Dengan Atau Tanpa Data, Kemiskinan Selalu Jadi Senjata

Terlepas dari klaim data yang dijadikan bahan melontarkan tuduhan, isu kemiskinan memang selalu menarik untuk dijadikan senjata menyerang lawan politik.
Presiden Jokowi bukan tak hirau dengan serangan oposisi terkait kebijakannya mengelola negara. Namun tentu, pembantunya yang menguasai bidang yang dijadikan medan serangan itu yang perlu meluruskan.

Jakarta, (Tagar 31/7/2018) – Genderang perang mulai ditabuh. Kompetisi Pilpres 2019 sejatinya sudah mulai sejak sekarang. Walau pendaftaran calon presiden dan wakil presiden belum ada, koalisi oposisi mulai menjadikan isu kemiskinan sebagai senjata. Meski data entah dari mana, segala hal yang membawa nama rakyat memang bisa direkayasa seolah fakta untuk menyerang sang petahana.

Adalah Ketua Umum Partai Gerindra yang mulai bermain kata. Prabowo Subianto langsung menyerang petahana, Presiden Joko Widodo dengan mengangkat kemiskinan bangsa. Menurutnya, "Mata uang kita tambah, tambah rusak, tambah lemah. Apa yang terjadi adalah dalam 5 tahun terakhir kita tambah miskin, kurang-lebih 50% tambah miskin," demikian pidatonya di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Jumat (27/7), dalam acara Ijtima Ulama.

Acara Ijtima Ulama sendiri dilaksanakan oleh kumpulan ulama yang selama ini memang jadi pendukungnya.

Sebelumnya, dalam konferensi pers usai bertemu Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melemparkan bola api terkait isu yang sama, kemiskinan.

"Yang paling penting menyangkut ekonomi dan kesejahteraan rakyat adalah penghasilan atau income dan daya beli golongan orang mampu dan golongan orang miskin yang kita sebut dengan the bottom fourty, 40% kalangan bawah yang jumlahnya sekitar 100 juta orang. Itu sorotan kami karena ada persoalan di situ," kata SBY.

Dasar penggunaan 40% kubu SBY mengacu Bank Dunia yang membagi kelompok penduduk di setiap negara menjadi tiga bagian, yaitu kelompok berpendapatan rendah sebanyak 40%, penduduk berpendapatan menengah 40%, dan penduduk berpendapatan tinggi sebanyak 20%.
Pidato kedua tokoh nasional yang kini bergabung dan mengambil sikap berlawanan dengan pemerintah itu dimaklumi sebagai serangan ‘pemanasan’ ke pemerintahan saat ini yang juga calon presiden petahana, Joko Widodo.

Keduanya menggunakan kemiskinan sebagai senjata. Bicara kemiskinan, tentu akan menggugah emosi siapa saja. Dan isu yang digunakan ini bisa juga dikatakan wajar, jika dialamatkan ke rivalnya di pemilihan presiden 2019, Joko Widodo.

Pertanyaannya, benarkah tuduhan kedua lawan politik Presiden Joko Widodo itu? Adakah data yang digunakan untuk menunjang tuduhannya?

Terlepas dari klaim data yang dijadikan bahan melontarkan tuduhan, isu kemiskinan memang selalu menarik untuk dijadikan senjata menyerang lawan politik. Apalagi, lawan politik yang diserang adalah petahana yang tengah menata segala masalah bangsa.

Presiden Jokowi bukan tak hirau dengan serangan oposisi terkait kebijakannya mengelola negara. Namun tentu, para pembantunya yang menguasai bidang yang dijadikan medan serangan itu yang harus mengeluarkan data pembandingnya.

Ini bukan soal membantah tudingan semata. Lebih utama bagi pemerintah adalah menyamakan persepsi dan kesahihan data, tentunya. [o]

Berita terkait
0
Anak Idap Lumpuh Otak, Sang Ibu Perjuangkan Ganja Medis Legal di CFD
Seorang Ibu Viral setelah melakukan aksinya dalam berjuang melegalkan Ganja Medis di Indonesia demi anaknya yang mengidap lumpuh otak.