Demokrasi Digital di Tengah Ketaksiapan Warganet

Demokrasi digital semestinya disongsong dengan sikap kedewasaan,tidak dimanfaatkan untuk caci maki. Hal yang belum terjadi di negeri ini.
Partai politik peserta pemilu 2019. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Demokrasi digital merupakan sebuah upaya untuk mengimplementasikan konsep demokrasi tanpa terkungkung limitasi waktu, ruang, dan kondisi fisik lainnya. Definisi Hacker dan Dick ini memberikan keterangan yang jelas kemajuan teknologi informasi telah merambah jauh ke hampir semua sisi kehidupan. Termasuk politik dalam, hal ini demokrasi.

Alfin Toffler pernah menerbitkan karyanya yang diberi judul Future Shock, 49 tahun lalu. Ia mengatakan bahwa banyak orang yang tersentak dan tersadarkan akan perkembangan teknologi yang sangat cepat. Prediksi Alfin Toffler itu menjadi kenyataan dan sekarang kita telah rasakan. 

Kehidupan manusia saat ini seolah tidak menafikan kenyataan bahwa manusia yang hidup pada generasi ini adalah manusia informasi, manuisa cyber, manusia online, dan lain-lain. Arus informasi yang tidak terbatas itu menjadi alasan utamanya. Namun, dalam kehidupan serba online itu, isu demokrasi menjadi menarik untuk dibahas dalam kacamata partisipasi politik.

Teknologi informasi yang ada membawa sifat yang terbuka dan interaktif. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang terbuka dan menginginkan adanya interaktif pula. Tidak heran jika teknologi informasi berdampak langsung terhadap meningkatnya partisipasi politik warga negara. 

Pemanfaatan teknologi informasi, terutama media sosial, memberi satu gambaran demokrasi baru. Demokrasi yang didukung oleh media sosial dalam mendorong warga negara untuk aktif dengan lebih efisien dalam memberikan pandangannya. Wajah baru demokrasi ini diberi nama cyberdemocracy. Demokrasi ruang maya atau lebih popular  dengan sebutan demokrasi digital.

Terlihat ada ketidaksiapan dari warganet di Indonesia dalam berdemokrasi di dunia maya.

Kemudahan dan efisiensi yang dimiliki media sosial ini dimanfaatkan banyak pihak dalam berdemokrasi. Tidak sedikit tokoh politik nasional yang memanfaatkan media sosial itu sebagai alat dalam menyampaikan kritik dalam merespon kebijakan pemerintah. Misalnya, saja Rocky Gerung yang hampir setiap saat cuitan-cuitannya memenuhi lini masa media sosial Twitter

Nama lain yang sering muncul di Twitter adalah Muhammad Said Didu, Fadli Zon, Mahfud MD, Fahira Idris, dan masih banyak lagi. Hal yang tidak kalah ramai juga  cuitan warganet biasa. Mereka inilah yang menggambarkan dengan jelas posisi teknologi informasi sebagai media baru demokrasi. Mereka menjalankan demokrasi partisipatoris melalui media sosial.

Fenomena tersebut harus dimaknai sebagai konsekuensi demokrasi digital. Kecepatan dan kemudahan menjadi kata kunci utama demokrasi digital ini. Keterlibatan publik yang semakin banyak dalam isu-isu politik terbaru tidak lepas dari kemudahan dan kecepatan itu.

Sayangnya, keadaan di lapangan tidak selalu sejalan dengan subtansi dari demokrasi partisipatoris. Kebanyakan komentar atau tweet justru tidak memberikan sumbangan pemikiran, tidak bernada membangun tetapi justru penghinaan yang sering muncul. Kata-kata dan perilaku bullying pun bertebaran di linimasa Twitter dan media sosial lainnya. Selain itu, kata-kata yang tidak pantas juga sering bertengger di linimasa media sosial. Bahkan sering ditujukan kepada tokoh-tokoh publik.

Jelas di sini terlihat ketidaksiapan warganet di Indonesia dalam berdemokrasi di dunia maya. Seolah etika berbicara di dalam dunia maya tidak diawasi oleh moralitas. Padahal, dunia maya yang terbebas dari ruang dan waktu itu tidak bebas dari etika dan moralitas sebagai manusia pada umumnya.

Memang sudah ada regulasi bermedia sosial di dalam UU ITE, namun jika tidak diimbangi kedewasaan warganet, maka UU itu percuma. Demokrasi digital yang semestinya bermanfaat untuk pembangunan tidak akan terwujud.  Yang terlihat nantinya justru hanya penangkapan di sana-sini atas dasar kasus bullying dan lain sebagainya. Tentu ini tidak enak dilihat sebagai sebuah negara demokrasi. Karena itu, kedewasaan warganet merupakan  kunci utama menyongsong demokrasi digital itu. 

*Mahasiswa S2 Ilmu Politik Universitas Nasional, Direktur Kaukus Politik dan Demokrasi

Baca opini lain:

Berita terkait
Indonesia Menjadi Mesin Digital Asia Tenggara
Menkominfo memproyeksikan Indonesia menjadi negara digital. Pembangunan infrastruktur komunikasi dan informasi digencarkan di seluruh negeri.
Strategi Pengembangan Ekonomi Digital Ala Menristek
Menristek dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro membeberkan strategi pengembangan ekonomi digital.
8 Nama Calon Ketua Umum Golkar Tanpa Airlangga
Tercatat 8 nama telah mengambil formulir pendaftaran Bakal Calon Ketua Umum Partai Golkar. Namun, nama Airlangga Hartarto tak ada.