Untuk Indonesia

Denny Siregar: Kisruh Pemilu Luar Negeri

Kisruh Pemilu di Luar Negeri. Tulisan opini Denny Siregar.
WNI di Malaysia menunjukkan jari yang telah dicelup tinta usai menggunakan hak suaranya di Kuala Lumpur City Center (KLCC) seusai mencoblos di KBRI di KLCC, Malaysia, Minggu (14/4/2019). (Foto: Antara/Rafiuddin Abdul Rahman)

Oleh: Denny Siregar*

Aneh memang, pencoblosan di luar negeri bermasalah lagi.

Hongkong, Australia, Belanda, Korea Selatan dan banyak negara lainnya, banyak sekali yang tidak kebagian waktu untuk mencoblos jagoannya. Padahal mereka sudah terdaftar, sudah antre berjam-jam, bahkan banyak yang datang ratusan kilometer jauhnya dari TPS, tapi tetap tidak bisa.

Alasannya macam-macam. Ada yang waktu pencoblosan habis, ada yang waktu sewa gedung habis ada juga yang kertas surat suara habis.

Padahal ini bukan Pemilu yang pertama di luar negeri. Seharusnya KPU belajar dari pengalaman sebelumnya dan menciptakan sistem yang tepat sehingga pemilih bisa menggunakan haknya. Kenapa sistem harus terus diubah dan seperti terkesan coba-coba?

Nama Jokowi mendadak menjadi simbol perjuangan, sehingga mereka rela datang dari ratusan kilometer jauhnya dari TPS, antre berjam-jam dengan kehujanan, supaya bisa ikut serta menjaga negeri.

Ada dua kemungkinan melihat kisruhnya pemilu di luar negeri.

Pertama, jumlah pemilih yang membludak dan jauh lebih besar dari tahun sebelumnya sehingga KPU tidak siap.

Pilpres kali ini memang dahsyat. Polarisasi tajam antar kedua kubu sudah dibangun sekian lama dan mencapai puncaknya pada Pilgub DKI 2017. Di sini ada pertarungan dua kelompok, kelompok NKRI dan kelompok agamis.

Dan kelompok NKRI yang selama ini diam dan bangga sebagai "silent majority" mendadak bangkit dan memenuhi TPS di luar negeri dengan satu pandangan bersama untuk ikut menjaga negeri dari tekanan kelompok agamis.

Nama Jokowi mendadak menjadi simbol perjuangan, sehingga mereka rela datang dari ratusan kilometer jauhnya dari TPS, antre berjam-jam dengan kehujanan, supaya bisa ikut serta menjaga negeri. Yang terjadi adalah penumpukan massa yang mengagetkan, karena belum pernah situasi seperti ini terjadi.

Kemungkinan kedua adalah hadangan dari kelompok agamis yang sebagian besar pendukung 02, yang mencoba menghalangi para pendukung 01 yang memang banyak di luar negeri untuk menggunakan hak suaranya. Para pemilih sengaja "digolputkan" dengan tidak mendapatkan hak suara mereka.

Ada lagi kemungkinan untuk mendelegitimasi KPU dengan adanya kekisruhan ini. Dengan banyaknya permasalahan, dan kemungkinan pencoblosan ulang, maka sah sudah tudingan yang selama ini diluncurkan bahwa KPU tidak beres. Dan ini bisa dijadikan alasan jika ada pihak yang kalah, maka people power akan bergerak seperti yang sudah diteriakkan Amien Rais sebelumnya.

Apa pun masalahnya, seharusnya KPU, Bawaslu, PPLN dan semua penyelenggara yang terlibat, harus punya visi untuk menyelamatkan negeri ini dengan membangun kredibilitas independen dan siap melaksanakan pemilu yang adil. Jangan lagi ada kecenderungan berpihak kepada salah satu kubu. Jika tidak, pecah negeri ini.

Pantau terus pemilu di luar negeri. Desakkan dan viralkan kecurangan-kecurangan yang terjadi. Pemilu kali ini lebih berbahaya, karena di sini ada ruang ideologi yang hendak dipaksakan menang dengan segala konsekuensinya. Dan mereka sudah ada di mana-mana, bahkan di perangkat pemilu kita.

Seruput kopinya!

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)