Tanggal 7 Maret 2020, sebuah surat kabar di Italia mengabarkan berita, "Pemerintah akan memberlakukan lockdown di Italia."
Kabar itu membuat panik warga Italia. Merekapun kemudian angkat koper dan mudik ke daerahnya masing-masing. Melihat ternyata kabar lockdown itu malah membuat warga panik dan mudik, pemerintah daerah pun berteriak, "Jangan mudik, mudik malah membuat keluarga Anda tertular corona!"
Tapi telat, gelombang mudik malah semakin besar. Mereka takut dan ingin menjauhi episentrum corona sejauh-jauhnya. Dan Italia mencatat, penyebaran corona naik tiga kali lipat dari sebelum diumumkan lockdown.
Di mana masalahnya? Kepanikan.
Rasa panik yang tanpa sengaja dibangun pemerintah sana, tanpa memperhitungkan psikologis orang Italia, malah membuat orang pergi dan menyebarkan virus ke mana-mana.
Akhirnya Jokowi memutuskan mudik tidak dilarang, tetapi diimbau tidak mudik. Dia tidak ingin seperti Italia.
Apalagi Italia menempati posisi kedua negara dengan penduduk lansia terbanyak di dunia sesudah Jepang. Habislah mereka.
Indonesia tentu belajar dari Italia - dan juga India tentunya dengan kasus berbeda.
Komunikasi yang salah bukannya menyelesaikan masalah, malah membuat masalah baru. Ketika pemerintah panik, maka warga akan ikut panik. Apalagi kepanikan itu dibarengi larangan-larangan, yang membuat orang semakin takut dan menjauhi pusat larangan.
Jadi saya harus paham, kenapa pemerintahan Jokowi sempat bingung menetapkan apakah mudik dilarang atau tidak.
Sempat Fadjroel Rahman juru bicara Istana mengumumkan bahwa mudik tidak dilarang, tetapi kemudian dibantah Mensesneg. Ini bukan karena mereka tidak tegas, tetapi karena memang sedang gamang, tidak siap dengan keadaan.
Memang negara mana sih yang siap?
Akhirnya Jokowi memutuskan mudik tidak dilarang, tetapi diimbau tidak mudik. Dia tidak ingin seperti Italia, yang malah membuat orang panik dan terjadi gelombang mudik besar-besaran karena orang menyangka bahwa mereka akan terpenjara.
Meski begitu, ia memerintahkan kepala daerah untuk memantau orang mudik. Ia juga berencana memindahkan liburan mudik, sesudah masalah corona ini selesai.
Keputusan yang bagus? Tidak juga. Karena lalu lintas manusia tetap berjalan dan itu menambah potensi penyebaran virus.
Tapi itu juga bukan keputusan buruk. Karena yang dijaga oleh pemerintah sekarang adalah jangan sampai terjadi gelombang besar mudik, yang membuat potensi penyebaran virus menjadi lebih besar.
Seperti di Italia.
Dalam sebuah situasi paling menekan, keputusan apa pun tidak akan bagus. Yang bisa dilakukan hanya meminimalisir dampak buruk yang akan terjadi.
Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah Italia, karena mereka juga tidak siap dengan hasil keputusan mereka.
Sama seperti kita juga jangan terus menyalahkan pemerintah Indonesia, yang belajar dari kasus Italia. Apa pun yang mereka putuskan, tentu dengan harapan itu yang terbaik untuk kita.
*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi
Baca juga: