Jakarta, (Tagar 16/11/2018) - Jumat malam pekan lalu itu sedang hujan gerimis di kawasan Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat. Pada bangunan Rumah Duka di bagian belakang rumah sakit, tampak dua ruangan yang kontras.
Satu ruangan terlihat sangat ramai, banyak makanan, tamu hilir-mudik berganti, menyanyikan lagu-lagu penghiburan untuk jenazah. Sedangkan satu ruangan terlihat lengang, hanya ada peti jenazah dan deretan kursi kosong.
Dalam peti jenazah di ruangan yang lengang itu tersimpan bagian organ tubuh Petrus Rudolf Sayers, korban Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.
Di luar ruangan yang lengang tersebut terhitung ada tujuh orang duduk di kursi, sebagian duduk di kursi, sebagian berdiri. Ada anak dan kerabat Yuke Meiske Pelealu, istri pertama atau istri sah Petrus, ada anggota DPR, dan ada wartawan.
Di antara kerabat ada seorang pria bertubuh tambun, bicara sangat banyak dengan dark jokes-nya. Sementara seorang laki-laki anggota DPR tampak bosan, kadang memejamkan mata.
Baca juga Istri Pertama Petrus: Mereka Hanya Ingin Surat Kematian Suami Saya
"Itu orang Fakfak," kata si pria tambun tentang jenazah di ruangan sebelah yang ramai.
Ia mengomentari puluhan bunga duka cita di teras ruangan sebelah, membandingkan dengan bunga duka cita untuk Petrus yang hanya tiga.
Pria tambun itu terus saja bicara, dengan dark jokes tentang Petrus dengan gaya hidupnya yang rumit. "Kalau dibikin senetron mungkin udah sampai episode seribu," katanya.
Ia juga bicara mengapa istri kelima ngotot menuntut surat kematian Petrus, mengapa istri kedua ikut-ikutan istri kelima, mengapa istri ketiga dan keempat memilih diam, tidak ikut-ikutan.
"Jangan gitu lah, Om. Nanti papah dengar," celetuk anak pertama Petrus, saat pria tambun itu bercerita tentang sesuatu yang sangat sensitif.
Istri Kelima yang Memesan Rumah Duka
Asep, staf Rumah Duka RS Dharmais menjelaskan pada Tagar News, Jumat (9/11), pada awalnya Levina istri kelima Petrus yang menyewa rumah duka, membawa jenazah Petrus ke sini.
Levina bahkan sudah membuat pengumuman, akan memakamkan jenazah Petrus di Menteng Pulo, Jakarta, lengkap dengan keterangan hari, tanggal dan jam. Pengumuman itu dituliskan dalam sebuah kertas, ditempel di pintu kaca.
Levina yang disebut bekerja di Polda, sempat mendatangkan anggota polisi dan TNI ke rumah duka untuk mengusir keluarga istri pertama.
Pada saat itu istri pertama dibantu keluarga dari Bandung dan Tanjung Pinang.
Pihak rumah sakit meminta kedua belah pihak untuk tidak ribut, agar menjaga kedamaian di rumah duka.
Keributan pada hari itu berhasil dicegah.
Levina tidak pernah terlihat di rumah duka, namun ia seperti terus mengawasi. Terbukti, ketika dua jam jelang masa sewa habis, pihak keluarga istri pertama membayar untuk memperpanjang sewa. Pihak rumah sakit akan mengembalikan uang pembayaran tersebut, mengikuti permintaan Levina. Namun, keluarga istri pertama menolak.
Keluarga istri pertama juga mencoret jadwal penguburan yang dibuat Levina, dan punya rencana sendiri untuk membawa jenazah Petrus ke Manado untuk dimakamkan di sana.
Istri Pertama Laporkan Istri Kelima ke Polisi
Yuke Meiske Pelealu istri pertama Petrus melaporkan Levina Natascha Subekti istri kelima Petrus ke polisi dengan tuduhan pemalsuan akta kawin.
Sebelumnya, Lion Air memberikan surat kematian Petrus yang asli pada Levina. Belakangan Lion Air menganulir keputusan itu dan membuat surat keterangan baru bahwa Yuke yang berhak menerima surat kematian Petrus.
Levina tidak diketahui keberadaannya. Ia saat ini berstatus buronan polisi.
Jumat tengah malam pada waktu itu, Yuke muncul di rumah duka dengan fotokopi surat kematian Petrus. Keesokan harinya ia dan keluarga menerbangkan jenazah Petrus ke Manado. []