Untuk Indonesia

Denny Siregar: Jokowi Lemah pada Kelompok Radikal?

Banyak yang bertanya kepada saya, 'Kenapa Jokowi kok lemah terhadap kelompok radikal?' Tulisan opini Denny Siregar.
Jokowi datang ke Arab Saudi atas undangan dari Raja Salman. (Foto : Instagram/@m.bahrunnajach)

Oleh: Denny Siregar*

Banyak yang bertanya kepada saya, "Kenapa Jokowi kok lemah terhadap kelompok radikal? Kenapa mereka gak dihajar sekalian saja biar negeri ini aman?"

Ah mendengar pertanyaan seperti itu, saya jadi ingat ketika ngobrol dengan para petinggi Banser NU. "Yang kami takutkan itu bukan kelompok radikal kecil itu, yang kami takutkan adalah anggota-anggota Banser kami yang berjumlah jutaan orang. Bayangkan, seandainya mereka tidak sabar saat selalu diprovokasi, maka ada gerakan besar untuk menghancurkan kelompok radikal itu.

Tapi efek negatifnya adalah akan banyak korban jika kami begitu. Dan dampak besarnya jika terjadi chaos, adalah ekonomi akan lumpuh. Investasi asing mandek. Dan dampak ini akan membawa negeri ini menjadi suram, dimana malah pertumbuhan radikalis semakin besar."

Benar juga. Anggota Banser yang sekitar 4 juta orang itu di seluruh wilayah Indonesia, tidak bisa dibandingkan dengan kelompok radikal itu yang kecil tapi berisiknya bukan main. Kalau Banser bergerak, mereka hancur. Tapi kehancuran juga bagi negeri ini karena akan selalu terseret konflik berkepanjangan.

Jokowi bukan lemah terhadap kelompok radikal itu, ia mempunyai cara berbeda.

Jokowi juga bisa memukul mereka, mudah sekali. Tapi ya, dampaknya negara akan sibuk dengan pertikaian antar kelompok. Padahal yang dibutuhkan negeri ini untuk menjadi negara maju adalah pembangunan, ekonomi, pangan sampai kedaulatan atas sumber daya alam.

Jika Jokowi ingin mengedepankan ego demi pencitraan, tentu ia akan bersikap keras seperti Duterte, Presiden Filipina misalnya. Tapi Indonesia bukan Filipina. Dan ormas radikal bukan pengedar narkoba, yang tidak akan mendapatkan legitimasi dari negara mana saja. Ormas radikal ini membawa nama agama, yang bisa mereka pelintir ke dunia internasional bahwa Jokowi sedang menghancurkan Islam.

Ini yang terjadi pada Presiden Suriah Bashar Assad, ketika memukul kelompok-kelompok radikal itu dan malah membesarkan mereka. Mereka mendapat dukungan dari berbagai negara yang memang sudah punya agenda tertentu untuk Suriah.

Jokowi bukan lemah terhadap kelompok radikal itu, ia mempunyai cara berbeda.

Salah satu caranya adalah mencerdaskan bangsa Indonesia dengan membangun koneksi komunikasi antar mereka, antar pulau, antar wilayah. Ketika infrastruktur terbangun, maka orang di pedalaman akan tercerdaskan dan tidak mudah digiring dengan nama agama oleh mereka yang punya kepentingan.

Itulah musuh terbesar bangsa ini, kebodohan dan kemiskinan. Dua faktor utama ini yang membuat orang menjadi radikal dan mudah dibodohi atas nama agama.

Untuk memperbaiki kerusakan yang sudah berlangsung lama ini, bukan waktu sebentar. Perlu proses panjang, tetapi tahapan-tahapannya sudah jelas.

Jadi hati-hati terhadap orang yang ingin menyelesaikan masalah bangsa ini dengan cara radikal juga, dengan main hantam. Ia tidak akan menyelesaikan akar masalah yang ada, malah memperkeruh suasana, membangun perang saudara

Kelebihan negeri ini dibanding negeri Timur Tengah, adalah kita mampu menahan diri untuk berbuat sesuatu yang dampaknya akan menjadi lebih parah. Kita mampu membangun konsep kesatuan daripada terpecah belah dengan kekerasan.

Itulah kenapa kita harus menghargai orang tua kita dahulu yang bisa membangun kesatuan lewat Sumpah Pemuda. Negeri ini negeri istimewa dimana semua suku, ras dan agama sepakat untuk mendirikan negara Kesatuan, bukan serikat apalagi kesultanan.

Jokowi bukan pemimpin lemah. Justru kekuatannya adalah ketika ia mampu menahan amarah demi keselamatan bangsa yang lebih besar

Seruput kopinya.

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait