Denny Siregar: Pemilih Jokowi Sedunia, Saat Cinta Jadi Kecewa

Komen di mana-mana yang kecewa pada Jokowi semakin membesar. Untuk pemilih Jokowi sedunia, saat cinta jadi kecewa. Tulisan Denny Siregar.
Jokowi. (Foto: Facebook/Presiden Joko Widodo)

Sejak munculnya seorang Jokowi dalam pentas perpolitikan Indonesia, saya termasuk orang yang berharap banyak padanya. Jokowi memenuhi kriteria sebagai pendobrak tradisi politik di negeri ini, yang biasanya hanya ditempati orang yang itu-itu saja, yaitu pemimpin atau pemilik partai, yang kaya, yang berkuasa, dari militer sebagai nilai tambah, dan hanya memikirkan golongannya saja.

Dan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Jokowi yang berasal dari keluarga sederhana, ternyata mampu beradaptasi dengan cepat. Ia membuktikan dirinya bukan boneka partai, malah kaki-kakinya semakin kuat ketika dihantam, dan sekarang ia memegang penuh peranan.

Gaya berpolitiknya yang sangat Jawa tapi penuh ketegasan dalam memberantas mafia, membuat saya dan banyak orang bertepuk tangan. Begitu kuatnya dia, sehingga bisa menjadi Presiden dalam periode kedua.

Di balik harapan saya terhadap Indonesia ke depan di tangan Jokowi, ada rasa khawatir yang sangat besar. Tradisi politik kita tidak mengenal yang namanya legacy atau warisan kepemimpinan. Yang dimaksud warisan di sini, bukan warisan secara biologis, tetapi ideologis atau pemikiran.

Ketika Soekarno berkuasa, penggantinya adalah Soeharto dengan pemikiran berbeda. Soeharto turun, Habibie meneruskan sebentar, untuk kemudian digantikan Gus Dur dengan yang jauh berbeda, yang kemudian terganti oleh Megawati. Lalu SBY berkuasa dua periode dengan pemikiran yang kembali berbeda.

Kemudian Jokowi datang menawarkan pemikiran kembali pada cita-cita Soekarno. Perhatikan sebenarnya negeri ini selalu restart setiap pergantian presiden.

Kita tidak bisa maju karena tidak punya rancangan bagaimana negeri ini 50 sampai 100 tahun ke depan. Ganti presiden otomatis ganti kebijakan.

Kapan kita mau berubah menjadi negara maju dari negera berkembang ketika setiap rancangan jangka panjang dianulir dan selalu memulai dari awal?

Berbeda dengan negara lain, China misalnya. Pemimpin mereka boleh berganti, tetapi strategi negara ke depan tetap dijalankan. Malah China lebih ekstrem. Mereka mencabut masa jabatan dua periode dan membuka jalan untuk Xi Jin Ping berkuasa seumur hidup.

Pak Jokowi, mulailah berbenah diri. Kemenangan Bapak sekarang bukan akhir tujuan, tapi justru awal sekali.

Jokowi dan Ma\\\\'ruf AminPresiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. (Foto: Antara/Wahyu Putro)

Kenapa China begitu? Supaya strategi jangka panjang mereka untuk menjadi negara superpower bisa terlaksana dan Xi Jin Ping menjadi sopir tetap yang menjalankan kendaraan besar mereka.

Indonesia tidak mungkin bisa seperti China, karena di sana hanya satu partai yang berkuasa. Di negara kita, partai-partai lebih sibuk berantem antarsesama daripada memikirkan negara.

Jalan supaya negeri ini bisa bergerak ke depan, adalah dengan mengusung pemikiran Jokowi dan menjaga rencana jangka panjangnya. Tapi mungkinkah? Mungkin saja, asal kita bisa melahirkan pemimpin ideologis seperti Jokowi untuk menjaga strategi besar kita.

Dan pada posisi ini, Jokowi harus menjadi kompas bagi negeri ini untuk melanjutkan rencana jangka panjangnya.

Dia tidak boleh lepas tangan, sesudah selesai masa jabatan kemudian hanya diam tanpa pegang peranan. Jokowi kelak harus menjadi jarum penunjuk, siapa calon pemimpin selanjutnya yang bisa memegang obor yang dia nyalakan?

Di sinilah sebenarnya kekhawatiran terbesar saya. Masuk di periode kedua, Jokowi tampak melemah. Dia seperti berada di zona nyaman, lamban bergerak dan seperti terjebak pada rasa puas yang berlebihan.

Beda sekali dengan Jokowi di periode pertama, yang tampak gagah dan menguasai panggung utama. Dulu semua cahaya lampu sorot mengarah kepadanya. Sekarang lampu sorot itu tampak melemah dan menjauhinya. Kelemahan terbesar Jokowi sekarang yang tampak nyata adalah saat ia memilih menteri.

Para menteri yang ia pilih itu seharusnya bisa menjadi penguat narasi panjang Jokowi. Tapi kenyataannya, mereka malah menjadi sumber kelemahan.

Ibarat tim sepak bola, Jokowi gagal di awal periode kedua, membangun tim yang solid untuk memenangkan Liga. Pemain-pemainnya lemah seperti kebingungan karena tidak ada di tempat yang tepat. Yang penyerang jadi bek. Yang kiper jadi gelandang. Yang bagus dikandangkan dan yang tidak bisa menendang bola malah jadi penyerang utama.

Kembalilah Pak, dengan gaya dan semangat seperti di periode pertama.

Kabinet Indonesia MajuPresiden Joko Widodo didampingi Wapres Ma\'ruf Amin berfoto bersama jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)

Tim sepak bola yang dibangun Jokowi dalam kabinetnya sekarang, seperti tim sepak bola gajah di masa lalu. Di mana bola ada, mereka bergerombol seperti anak ayam kehilangan induknya. Enggak punya strategi. Enggak punya kapabilitas. Blundernya keseringan. Sibuk bikin pernyataan yang melemahkan dan kerja enggak ada ukuran.

Jargonnya doang yang keran, Kabinet Indonesia Maju. Tapi pemainnya, baru babak pertama sudah pada layu. Dan bahayanya, kepercayaan publik pada Jokowi jadi jauh berkurang.

Komen di mana-mana yang kecewa pada Jokowi semakin membesar. Intoleransi bukannya makin berkurang, malah makin melebar. Kalau terus begini, kelak di 2024 nanti, tidak akan ada yang mau mendengarkan apa kata Jokowi. Lha, memilih menteri saja enggak mampu, bagaimana nanti mau memilih penerus yang bagus?

Saya membayangkan, negeri ini kehilangan kompasnya dan terombang-ambing. Pada akhirnya golput semakin besar. Dan terpilihlah pemimpin yang lebih jago merangkai kata daripada bekerja untuk bangsa.

Dan kita kembali restrat ke awal karena berubahnya kembali kebijakan. Negeri ini mundur sekian tahun ke belakang dan sulit untuk maju lagi karena besarnya kekecewaan.

Contoh yang paling dekat saja adalah Jakarta. Semua kebijakan bagus dan bertujuan untuk jangka panjang dianulir, hanya karena gubernurnya tidak ingin kebijakan bagus dari pemimpin masa lalu yang menjadi bebannya. Jakarta menjadi rusak, tidak punya program kuat dan sibuk mengarahkan buzzer-buzzer supaya citranya tetap melekat.

Indonesia bisa seperti Jakarta yang tenggelam dalam debat panjang tanpa kemajuan.

Di sini saya mencoba untuk mengetuk pintu istana. Khususnya kepada Presiden kita yang tercinta. Pak Jokowi, mulailah berbenah diri. Kemenangan Bapak sekarang bukan akhir tujuan, tapi justru awal sekali. Ini bukan tentang jabatan, tapi tentang nasib negeri besar ini.

Kembalilah Pak, dengan gaya dan semangat seperti di periode pertama di mana setiap apa yang Bapak lakukan, menambah kecintaan dan harapan supaya kelak negeri ini besar. Pilihlah menteri yang cakap dan mampu berkomunikasi baik dengan masyarakat. Kalau perlu, uji para calon dulu dalam sebuah proses yang ketat. Bisakah para calon menteri kelak memberikan solusi tepat dan menawarkan konsep yang jelas? bukan yang sibuk berkoar di media, tapi tidak mampu kerja. Dan yang paling penting selain kerja, adalah membangun narasi dan komunikasi, sebuah cerita yang menaikkan semangat kita untuk membela.

Bapak tahu apa yang paling ditunggu masyarakat, selain dari apa yang selama ini Bapak kerjakan? Keberanian penuh mengambil tindakan supaya kelompok intoleran tidak merusak keragaman.

Bapak dulu sering turun menemui petani untuk mendapatkan banyak informasi. Sekarang, turunlah Pak, turunlah ke masyarakat lagi dan dengarkan keluhan banyak orang yang merasa beribadah pada Tuhan saja di masa ini begitu sulitnya.

Ekonomi itu penting, tetapi rasa aman jangan diabaikan. Jangan sampai sekam itu terbakar hebat, karena baranya tidak pernah berusaha dipadamkan.

Rebut kembali cinta dari orang-orang yang dulu percaya Bapak akan lebih tegas di periode kedua. Supaya kami tidak kehilangan petunjuk, siapa yang harus kami ikuti nanti saat Bapak sudah tidak ada.

Bapak Jokowi, semua orang bisa menjadi presiden. Tapi tidak semua orang mampu membuat kebijakan penting yang selamanya akan dikenang.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Tulisan ini sebelumnya telah di-publish dalam bentuk video di Cokro TV dengan judul Denny Siregar: Bangun Pak Presiden, Negara dalam Bahaya

Baca juga:

Berita terkait
Denny Siregar Setuju PKS Jadikan Aceh Industri Ganja Obat
Tiba-tiba saja PKS memunculkan wacana menarik, yaitu ekspor daun ganja, menjadikan Aceh industri ganja obat. Saya setuju. Tulisan Denny Siregar.
Denny Siregar: Tegaslah Wahai Menteri Agama
Tegaslah sedikit kita sebagai bangsa Indonesia. Biar dihormati negara luar sebagai bangsa yang punya wibawa. Tulisan Denny Siregar.
Denny Siregar: Filosofi Kampret dan Penghina Risma
Warga Surabaya marah dan meminta polisi menangkap penghina Tri Rismaharini. Filosofi Kampret dan Penghina Risma. Tulisan Denny Siregar.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.