Curahan Hati Ibu Korban Pencabulan Pesantren di Aceh

Langit rasanya runtuh ketika ia mengetahui anak laki-lakinya disodomi pemimpin pondok pesantren yang harusnya mendidik anaknya mengerti agama.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan, didampingi Kasat Reskrim AKP Indra T Herlambang, dan Kanit PPA IPDA Lilis memberikan keterangan tentang seorang pemimpin pesantren di Kota Lhokseumawe melakukan pencabulan terhadap 15 santri. (Foto: Tagar/M. Agam Khalilullah)

Aceh - Perempuan berinisial CT itu seorang ibu rumah tangga di Kota Lhokseumawe, Aceh. Ia menggeleng lemah saat ditanya kasus pencabulan yang menimpa anak laki-lakinya, yang dilakukan pemimpin pesantren tempat anaknya nyantri

Anak laki-lakinya berinisial HB adalah satu dari 15 santri korban kebejatan pemimpin dan guru pondok pesantren.

Pemimpin berinisial Al usia 45 tahun, guru berinisial MY usia 26 tahun.

CT memegang gelas dengan sorot mata menerawang. Sejurus kemudian ia membuka diri, membagi kepedihannya kepada Tagar, Jumat, 26 Juli 2019.

“Awalnya saya tidak ada curiga sedikit pun tentang kejadian ini. Saat itu saya malah senang melihat anak saya sering dibawa-bawa oleh pimpinan pesantren itu dan mereka memang sangat dekat, tapi malah seperti ini kejadiannya,” ujar CT.

Buah hatinya itu pernah bercerita, dirinya dibawa jalan-jalan dan sering diajak oleh pimpinan pesantren untuk makan di luar. Bukan hanya itu, malah anaknya itu disarankan jangan pulang lagi ke rumah, tidur di pesantren saja.

Hal mengejutkan terjadi pada 28 Juni 2019 ketika suami CT mendatangi pesantren yang ia sebut Dayah Annahla, dengan tujuan mengantarkan anak manajernya untuk mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan agama tersebut.

Pada hari itu CT mendapat telepon dari MY. MY menanyakan kabar anaknya, dan tiba-tiba menuduh dirinya melakukan pencemaran nama baik. MY juga menuduh suaminya sedang mencarinya untuk dibunuh.

Pembicaraan itu membuat CT bingung. Serta-merta ia menjemput anaknya, mencari tahu ada apa sebenarnya.

Langit rasanya runtuh saat anaknya mengatakan MY suka kepadanya. Anaknya itu sering ditanya segala hal, seperti pakai bedak apa, berapa jumlah uang belanja tiap bulan.

“Kaget saya dengan ceritanya," kata CT.

"Waktu itu suami saya datang ke pesantren untuk mengantar anak manajernya. Mungkin mereka berdua (MY dan Al) menjadi ilusi atas perbuatan yang telah dilakukannya,” kata CT.

Anaknya sambil menangis mengatakan MY telah melakukan oral seks kepadanya. Perbuatan zina itu dilakukan di pesantren.

Saya semakin kaget setelah mendapatkan informasi anak saya disumpah di pesantren itu.

Pada hari itu telepon seluler CT kembali berdering. Kali ini yang menghubunginya adalah suaminya yang meminta agar anaknya segera dibawa ke pesantren, atas permintaan AL.

CT menuruti apa kata suami. Ia membawa anaknya ke pesantren. 

Tiba di pesantren, anaknya itu disuruh mandi tobat oleh Al. Anaknya dimasukkan ke dalam bak mandi kemudian dinyatakan suci, bebas dari dosa.

Setelah prosesi mandi tobat, anaknya itu disumpah bahwa semua informasi yang terjadi di pesantren itu jangan keluar, dan apabila menceritakan kepada orang lain, akan meninggal seketika.

“Saya semakin kaget setelah mendapatkan informasi anak saya disumpah di pesantren itu. Pikiran saya semakin kacau, apa yang telah menimpa dia dan mengapa sampai seperti ini,” kata CT.

Keesokan harinya, Sabtu, 29 Juni 2019, CT menjumpai orang tua santri lain yang dekat dengan anaknya. Ia mencari tahu informasi yang detail. Dan ia mendapatkan informasi yang sangat mengejutkan, santri teman anaknya itu pernah disodomi di pesantren, demikian pula dengan anaknya.

Tanpa berpikir panjang CT langsung menghubungi Al, mengatakan anaknya ke pesantren untuk memahami ilmu agama Islam, bukan untuk disodomi.

AI dan MY itu telah melakukan pencabulan terhadap anak saya. Tidak tahu lagi saya harus mengatakan apa.

Al malah meminta agar kasus ini diredam, jangan disebarluaskan. Ia menjamin akan menyelesaikan masalah tersebut dengan baik, mencari titik temunya.

CT pulang ke rumah, melihat telepon seluler anaknya, menemukan jejak pesan AI di aplikasi Whatsapp. Pesan berupa ajakan kepada HB untuk makan di luar.

“Langsung saya larang dan jangan pernah keluar lagi dengan AI," kata CT.

"AI dan MY itu telah melakukan pencabulan terhadap anak saya. Tidak tahu lagi saya harus mengatakan apa, kenapa bisa sampai begini, padahal mereka orang mengerti agama,” tuturnya.

Tidak ingin berlarut-larut, CT mendatangi Markas Kepolisian Resor Lhokseumawe, melaporkan tragedi anaknya itu. Ia berharap pelaku pencabulan terhadap anaknya segera ditangkap, diadili dengan hukuman setimpal sesuai aturan yang berlaku.

Hingga akhirnya AI dan MY dibekuk pihak Kepolisian Resor Lhokseumawe. Diduga kuat mereka telah mencabuli 15 santri.

Waktu itu ada isu AI suka memegang bagian tubuh siswa laki-laki. Itu bukan hanya satu kali ia lakukan. Berkali-kali.

Latar Belakang Al

Al, pemimpin Pondok Pesantren Annahla. Ia pernah menjabat pembina di salah satu Madrasah Aliyah Keagamaan di Kota Banda Aceh. Diduga ia melakukan hal serupa di lembaga pendidikan itu.

R adalah seorang alumnus Madrasah Aliyah Keagamaan tersebut. Ia mengatakan saat menempuh pendidikan di sana, isu tersebut sempat mencuat, tapi tidak sampai diproses pihak kepolisian.

“Waktu itu ada isu AI suka memegang bagian tubuh siswa laki-laki. Itu bukan hanya satu kali ia lakukan. Berkali-kali,” kata R.

R mengatakan banyak siswa laki-laki mengadu kepadanya, merasa tidak nyaman. 

Sehingga ketika mendengar peristiwa di Pesantren Annahla, ia tidak kaget, demikian juga teman-temannya sesama alumni.

“Bahkan di grup WhatsApp alumni, kami kembali mengenang memori lama, dan memang sudah tidak kaget lagi,” tuturnya.

Kalau dengan cambuk sangat tidak memberikan keadilan. Satu hari saja sudah selesai.

Predator Anak

Aktivis Perempuan Aceh Azharul Husna mengatakan Al dan MY adalah predator anak, sangat berbahaya.

"Dengan adanya peristiwa itu, tidak ada lagi ruang yang aman bagi anak-anak termasuk di lembaga pendidikan agama," kata Azharul.

Ia mengatakan sangat miris mendengar peristiwa ini, seorang pemimpin dan guru di pesantren bisa berbuat hal yang dilarang dalam agama.

"Ini predator anak karena korbannya cukup banyak,” ujar Azharul.

Ia menyarankan hukuman yang diberikan kepada Al dan MY bukan hanya cambuk, karena hukuman cambuk tidak memberikan efek jera.

“Harusnya mereka dihukum dengan kurungan penjara," kata Azharul.

"Kalau dengan cambuk sangat tidak memberikan keadilan. Satu hari saja sudah selesai. Maka saya menyarankan semoga saja bisa ditinjau ulang dan harus dihukum penjara,” tutur Azharul. []

Sebelumnya:

Berita terkait
Usai Dicabuli, 15 Santri di Aceh Diajak Salat Tobat
Di pesantren di Aceh ini, anak-anak santri setelah dicabuli disuruh mandi dan salat tobat. Mereka disumpah tutup mulut selamanya.