidak mampu bersaing, picik, dan gampang diprovokasi. Jauh dari visi Soekarno, bapak bangsa kita dulu yang berani melawan hegemoni negara-negara barat dengan misi imperialismenya.

Kita terlalu lama dibuai pemahaman "sudah takdir Tuhan" sehingga kita tidak mau mengubah nasib kita sendiri. Negeri kita dikelilingi emas permata, tapi kita hanya menjadi babu di rumah kita sendiri. Inilah yang mau diubah besar-besaran oleh Jokowi. Budaya lama dengan mental jajahan harus segera direvolusi.

Dari Jokowilah saya akhirnya paham bagaimana visi Soekarno untuk bangsa ini.

Baca juga: Jadi Polemik, Lima Negara ini Malah Terapkan Omnibus Law

Kita harus mau berpikir ke depan, kalau tidak kita kelak akan mati. Tapi memang, mengubah mental terjajah sekian lama, itu menyakitkan. Biasanya kita bangun jam 12 siang, sekarang harus bangun jam 5 pagi. Tersiksa, kan? Biasanya kita hanya menunggu perintah, sekarang kita dipaksa harus berpikir sendiri.

Menyakitkan memang, tapi ada pepatah Inggris lama, "No pain, no gain." Tidak ada rasa sakit, tidak akan ada hasilnya. Jokowi mengajak kita berpikir seperti itu, mengubah hal mendasar dari diri kita sendiri. Dia rombak semua sistem yang salah selama ini, yang dipakai oleh orang untuk korupsi. Mulai mafia pangan, mafia minyak, sampai mafia di birokrasi dia babat semua.

Dan perlawanan-perlawanan pun bermunculan dari orang yang selama ini tidur nyenyak, sekarang dipaksa bangun dengan teriakan sekeras-kerasnya. Pastilah marah dan ngamuk. Tapi kalau enggak dibangunkan, bagaimana kita bisa berhasil nantinya? UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini memang dibuat untuk mengubah perilaku bangsa Indonesia.

Di dalam UU Cipta Kerja itu kita mencoba menyesuaikan diri lebih kompetitif dari pesaing kita, Vietnam dan Thailand, supaya negeri ini makin cantik untuk investasi. Lha kok, malah mengundang investor asing, bukannya buat sendiri? Terus apa kita enggak dijajah lagi oleh mereka secara ekonomi? Ini pemikiran yang salah dari mental yang sudah lama terjajah.

Investasi asing diundang datang ke Indonesia, tujuan besarnya bukan hanya membuka lapangan kerja. Misi pentingnya adalah alih teknologi supaya kita belajar dari bangsa yang maju sudah lama. Nanti pelan-pelan, dengan aturan-aturan yang kita punya, kita akan menggantikan tenaga kerja asing dengan orang-orang kita.

Butuh waktu memang, tapi kalau tidak dimulai sekarang kapan lagi kita mau memulai? Itulah kenapa untuk investasi asing, kita enggak memilih-milih dari negara mana, mau Amerika kek, mau China kek, mau Afrika kek, kalau kamu bawa duit dan bawa teknologi, silakan buka usaha di sini. Bawa juga tenaga ahli kamu ke sini. Nanti pelan-pelan kalian ajari kami supaya pintar dan mandiri.

Jokowi adalah pemimpin yang punya sudut pandang jauh ke depan.

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja, Pengusaha: Pengangguran Teratasi

Kalau kami sudah bisa, kan kalian juga yang untung karena beban produksi kalian dengan harus mengirimkan orang dari negara jauh akan berkurang? Inilah visi besar Omnibus Law yang dipelintar banyak orang, penafsiran-penafsirannya. Mereka enggak paham, mau dijelaskan bagaimanapun karena sudah kadung terprovokasi.

Ditambah para pengkhianat negara yang tidak ingin negara ini maju dengan bahasa, kita dijajah asing meski tanpa sadar pemikiran mereka juga sudah dijajah asing dengan gaya Timur Tengah. Mereka ngamuk, memaki, demo, merusak, karena tidak mau dibangunkan dari budaya selama ini. Tidak banyak pejabat, sekelas Presiden yang mau melakukan seperti ini. Keputusan ini butuh keberanian tingkat tinggi. Atau lebih ekstremnya lagi, Presidennya harus gila kalau pengin merombak semua mental bangsa ini.

Soekarno dulu pernah melakukan ini, tapi dia kalah oleh gempuran negara barat lewat tangan-tangan para pengkhianat yang licik yang bisa dibayar untuk kepentingan mereka pribadi.

Jokowi bisa saja main aman, "Ah ngapain saya harus memaksakan diri, mending duduk, diam, dan perkaya keluarga, juga kroni. Lebih nyaman. Nanti urusan mengubah mental, kasih saja ke Presiden berikutnya yang mau susah-payah." Tapi Jokowi tidak begitu. Ia tampil dengan berani dan menghadapi semua itu dengan tangan besi.

Para gubernur diundang dan mereka diwajibkan untuk mengawal agenda sebesar ini. Beberapa gubernur dengan mental pecundang langsung cari muka dan melemparkan masalah ke Jokowi. Enggak ada masalah, kata Jokowi. Lempar ke sini, biar gua yang hadapi. Itulah mental pemberani, mental singa betulan.

Kita butuh orang seperti Jokowi. Kita butuh orang-orang berani untuk menjaga bangsa ini dan mimpi kita ke depan nanti. Lalu kenapa ketika saya bilang, saya berada di belakang Jokowi, mengawal mimpi besarnya untuk Indonesia, saya dibilang penjilat dan orang bayaran? Saya juga punya mimpi yang sama dengan Jokowi, supaya anak-anak saya kelak tinggal di negeri dengan kepala tegak, bukan tertunduk karena rendah diri.

Jokowi orang merdeka. Saya orang merdeka. Dan orang-orang yang mengawalnya juga orang merdeka. Kalau bukan kita yang mengubah nasib kita sendiri, lalu siapa lagi? Benar kata Bung Karno dalam pidatonya dulu, "Tugas saya lebih mudah karena melawan penjajah. Tugas kalian lebih sulit karena melawan bangsa sendiri."

Melawan pengkhianat berbaju serikat demi perut mereka pribadi. Melawan pengkhianat berbaju partai yang hanya sibuk dengan citra diri. Melawan orang-orang dengan pemikiran-pemikiran yang salah dan mental terjajah, yang mudah terprovokasi.

Kalau Jokowi berani, saya juga harus berani. Enggak perlu pakai jilatan atau bayaran, saya akan tetap mengawalnya karena itu kebanggaan. Biar saya bisa cerita untuk cucu saya nanti, bahwa kakeknya pernah berjuang di sisi orang pemberani dengan segala risikonya.

Bahwa demi negeri ini, apa pun risikonya layak dipertaruhkan. Dan para pemberani selalu memulai perangnya dengan secangkir kopi. Seruput dulu wahai jiwa-jiwa yang tidak pernah menyerah untuk mengubah mental bangsa ini.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Ketua DPRD Sulbar Tolak UU Omnibus Law Bersama Massa Aksi
Ketua DPRD Sulawesi Barat, Suraidah Suhardi menolak Undang-Undang Omnibus Law cipta Kerja yang sudah disahkan DPR RI
Desakan Pendemo di Banyuwangi Keluarkan Perppu Omnibus Law
Massa aksi di DPRD Banyuwangi mengancam melakukan aksi lebih besar lagi 10 hari ke depan jika Presiden Jokowi tak keluarkan perppu Omnibus Law.
Pemerintah - DPR Usul Omnibus Law Dibawa ke MK, IPW: Arogan
IPW menilai seruan Pemerintah dan DPR soal pengajuan uji materi atau Judicial Review Omnibus Law ke MK merupakan sikap arogansi kepada masyarakat.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.