Denny Siregar: Benarkah Wewe Gombel Itu Ada?

Ayo masuk, sudah magrib, nanti digondol wewe gombel lho. Kata orang tua zaman dulu supaya anak nurut. Benarkah wewe gombel itu ada? Denny Siregar.
Ilustrasi - Kita adalah apa yang kita bayangkan. (Foto: Tagar/Unsplash/Belinda Fewings)

Sebenarnya saya sudah lama mengingatkan akan terjadi keributan masalah Omnibus Law dan Undang-Undang Cipta Kerja ini. Kenapa? Karena apa pun yang berhubungan dengan "nasib seseorang", apa pun keputusannya pasti akan ribut. Ada yang tidak puas, itu pasti. Lagian keputusan apa sih yang bikin semua orang puas? Apalagi ini keputusan untuk satu negara, dengan penduduk hampir 300 juta jiwa, pasti ada saja yang tidak puas.

Begitulah, UU Cipta Kerja pasti keluar dan sebagian buruh juga pasti demo. Itu sudah seperti hukum alam yang tidak bisa ditolak. Yang bisa dilakukan pemerintah hanya meredam, karena melarang demo itu sungguh tidak mungkin. Miriplah dengan UU KUHP dulu, UU Cipta Kerja ini penuh dengan pelintiran-pelintiran penafsiran. Tidak banyak orang yang bisa berbahasa hukum, apalagi sekelas baca peraturan Undang-Undang.

Nah, yang dipelintir ini biasanya penafsirannya, dibikin negatif dan mencekam, supaya orang takut. Dan kalau orang sudah takut, mereka akan turun ke jalan. Ini memang teori propaganda lama. Ciptakan ketakutan, maka isu akan cepat menyebar. Karena ketakutan itu seperti virus, cepat sekali menular.

Kita juga dulu waktu kecil sering ditakut-takuti sama orang tua kita supaya nurut, "Ayo masuk, sudah magrib. Nanti kamu digondol wewe gombel, lho." Begitu biasanya. Dan kita, meski enggak tahu wujudnya wewe gombel seperti apa, langsung nurut karena takut. Takut terhadap apa yang ada di pikiran kita yang diciptakan oleh orang tua.

Bukan malah mencari fakta, "Benarkah wewe gombel itu ada?" Dan penyakit takut terhadap apa yang ada di pikiran kita itu masih ada sampai sekarang. Bahkan menyerang bukan saja orang yang punya pendidikan rendah, bahkan yang profesor pun masih bisa terjangkit ketakutan yang sama, kalau materinya dia tidak mengerti.

Misalnya ada Profesor yang takut dahinya dikasih scan suhu panas karena katanya itu bisa menyebabkan radang otak. Kan itu gila, apa hubungannya? Dan karena yang ngomong Profesor, akhirnya banyak yang men-scan suhu tubuhnya lewat tangan. Makin enggak ada hubungannya. Akhirnya jadilah gila berjemaah.

Kembali ke Undang-Undang Cipta Kerja, ketakutan masyarakat itu diciptakan lewat hoaks-hoaks yang beredar di grup-grup WhatsApp. Ada yang bilang nanti pengusaha mudah mem-PHK karyawan. Ini kan bikin geli. PHK itu ya ada aturannya, enggak bisa sewenang-wenang. Dan ini sudah diatur Undang-Undang.

Miriplah dengan UU KUHP dulu, UU Cipta Kerja ini penuh dengan pelintiran-pelintiran penafsiran.

Menteri Teten: Omnibus Law UU Cipta Kerja Perkuat UMKM

Aksi buruh tolak UU CiptakerIlustrasi - Demontrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja. (Foto: Tagar/CNN)

Lagian kalau perusahaan mau PHK, pasti alasannya kuat. Kalau enggak karena situasi sulit, pasti yang di-PHK bukan karyawan yang pintar dan dibutuhkan perusahaan. Biasanya yang kena PHK karena karyawan itu skill kerjanya enggak upgrade-upgrade, malas dan lamban, dan tuntutannya enggak karuan. Pengin kaya, tapi kerjanya enggak ada. Disuruh, "Ya sudah kalau begitu kamu jadi bos saja." Eh malah ngotot, "Terus modalnya dari mana?" Yang ginian mending pecat saja, daripada kayak bisul, pecah enggak, sakit iya.

Ada lagi hoaks yang bilang dengan Undang-Undang Cipta Kerja ini salat Jumat ditiadakan. Ini kan tambah gila. Mana mungkin pemerintah meniadakan salat Jumat. Wong DPR-nya yang memutuskannya banyak yang muslim, Jokowi juga sebagai Presiden itu muslim, Wapresnya apalagi dikenal sebagai ulama. Kan enggak mungkin meniadakan salat Jumat?

Tapi hoaks-hoaks berisi ketakutan inilah yang menyebar ke masyarakat, dan cepat sekali diterima karena ya seperti virus itu, cepat menular. Bahkan anak saya bilang, teman-temannya di SMA sibuk membahas tentang Undang-Undang Cipta Kerja dengan marah-marah. Ya saya ketawa, wong masih SMA saja sudah membahas Undang-Undang, memang mereka mengerti bahasa hukum apa? Pasti enggak mengerti, dan akhirnya berpatokan pada, "Katanya si ini, katanya si itu." Begitulah penafsiran itu dipelesetkan.

Baca juga: Mendagri: Cipta Kerja Bikin Anak Muda Gampang Buka Usaha

Seharusnya kita paham, Omnibus Law ini diciptakan supaya dunia kerja kita semakin banyak. Dengan Omnibus Law, perizinan akan lebih ringkas, investasi asing juga tidak takut bikin pabrik di sini, tenaga kerja akan ter-upgrade supaya tidak kalah dengan tenaga kerja di Vietnam misalnya.

Kita akan menjadi negara yang bisa bersaing dengan negara lain. Kalau enggak bisa bersaing, ya matilah kita. Jadi, jangan dengarkan para Ketua Serikat Pekerja itu. Mereka ada agenda-agenda tertentu untuk kepentingan mereka pribadi. Meski Undang-Undang sudah dibicarakan oleh Presiden kepada mereka, mereka akan tetap mengajak demo karena demo itu mata pencaharian mereka.

Juga jangan dengar partai-partai yang memanfaatkan situasi. Menuju 2024 mereka sudah siap mencari simpati. Seolah-olah pro-rakyat, tapi kalau mereka berkuasa, merampok paling banyak, "Katakan tidak pada korupsi!" 

Tapi jujur dulu dengan masalah yang sama di demo RUU KUHP, saya terkesan dengan gaya Yasonna Laoly waktu dia membantai pemikiran salah para mahasiswa yang katanya generasi penerus bangsa itu. Gaya Laoly inilah yang kita butuhkan karena ia mantan aktivis waktu mahasiswa, tahu bagaimana cara berbicara kepada mereka.

Pesan akhir dari saya, jangan mudah termakan hoaks apa pun itu. Diam sejenak, jangan mudah terprovokasi oleh yang suka ribut. Jangan sampai handphone kita lebih smart dari otak kita. Dunia semakin kompetitif, upgrade skill Anda, jangan mau kalah dengan tenaga kerja asing atau TKA. 

Dan kalau Anda sudah capek jadi buruh karena merasa tertindas oleh pengusaha, mungkin ini waktu yang tepat berpikir untuk menjadi wiraswastaran. Lebih enak, waktu kita yang menentukan, dan jadi bos meski usaha tidak sebesar banyak orang. Saya dulu juga buruh kok, sekarang sudah bisa hidup lebih merdeka. Seruput kopinya untuk para buruh yang masih waras dan berlogika.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Omnibus Law Cipta Kerja, Yasonna Laoly Tampung Semua Fraksi DPR
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan pemerintah menerima masukan dan catatan fraksi-fraksi DPR dalam Omninus Law Cipta Kerja.
Usai Ketok Omnibus Law Cipta Kerja Gedung DPR Dijual Murah
Usai ketok palu persetujuan Omnibus Law Cipta Kerja dijadikan undang-undang (UU) ada candaan gedung DPR dijual murah.
Bola Panas Omnibus Law Cipta Kerja di Tangan Presiden Jokowi
Gema Keadilan Jateng menilai bola panas persoalan Omnibus Law UU Cipta Kerja saat ini berada di tangan Presiden Jokowi.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.