Denny Siregar: Mobil Avanza Baru Seharga Rp 120 Juta

Rencana pemerintah Indonesia memotong pajak mobil baru bisa membuat Avanza baru seharga Rp 200 juta jadi jatuh seharga Rp 120 juta. Denny Siregar.
Ilustrasi - Mobil Avanza. (Foto: Tagar/Pixabay/Bobyhart)

Yang mengerikan dari tsunami pandemi ini adalah berhentinya ekonomi. Ekonomi dalam sebuah negara itu seperti darah yang harus terus mengalir di dalam tubuh. Jika darah tidak mengalir lancar, atau berkurang atau bahkan berhenti, maka organ di dalam tubuh akan mati. Negara bisa hancur karena chaos dan kudeta demi kudeta akan terjadi.

Pandemi ini membuat banyak negara harus mengurung dirinya dari dunia luar, atau istilahnya lockdown. Ketika orang di rumah saja, mereka tidak akan belanja keluar. Tingkat konsumsi kita anjlok. Karena enggak ada yang belanja, maka produksi barang turun.

Karena produksi turun, maka pabrik menghentikan produksi dan ribuan pegawainya dipecat. Pegawai-pegawai yang dipecat itu enggak punya uang untuk belanja, konsumsi makin anjlok. Produksi makin turun dan pabrik tutup. Investasi kabur dari Indonesia.

Seperti lingkaran setan akhirnya.

Dan ini terjadi di banyak negara produsen. Di bidang otomotif saja, Renault Perancis sudah mem-PHK 15 ribu karyawannya. BMW Jerman mem-PHK lima ribu karyawannya. Dan banyak lagi. Itu baru pabrikannya, belum pemasoknya yang sudah pasti gelombang PHK lebih besar lagi.

Karena itulah, ada rencana pemerintah Indonesia untuk memotong pajak mobil baru. Dengan potongan pajak, harga mobil baru akan jadi lebih murah. Karena harga murah, masyarakat akan beli. Dengan begitu, produksi mobil terjaga. Ribuan pegawai pabrik mobil tidak akan dipecat. Pabrik bisa beroperasi.

Bayangkan, mobil Avanza baru yang biasa dijual 200 jutaan, bisa jatuh jadi 120 juta.

Dari mana rakyat bisa membeli mobilnya? Ya, dari uang cadangan yang mereka simpan dengan ketat selama pandemi. Akhirnya karena mobil murah, mereka jadi belanja. Konsumsi jalan, aliran darah mengalir dan organ-organ tubuh kembali berdetak.

Tapi pedagang mobil bekas teriak. Bayangkan, mobil Avanza baru yang biasa dijual 200 jutaan, bisa jatuh jadi 120 juta. Lha, terus bekasnya berapa? Pedagang mobil bekas yang sudah beli mobil bekas dengan harga normal, harus hancur-hancuran karena rugi besar.

Ini mirip buah simalakama memang. Pilihan sulit, tinggal dilihat mana yang harus dikorbankan, pabrik mobil baru yang mempekerjakan puluhan ribu pegawai, atau ribuan pedagang mobil bekas?

Tapi yang pasti, pemerintah harus memilih. Kalau kelamaan, Indonesia bisa pingsan.

Mirip pilkada. Demi ekonomi, pilkada harus dilangsungkan. Karena ada 270 daerah yang memilih dan di sana ada ekonomi berputar di daerah senilai Rp 10 triliun.

Jadi, jangan lagi menuding pemerintah lebih berpihak pada ekonomi dari kesehatan. Kalau ekonomi sehat, tapi tubuh sakit, itu pasti enggak bagus. Tapi kalau tubuh sehat, ekonomi sakit, perut lapar juga tangisan anak menangis kencang, itu bisa membuat seorang bapak turun ke jalan.

Dan ratusan ribu bapak yang gelap mata, bisa membuat negara terbakar.

Ini bukan masalah si kaya (pabrik mobil baru) dengan si miskin (pedagang mobil bekas). Ini sudah masalah ekonomi nasional, yang berdampak pada stabilitas politik ke depan.

Kalau paham, seruput kopinya kawan.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Menperin Minta Dukungan DPR Soal Relaksasi Pajak Mobil Baru
Kemenperin meminta dukungan DPR untuk merealisasikan relaksasi pajak mobil baru 0 persen sampai Desember 2020.
Menperin Usul Pajak Mobil Baru 0%, Apa Kata Sri Mulyani?
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bisa saja memberi relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen.
Pajak Mobil Nol Persen, Indef: Belum Tentu Penjualan Naik
Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai wacana pajak mobil baru 0 persen belum tentu mampu meningkatkan penjualan mobil secara signifikan.
0
Kapolri: Sinergitas TNI-Polri Harga Mati Wujudkan Indonesia Emas 2045
Kapolri menekankan penguatan sinergitas TNI-Polri menjadi salah satu kunci utama dalam menyukseskan dan mewujudkan visi Indonesia Emas.