Daeng Gasing, Pengayuh Becak yang Semakin Terasing di Makassar

Minggu pagi bersama Daeng Gasing, pengayuh becak yang semakin terasing di Makassar.
Becak yang semakin terasing di kota-kota besar di Indonesia termasuk di Makassar, Sulawesi Selatan. (Foto: Istimewa)

Makassar, (Tagar 24/3/2019) - Sebelum menjamurnya model transportasi berbasis online atau (Ojol) di Kota Makassar, di era 80an hingga 90an becak sangat digemari di Kota Makassar.

Kendaraan roda tiga, dan pengemudinya di belakang tersebut merupakan kendaraan favorit untuk sekadar jalan-jalan, ke pasar atau ke Pantai Losari ketika malam Minggu tiba.

Namun kini, semakin berkembangnya zaman, becak mulai terpinggirkan bahkan sedikit demi sedikit hilang di Kota Makassar.

Tagar News menelusuri Kota Makassar, Minggu (24/3) pagi, hampir sepanjang jalan protokol dan jalan-jalan ramai di Kota Makassar tak satu pun ditemui kendaraan bertenaga manusia tersebut.

Beruntung, awak media ini menemukan salah satu becak yang sedang mangkal menunggu penumpang, di bilangan Jalan Chairil Anwar. Awak media ini mencoba menemui sang pemilik becak, yang kelihatan ramah, namun enggan diabadikan wajahnya oleh kamera.

Daeng Gasing (67) tahun, sebagai pemilik becak tersebut bercerita awal mulanya dia menjadi pengemudi becak. Bahkan dari kerjanya sebagai pengemudi becak, dia sudah menyekolahkan tiga anaknya hingga tamat SMA.

“Saya mengemudi becak sejak tahun 80an, dulu banyak sekali becak, namun sekarang sudah mulai hilang, mungkin banyak yang sudah beralih ke ojek yang pakai HP Android itu,” ujarnya kepada Tagar News.

Jika kamu sudah punya anak, sekolahkan mereka setinggi-tingginya, karena zaman mereka nantinya akan berbeda seperti zaman kamu. Dan jangan sampai mereka menjadi sampah masyarakat.

Pria asli Kabupaten Jeneponto Sulsel tersebut tidak mempermasalahkan hadirnya transportasi online yang membuatnya tergerus dan tidak dilirik oleh penumpang.

“Jangan salahkan ojek online yang banyak sekarang, begitu memang, habis masanya pakai kendaraan tenaga manusia, lagian juga kendaraan online itu murah. Saya tidak menyalahkan mereka, kan tergantung penumpangnya, dia mau naik itu atau mau naik becak,” tuturnya dengan dialeg Makassar yang cukup kental

“Buat apa kita ribut dan persoalkan ojek online, rezeki itu sudah ada yang atur, Nak. Tidak ada gunanya juga kita protes kenapa model transportasi online itu menjamur. Ini eranya sudah berubah, bukan lagi zaman dulu-dulu, tidak ada juga gunanya kembali ke masa lalu, intinya kita tetap berpikir positif,” terang ayah tiga anak yang buta huruf ini.

“Dulu orangtua kita mengajarkan agar kita sekolah lebih tinggi, tapi kadang kami ini dulu melawan orangtua. Ternyata ada benarnya. Kalau pendidikan kita bagus, kita tidak akan ketinggalan, dan tidak akan kerja seperti ini,” katanya lagi.

Daeng Gasing merasa beruntung, ketiga anaknya bekerja lebih baik dari dirinya. “Anak saya yang pertama kerja di mal, Nak. Yang kedua sebagai tukang pembuat kursi, lemari dan tempat tidur. Dan yang bungsu perempuan ikut suaminya ke daerah lain. Mereka melarang saya gayung becak lagi, tapi saya tetap membawa becak, karena ini profesi saya sejak dahulu,” cerita sang kakek ini.

Sebelum Tagar melanjutkan perjalanan, ia sempat memberi pesan, “Jika kamu sudah punya anak, sekolahkan mereka setinggi-tingginya, karena zaman mereka nantinya akan berbeda seperti zaman kamu. Dan jangan sampai mereka menjadi sampah masyarakat.” []

Baca juga:

Berita terkait