Covid-19 Tak Kenal Batas Wilayah, Daerah dan Negara

Pemprov Jabar beri izin belajar tatap muka di kelas sekolah SMA/SMK di kecamatan zona hijau, padahal pandemi Covid-19 tidak kenal batas wilayah
Siswi SMA di Korsel belajar di kelas dengan jarak fisik dan pembatas transparan. (Foto: dw.com).

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Dalam berita “Dua Syarat Utama Sekolah Belajar Tatap Muka di Kelas”, Tagar, 5 Agustus 2020, disebutkan bahwa Pemprov Jawa Barat (Jabar) memberikan izin bagi sekolah, dalam hal ini SMA/SMK, untuk menjalankan pembelajaran tatap muka di kelas. Salah satu syarat disebutkan sekolah berada di daerah zona hijau Covid-19.

Zona hijau adalah daerah adalah daerah yang tidak ada kasus positif Covid-19 dan tidak terdampak. Di Jabar diklassfikasi ke kecamatan terkait dengan izin sekolah tatap muka di kelas.

Penetapan zona dalam kaitan pandemi atau wabah virus corona baru (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) adalah hal yang tidak masuk akal karena wilayah atau daerah dikotak-kotakkan berdasarkan kecamatan, kabupaten, kota dan provinsi. Soalnya, pada epidemi dan pandemi penyakit tidak ada batas fisik dan nonfisik serta administratif, seperti daerah dan negara.

Pandemi adalah wabah yaitu penyakit karena virus, bakteri, dll., yang berjangkit serempak di banyak tempat yang meliputi daerah geografi yang luas. Penyebab penyakit bisa ditularkan melalui media yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia.

1. Batas Administratif Daerah dan Negara Tidak Bisa Cegah Covid-19

Covid-19, misalnya, ada di dalam tubuh manusia. Maka, ke mana seseorang yang mengidap virus corona pergi virus itu pun ikut karena ada di dalam tubuhnya.

Masalahnya kian pelik karena tidak semua orang yang tertular virus corona menunjukkan gejala-gejala yang khas terkait denga Covid-19. Kasus pertama virus corona di luar China terdeteksi Bangkok, Thailand, 13 Januari 2020, pada seorang perempuan umur 61 tahun pelancong asal Wuhan, China, yang jadi tempat pertama virus terdeteksi. Jutaan warga Wuhan terbang ke puluhan negara di dunia untuk merayakan tahun baru. Kalangan ahli memperkirakan sebagian besar dari pelancong itu tertular virus corona tanpa gejala.

Bahkan, suhu tubuh mereka normal di kisaran 36 derajat Celcius. Lagi pula suhu tubuh bisa turun jika seseorang meminum obat penurun panas. Ini terjadi pada seorang laki-laki WN Jepang yang masuk ke Indonesia dalam kegiatan sosial di Jakarta, Februari 2020. Pengukuran suhu tubuh di bandara lolos, tapi ketika dia kembali ke Malaysia di sana dia terdeteksi sebagai orang dengan virus corona. Ketika di Indonesia dengan suhu tubuh yang normal diperkirakan dia menularkan corona ke seorang warga Indonesia.

Fakta di atas menunjukkan tidak ada batas geografis dan administrasi negara yang bisa membatasi penyebaran virus corona. Kejadian ini terkait dengan (batas) negara yang menunjukkan tidak bisa jadi penghalang penyebaran virus corona.

Tapi, di Indonesia pandemi justru dikotak-kotakkan ke wilayah dengan pemberian warna yang dikaitkan dengan jumlah kasus positif Covid-19. Penanganan atau penaggulangan Covid-19 dengan skala nasional bukan regional atau parsial per wilayah kecematan.

2. Korea Selatan Kembali Tutup Sekolah dan Belajar di Rumah

Mobilitas warga tidak dibatasi oleh batas fisik dan administasi wilayah provinsi, kabupaten, kota, kecematan, kelurahan, desa bahkan antar rukun tetangga (RT). Ketika ada warga yang tertular Covid-19, terutama tanpa gejala, mereka melakukan perjalalan untuk berbagai keperluan antar wilayah sehingga ada risiko kontak fisik yang meningkatkan risiko penularan Covid-19.

jarak fisik di korselPembatas transparan dipasang di kantin sekolah dasar di Chuncheon, Korea Selatan. (Foto: dw.com).

Klassfikasi kecamatan dengan zona hijau tidak jaminan warga di kecamatan itu otomatis akan bebas Covid-19 karena ada pergerakan warga ke luar dan ada pula warga yang datang. Ada dengan Covid-19 tanpa gejala sehingga berisiko terjadi penularan di warga di kecamatan zona hijau, juga jika keluar dari zona hijau, tidak konsekuen dan konsisten jalankan protokol kesehatan.

Korea Selatan yang berminggu-minggu tidak mendeteksi kasus Covid-19 baru diputuskan membuka sekolah dengan protokol kesehatan yang ketat. Ternyata terjadi penularan Covid-19 di antara murid sehingga sekolah kembali ditutup.

Bandingkan dengan Indonesia yang belum mencapai puncak pandemi Covid-19 karena tidak menjalankan tes massal penyebaran virus terjadi dalam bentuk transmissi lokal yang berkelanjutan. Kondisi kian runyam ketika tes Covid-19, contact tracing sampai buntu dan isolasi tidak dijalankan serentak karena akan memberi peluang bari virus untuk menyebar melalui pergerakan warga. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Dua Syarat Utama Sekolah Belajar Tatap Muka di Kelas
Kegiatan belajar tatap muka di kelas saat Covid-19 di Jabar minimal penuhi dua syarat utama yaitu di zona hijau dan jalankan protokol kesehatan
Fraksi Golkar Jabar Tak Perlu Buru-buru Buka Sekolah
Fraksi Golkar DPRD Jabar apreasisi Pemprov Jawa Barat perpanjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk pelaksanaan sekolah tahun ajaran 2020/2021
Sekolah se-Jabar Ditutup, Siswa Belajar di Rumah
Disdik Jabar menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah se-Jabar dan menggantinya dengan pembelajaran jarak jauh di rumah.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi