Denny Siregar: Kenapa Kita Tidak Bisa Kaya dari Laut?

Edhy Prabowo pun menunjuk beberapa pengusaha untuk menjadi eksportir benih lobster. Denny Siregar.
Ilustrasi nelayan menangkap lobster. (Foto: Tagar/Screenshot Cokro Tv)

Sejak lama banyak orang mengingatkan kekayaan Indonesia itu bukan hanya di daratan, juga di lautan. Sayangnya tidak banyak yang peduli meski menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, nilai kasar kekayaan laut kita kalau ditotal lebih dari 1.700 triliun rupiah.

Gila memang. Dan itu baru taksiran terendah, dalam artian sebenarnya nilainya bisa jauh lebih besar lagi. Dan dari angka 1.700 triliun rupiah itu, potensi terbesar ada di sektor perikanan. Sektor perikanan mencapai 20 persen dari kekayaan laut Indonesia, atau sekitar 300 triliun rupiah.

Bayangkan, sebenarnya dengan cukup mengelola hasil kekayaan laut kita saja, negeri ini bisa kaya-raya. Pertanyaannya, kenapa kita kok dari dulu nggak bisa kaya-kaya dari hasil laut kita? Jawaban pertama adalah salah kelola. Pemerintahan kita sejak zaman orba tidak pernah serius mengelola hasil laut kita.

Mereka lebih senang mengeksplorasi hasil tambang atau migas, karena pasarnya pada waktu itu lebih jelas. Padahal ada sebuah lagu yang berbicara tentang sejarah, bahwa nenek moyang kita adalah pelaut. Tapi entah kenapa kita malah sibuk main tambang, bukannya mengelola para nelayan.

Baru pada pemerintahan Jokowi, negeri ini serius mengurusi kekayaan laut kita. Waktu awal menjabat, Jokowi sudah menugaskan seorang wanita yang sejak kecil mainannya laut, yaitu Susi Pudjiastuti. Dan dari Susi ini, kita akhirnya tahu kalau setiap tahun, nilai harta kekayaan kita di laut yang dicuri sebesar Rp45 triliun.

Jawaban kedua adalah mental . Mental bangsa kita mental instan, sibuk berpikir bagaimana mencari makan sehari-hari daripada berpikir bagaimana menjadi kaya dengan mengelola apa yang ada di sekitar. Kalau di negara maju ketika mereka punya sumber daya alam sebesar Indonesia mereka akan berpikir bagaimana ya prosesnya sehingga menjadi barang jadi lalu menjualnya ke banyak negara dengan pendapatan lebih tinggi.

Di Indonesia tidak. Kita hanya berpikir bagaimana menjual mentahnya secepat mungkin dengan harga murah dan ketika punya uang sedikit lalu foya-foya. Barang mentah yang kita jual itu dibawa oleh pedagang ke negaranya di sana diolah dan diekspor atau dijual lagi ke kita dengan harga yang jauh lebih tinggi dan kita beli lagi sambil terkagum-kagum kok bisa ya barang yang dulu kita jual Rp100 harus kita beli lagi dengan kemasan yang lebih bagus Rp1.000.000.

Itulah yang terjadi pada kita selama ini. Mental instan berakibat kita menjadi salah kelola. Pejabatnya pun korup aji mumpung mereka tahu jawaban cuma sebentar setiap duduk yang dipikirkan adalah bagaimana bisa mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Apakah dengan dibebaskannya ekspor benih lobster penyelundupan hilang?

Salah satu kekayaan laut kita yang besar adalah lobster. Indonesia bisa dibilang adalah sumber lobster terbesar di dunia. Potensinya bisa mencapai dua sampai tiga miliar ekor benih lobster per tahun. Bahkan hanya di Lombok Tengah saja potensinya mencapai 300 juta ekor pertahun. Benih lobster kita begitu melimpah, nelayan bisa panen sampai 10 kali dalam setahun.

Coba kita bandingkan dengan Vietnam. Di sana, panen benih lobster hanya dua sampai tiga juta ekor per tahun. Di Indonesia angka itu cuma sebulan doang. Itulah kenapa bisnis benih lobster begitu gurihnya disini. Tapi apakah nelayan kita jadi kaya karena benih lobster yang melimpah? Nggak, nelayan kita tetap aja miskin paling dihitung kaya kalau udah punya mobil satu aja. Inilah yang mengherankan.

Di negara maju kalau kita sudah punya sumber daya alam sebesar itu pasti nelayannya sudah kaya raya. Kalau nelayannya kaya mereka bisa mempekerjakan banyak orang disekitarnya, ekonomi di sebuah daerah itu pasti tumbuh.

Berapa sih harga benih lobster per ekor dalam sebuah artikel saya membaca harga benih lobster mencapai Rp50.000 per ekornya. Kalau dibudidayakan sampai mencapai berat 500 gram, harganya bisa Rp500 ribu per ekor. Tapi tunggu dulu itu cuma hitung-hitungan enak. Faktanya di lapangan benih lobster cuma dihargai Rp15.000 per ekor dari nelayan dan diekspor dengan harga Rp70.000 sampai Rp150.000. Ke mana ekspornya ya ke Vietnam. Di sana benih benih lobster yang mereka beli dengan harga murah di Indonesia dibudidayakan dan ketika sudah besar mereka jual dengan harga jutaan rupiah ke seluruh dunia. Kita kalah pintar dengan Vietnam, karena kita selalu berpikir instan.

Inilah yang mendorong Susi Pudjiastuti pada saat menjabat Menteri KKP, melarang ekspor benih lobster. Benih lobster harus dibudidayakan di sini baru bisa dijual dalam bentuk yang sudah jadi. Sontak peraturan yang dibuat Susi Pudjiastuti mendapat tentangan keras dari para nelayan yang sejak lama sudah merasakan enaknya ekspor benih lobster. Penyelundupan benih lobster pun menggila. Setiap bulan ada saja penyelundup yang ditangkap.

Kuatnya desakan lain ini membuat akhirnya Jokowi pun kemudian mengganti Menteri KKP pengganti Susi. Dia adalah Edhy Prabowo kader Gerindra. Edhy melakukan kebijakan yang berbeda dari Susi, boleh ekspor benih lobster. Alasannya adalah, ada penelitian kalau benih lobster gitu tidak bertahan lama dari 10.000 benih lobster yang ada hanya satu saja benih yang mampu bertahan di dalam air. Mayoritas benih itu dimakan oleh predator air seperti ikan kakap, kerapu dan ikan karang. Nah daripada dimakan ikan, mending diekspor saja benihnya sekalian.

Maka Edhy Prabowo pun menunjuk beberapa pengusaha untuk menjadi eksportir benih lobster. Salah satu eksportirnya adalah Hasyim Djojohadikusumo adik dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, pendiri Gerindra partai tempat Edhy Prabowo berasal.

Apakah dengan dibebaskannya ekspor benih lobster penyelundupan hilang? Nggak juga, ternyata penyelundupan tetap marak karena ekspor legal malah bikin harga benih lobster jadi mahal.

Menurut Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia Wayan Sudja, mahalnya ekspor legal benih lobster karena adanya penunjukan tunggal, hanya satu perusahaan yang berhak mengangkut benih lobster untuk diekspor ke luar. Ini berarti ada monopoli usaha dan melanggar undang-undang. Karena monopoli inilah, harga pengiriman yang biasanya dihitung per kilogram jadi dihitung per ekor. Belum lagi pajak, risiko kematian di perjalanan, risiko nggak dibayar karena barang nggak sesuai, macam-macamlah.

Inilah yang membuat ekspor benih lobster legal menjadi berat buat pengusaha. akhir banyak yang menjadi penyelundup dengan resiko tinggi karena untungnya jauh lebih tinggi. Pusing kan? Ini baru masalah losbter yang keuntungannya gurih belum lagi kekayaan alam lainnya seperti terumbu karang dan lain-lainnya. 

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
KPK Harus Proses Para Politikus yang Terlibat Ekspor Lobster
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta ungkap ataupun memproses para politisi di lingkaran ekspor benur lobster dengan tersangka Edhy Prabowo.
Baru Seumur Jagung, Edhy Prabowo Terjaring Kebijakannya Sendiri
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo baru seumur jagung menjadi menteri sudah terjaring di kebijakannya sendiri terkait ekspor benur lobster
Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Denny Siregar Sindir Gerindra
Pasca penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK, Denny Siregar menyindir Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
0
Surya Paloh Ketemu Bamsoet Ketua MPR, Apa yang Dibicarakan
Intensitas pertemuan petinggi parpol dan tokoh penting meningkat jelang Pilpres 2024. Kali ini Surya Paloh bertemu Bamsoet Ketua MPR.