Demo Kenaikan BBM Menyasar Jokowi dan PDIP, Ini Kata Sutrisno Pangaribuan

"Justru aksi seperti itu pintu masuk kita membongkar mafia minyak yang menghilangkan BBM bersubsidi dari SPBU. Kalau premium dan solar subsidi ada di SPBU, maka tidak ada alasan demo"
Anggota DPRD Sumatera Utara (F-PDIP) saat menerima aksi mahasiswa tolak kenaikan BBM Jenis Pertalite di Gedung DPRD Sumut, Rabu (11/4).

Medan, (Tagar 11/4/2018) - Gedung DPRD Sumatera Utara akhir-akhir ini sering didemo sejumlah kelompok mahasiswa menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Sebut saja di antaranya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII) Kota Medan dan yang terakhir dari sejumlah BEM Mahasiswa di Sumut pada 9 April 2018 yang lalu.  

Kelompok tersebut berunjuk rasa menuntut agar Presiden Republik Indonesia Joko Widodo segera diganti. Selain itu, mereka menuntut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai penguasa bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Baik Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi maupun PDIP sebagai partai berkuasa, oleh mahasiswa dianggap gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama yang dianggap masyarakat kelas bawah.

Menanggapi sejumlah aksi mahasiswa tersebut, anggota DPRD Sumut Fraksi PDIP Sutrisno Pangaribuan mengatakan, aksi mahasiswa itu hal yang biasa dalam era demokrasi.

"Selama masih ada mahasiswa yang memperjuangkan nasib bangsa dan negara berarti negara kita baik-baik saja. Tidak akan bubar," ujar Sutrisno di Medan, Rabu (11/4).

Sutrisno juga mengatakan pihaknya tidak perlu membangun kecurigaan terhadap aksi menolak kenaikan BBM, sebab ada fakta bahwa BBM jenis Premium hilang dari SPBU.

"Justru aksi seperti itu pintu masuk kita membongkar mafia minyak yang menghilangkan BBM bersubsidi dari SPBU. Kalau premium dan solar subsidi ada di SPBU, maka tidak ada alasan demo," ucapnya.

Kenaikan BBM non subsidi, lanjut Sutrisno, tidak akan menjadi masalah sepanjang BBM subsidi seperti bensin dan solar ada di SPBU.

"Kenaikan BBM non subsidi menjadi masalah karena BBM subsidi hilang dari SPBU. Maka sikap menteri ESDM menjadi rujukan kita bahwa BBM bersubsidi tidak boleh hilang dari SPBU," ujarnya.

Pasokan premium yang diusulkan Pertamina tahun 2017 adalah 5 Juta Kilo Liter, sementara BPH Migas menugaskan pertamina mendistribusikan 7,5 Juta Kilo Liter  BBM jenis premium diluar Jawa madura dan bali tahun 2018.

"Maka hilangnya BBM Premium dari SPBU, harus menjadi pintu masuk kita mengejar mafia Migas," tegasnya.

Namun, Sutrisno menyayangkan sikap mahasiswa yang menolak kenaikan BBM non subsidi dikaitkan dengan isu akan mengganti Presiden Jokowi.

"Jelas itu salah alamat dan ada pesanan politik. Sesat berpikir kalau ada tuntutan menurunkan Jokowi hanya karena BBM non subsidi naik. Kenaikan Pertalite tidak berdampak pada tarif angkutan umum dan kenaikan bahan-bahan pokok. Kendaraan umum dan transportasi logistik kan pakai BBM subsidi," sebutnya.

Dikatakannnya kalau ada yang menyebut kenaikan BBM non subsidi berpengaruh dengan rakyat, itu hanya klaim sepihak. Akhirnya aksi penolakan kenaikan Pertalite merusak hakikat gerakan mahasiswa yang murni, bebas, mandiri dan independen.

"Seharusnya mereka mengapresiasi Jokowi yang memastikan BBM satu harga seluruh Indonesia. Mereka yang demo menolak kenaikan BBM. Padahal sehari-hari menggunakan premium adalah pendemo yang kebablasan, dan pasti berhubungan dengan manuver politik kelompok anti pemerintah," tandasnya. (wes)

Berita terkait