Denny Siregar: Sayang Najwa Shihab, Padahal Anda Sebenarnya Pintar

Saya percaya Kepolisian Republik Indonesia, dan 100 persen tidak percaya yang dikatakan FPI. Terus kenapa pula Najwa Shihab itu. Denny Siregar.
Najwa Shihab. (Foto: Tagar/Instagram @najwashihab)

Senin siang, 28 Desember 2020, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM melakukan konferensi pers terkait penyelidikan mereka tentang matinya 6 laskar FPI di tangan polisi. Saya jujur menunggu kesimpulan dari Komnas HAM, tapi Komnas HAM sama sekali tidak mengambil kesimpulan apa pun selain mengumpulkan bukti-bukti proyektil dan rekaman CCTV dari Jasa Marga pada saat kejadian.

Hanya, dari penjelasan Komnas HAM kita bisa melihat peristiwa penembakan 6 laskar FPI ini penuh dengan narasi hoaks dari pihak simpatisan FPI sendiri. Sebagai contoh, ada berita yang disebarkan oleh mereka kalau 6 orang laskar yang mati itu disiksa dulu oleh polisi di suatu tempat.

Kalau kejadian itu benar, tentu Komnas HAM akan berteriak mempertanyakan kepada polisi tentang kronologisnya. Tapi ternyata tidak, karena memang Komnas HAM tidak mendapatkan petunjuk yang mengarah ke penyiksaan.

Najwa, Najwa. Sayang sekali, padahal Anda sebenarnya pintar.

Dan dari bukti proyektil itu jelas kalau memang pada saat kejadian terjadi tembak-menembak antara polisi dan laskar FPI, sehingga seharusnya apa yang dilakukan polisi sudah benar, yaitu mereka melakukan pembelaan diri dengan menembak mati orang yang membawa senjata api.

Selama ini FPI selalu mendapat panggung untuk memelintir narasi kalau polisi menembak mati laskar FPI yang tidak bersenjata. Bahkan Munarman dengan pintarnya memanfaatkan Najwa Shihab di acara Mata Najwa untuk menyebarkan opininya dengan memutarkan voice note yang diklaim direkam waktu kejadian. Padahal saya dengar, voice note itu isinya percakapan para laskar FPI yang jauh dari kejadian. 

Seperti kita tahu, waktu kejadian para laskar FPI itu ada di dalam delapan mobil beriringan. Nah, laskar yang ditembak mati itu ada di salah satu mobil saja, sedangkan mobil sisanya kabur semua. Jadi, itu percakapan antarmereka, para laskar, yang jauh dari tempat kejadian. Yang kedua, lucu saja buat saya seorang Najwa Shihab, jurnalis profesional, memutarkan sebuah rekaman yang disebarkan oleh akun anonim bernama Opposite.

Sebagai catatan, si akun Opposite inilah yang bulan Juli 2020 menyebarkan data pribadi saya ke publik, hasil kongkalikongnya dengan customer service Telkomsel yang sudah ditangkap polisi. Orang di balik akun Opposite ini sekarang sudah masuk daftar pencarian orang sebagai kriminal.

Bagaimana bisa seorang Najwa Shihab kepleset menyebarkan voice note dari seorang kriminal? Jawabannya sederhana. Mirip kasus dr Terawan dulu. Semuanya demi konten. Biar ada penontonnya, jadi bombastiskan saja beritanya. Najwa, Najwa. Sayang sekali, padahal Anda sebenarnya pintar.

Pihak kepolisian sendiri sudah berlaku gentleman, dengan menghadiri undangan Komnas HAM untuk klarifikasi. Bahkan yang datang adalah Kapolda Metro Jaya sendiri, Inspektur Jenderal Fadil Imran. Pihak kepolisian juga sudah melakukan rekonstruksi kejadian dan mengundang banyak orang termasuk dari lembaga Kontras dan Komnas HAM, tapi mereka tidak hadir.

Pertanyaannya apakah tim Mata Najwa diundang melihat rekonstruksi sehingga mereka bisa, minimallah, punya gambaran apa yang terjadi di lokasi? Kalau tidak datang, ya jangan bikin asumsi sendiri atau memelintir berita seolah FPI adalah korban kejahatan, tanpa melihat bahwa yang dilakukan 6 orang laskar itu mengancam jiwa polisi yang sedang bertugas.

Narasi playing victim atau berlaku seolah-olah korban adalah pola standar ormas-ormas seperti FPI ini. Mereka berlaku seolah orang yang tidak berdosa, bahkan menyebarkan berita bahwa FPI tidak pernah membawa senjata tajam dan senjata api. Padahal jejak digital kekerasan FPI ada di mana-mana. FPI lewat Munarman, bahkan terus mencoba membawa kasus ini supaya sampai ke internasional.

Yang terakhir, akhirnya terbongkar kalau seorang diplomat Jerman datang ke markas FPI dengan sembunyi-sembunyi. Kemungkinan ada kerja sama antara Munarman dan diplomat Jerman itu untuk mempolitisasi isu matinya 6 laskar FPI ini. Kabar yang saya dengar, diplomat Jerman yang berkunjung ke markas FPI itu sudah dipulangkan oleh Kedubes Jerman karena dapat teguran keras dari Menteri Luar Negeri.

Sebenarnya, kalau Komnas HAM akhirnya mengambil kesimpulan berdasarkan bukti dan saksi yang mereka dapat di lokasi bahwa polisi sudah benar dengan tindakan menyelamatkan diri, orang seperti Munarman dan beberapa orang lain yang terus-menerus memelintir berita untuk membelokkan persepsi, harus ditangkap karena mereka membuat suasana terus-menerus keruh dengan framing-framing yang mereka ciptakan.

Saya percaya kepada Kepolisian Republik Indonesia. Dan saya tidak percaya 100 persen apa pun yang dikatakan FPI, apalagi oleh seorang Munarman, yang bicaranya mau revolusi akhlak, tapi akhlaknya sendiri harus diperbaiki karena dengan enaknya menyiram teh dalam cangkir dalam siaran langsung di televisi.

Yang percaya Polri, mari kita angkat cangkir kopinya. 

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
6 Laskar FPI Tewas, Mahfud Md: Pemerintah Tak Akan Bentuk TGPF
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md tegaskan pemerintah tak bentuk TGPF kasus tewasnya 6 laskar FPI.
Komnas HAM Diserang Kabar Bohong soal Konflik FPI Vs Polisi
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara tegaskan belum ada kesimpulan temuan soal konflik FPI versus polisi.
Polisi Versus FPI, Komnas HAM Ungkap Temuan Proyektil Peluru
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyampaikan hasil temuan konflik polisi versus FPI di Tol Japek. Ada proyektil dan selongsong peluru.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.