Untuk Indonesia

Denny Siregar: Kalah Pilpres Kok Ngatur Jokowi

Mereka yang dulu sibuk melawan Jokowi, sekarang dengan pede bersikap seolah menjadi pahlawan kesiangan. Tulisan opini Denny Siregar
Jokowi dan Ma'ruf Amin menjadi presiden dan wakil presiden terpilih masa bakti 2019-2024. (Foto: Antara/Nova Wahyudi)

Oleh: Denny Siregar*

Saya ketawa ngakak ngeliat Jansen Sitindaon diskak habis sama Najwa Shihab.

Ketua DPP Partai Demokrat itu dengan pedenya bicara tentang rekonsiliasi antara Demokrat dan Jokowi sebagai pemenang pilpres, yang diartikan dengan bagi-bagi kursi. "Pak Jokowi itu butuh Demokrat lima tahun ke depan. Hubungan ini harus nyaman, baik antara Jokowi dan Demokrat dan Demokrat dengan Jokowi," katanya.

Najwa terlihat menahan ketawa dan tidak tahan juga untuk mengeluarkan perkataan, "Jadi Demokrat mau dan tidak malu?" Sontak Jansen terdiam dengan wajah merah tertunduk malu.

Jansen ini termasuk politisi yang ketika menjelang pilpres termasuk paling sering nyinyir kepada Jokowi. Dia pernah menyebut revolusi mental Jokowi gagal dan punya rekam jejak yang buruk. Eh, ternyata si Jansen sendiri yang gagal lolos ke Senayan.

Sesudah Jokowi menang, dia pula yang mengatur-atur bagaimana seharusnya Jokowi bersikap kepada Demokrat.

Kenapa mereka yang dulu sibuk melawan Jokowi, sekarang dengan pedenya bersikap seolah menjadi pahlawan kesiangan?

Yang lucu lagi si Dahnil Anzar Simanjuntak. Entah dapat ide dari mana, tiba-tiba dia merasa jadi pihak tengah antara hubungan Rizieq Shihab, pemegang rekor umrah terlama, dengan pemerintah. "Beri kesempatan Habib Rizieq kembali ke Indonesia, semua saling memaafkan, kita bangun lagi toleransi."

Si Dahnil lupa, kasus Rizieq sudah di-SP3. Wong tinggal pulang aja gak berani, takut katanya. Dahnil juga lupa siapa yang sibuk mencaci maki pemerintah dari Saudi sana, mengobarkan api makar dengan ceramah-ceramahnya. Terus, sekarang Jokowi yang disuruh rekonsiliasi?

"Mak lu kiper!" kata seorang teman waktu baca twit Dahnil itu.

Kenapa mereka yang dulu sibuk melawan Jokowi, sekarang dengan pedenya bersikap seolah menjadi pahlawan kesiangan?

Jawabannya adalah karena tidak tahu malu.

Politik Indonesia memang kotor. Ada pemeo yang mengatakan, "Dalam politik tidak ada kawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi."

Tapi itu zaman sebelum Jokowi, di mana politik yang tercipta adalah dagang sapi. Kemarin lawan, ke depan berangkulan. Yang penting sama-sama kenyang. Tidak peduli rakyat mereka provokasi sampai kehilangan nyawa membela sesuatu yang gak ada, bagi para politikus busuk itu semua hanya "senda gurau belaka".

Menyakitkan memang melihat tingkah mereka yang tanpa malu bisa membalik lidah sesukanya. Dan saya yakin, Jokowi sendiri mau muntah melihat gaya-gaya mereka.

Yang saya tunggu sikap Rizieq Shihab. Karena kebelet mau pulang, bisa saja tiba-tiba dia bersuara, "Ayo kita dukung Jokowi karena dia Presiden yang sudah dipilih dan Tuhan sudah merestui." Lalu kirim surat ke istana, "Pak, tulung dong dah gak kuat nih. Mana kos-kosanan sekarang mahal lagi, juga kangen ma soto Betawi. Tulung."

Mungkin Jokowi baca sambil melengos, "Mak lu kiper!"

Seruput dulu ahhh.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
Denny Siregar: Demo Bela Somad
Mereka ingin kembali demo dengan konsep bela ulama, bela Abdul Somad. Demi menjaga tensi panas sebagai simbol perlawanan. Tulisan Denny Siregar.
Denny Siregar: Umat Islam, Belajarlah ke Umat Kristen
Sesungguhnya, berada dalam lingkup mayoritas bukan hal yang menyenangkan. Opini yang ditulis oleh Denny Siregar.
Denny Siregar: Grand Design di Balik Rusuh Papua
Ada grand design yang sedang dikerjakan ketika terjadi kerusuhan di Papua Barat. Tulisan opini Denny Siregar.