China Redam Aksi Protes Pembatasan Covid dengan Pengintaian Ponsel Warga

Aparat keamanan Beijing melacak aksi protes terkait pembatasan Covid-19 lewat pengintaian ponsel untuk mengidentifikasi pelaku
Ilustrasi - Pengintaian ponsel di China. (Foto: dw.com/id - Koki Kataoka/Yomiuri Shimbun/AP/picture alliance)

TAGAR.id - Aparat keamanan Beijing melacak aksi protes terkait pembatasan Covid-19 lewat pengintaian ponsel untuk mengidentifikasi pelaku. Beberapa orang mengatakan kepada DW, ponsel mereka kelihatannya diretas. William Yang melaporkannya untuk DW.

Pihak berwenang di kota-kota di seluruh China menggunakan metode pengawasan yang canggih untuk meredam demonstrasi anti-lockdown Covid-19, menurut pengunjuk rasa dan aktivis pro-demokrasi.

Beberapa sumber mengatakan kepada DW bahwa polisi di kota-kota besar seperti Shanghai secara acak memeriksa ponsel orang di jalan atau kereta bawah tanah. Polisi juga meminta masyarakat memberikan informasi pribadi dan segera menghapus aplikasi seperti Telegram, Twitter atau Instagram.

Yang lain mengatakan mereka dipanggil oleh polisi dan telepon mereka digeledah oleh pihak berwenang. "Polisi memperingatkan saya untuk tidak menggunakan Telegram dan meminta saya untuk berhenti membagikan informasi tentang pandemi melalui perangkat lunak," kata seorang pengunjuk rasa bermarga Lin, yang menolak menyebutkan nama lengkapnya karena masalah keamanan.

"Saya tidak dihentikan di jalan. Saya menduga polisi mungkin telah mendeteksi bahwa saya telah menggunakan Telegram. Saya menerima dua telepon terpisah dari polisi, memperingatkan saya untuk tidak membagikan apa pun tentang pandemi atau protes. Ayah saya juga menerima telepon ancaman dari mereka," katanya kepada DW.

demonstrasn bongkar tenda tes covid di goangzhouPengunjuk rasa membongkar tenda tes Covid-19 di Guangzhou, Chna (Foto: dw.com/id – REUTERS)

Pengunjuk rasa menduga smartphone mereka diretas

Shengsheng Wang, seorang pengacara yang telah memberikan bantuan hukum kepada lebih dari 20 pengunjuk rasa, mengatakan polisi telah menahan orang dan menyita telepon mereka. "Prioritas polisi adalah mengakses telepon pengunjuk rasa," katanya. "Sementara beberapa dari mereka bisa mendapatkan ponsel mereka kembali setelah dibebaskan, yang lain masih tidak bisa mendapatkan ponsel mereka kembali dari polisi bahkan setelah mereka dibebaskan."

Menurut Shengsheng Wang, beberapa pengunjuk rasa di Guangzhou mengatakan kepadanya bahwa setelah memberikan nomor ID pribadi kepada polisi, ada upaya eksternal untuk masuk ke akun Telegram mereka. "Upaya peretasan terjadi ketika mereka (polisi) memiliki ponsel mereka, dan karena hal yang sama terjadi pada beberapa pengunjuk rasa, sepertinya bukan kebetulan," katanya kepada DW.

Pengunjuk rasa lain di Beijing memberi tahu Wang bahwa mereka menerima telepon dari polisi setelah berhenti sebentar di lokasi protes, tanpa dikonfrontasi oleh pihak berwenang. "Mereka tidak mengerti mengapa mereka dan teman-teman mereka semua dipanggil oleh polisi sehari setelah mereka menghentikan aksi protes," katanya. "Satu kecurigaan yang masuk akal adalah bahwa polisi mungkin telah menggunakan teknologi pengawasan untuk menentukan lokasi telepon pengunjuk rasa di tempat dan waktu tertentu."

Wang juga untuk sementara dilarang mengirim pesan grup atau berbagi status di aplikasi pesan China, WeChat.

"Saya juga menghindari telepon dari firma hukum saya karena saya tahu mereka ingin menyampaikan pesan dari departemen kehakiman setempat kepada saya," katanya.

polisi china tangkap pengunjuk rasa covidPolisi menangkap beberapa pengunjuk rasa selama aksi protes atas kebijakan lockdown Covid-19 di sebuah jalan di Shanghai, China, 27 November 2022. (Foto: voaindonesia.com/AP)

"Sedikit perhatian pada supremasi hukum”

Lokman Tsui, peneliti di Citizen Lab University of Toronto, sebuah wadah pemikir keamanan siber, mengatakan kepada DW bahwa polisi China bisa mengetahui telepon apa yang ada di lokasi tertentu pada waktu tertentu.

"Karena China adalah negara pengawasan dengan sedikit perhatian pada supremasi hukum atau hak asasi manusia, hal ini tidak sulit bagi mereka," katanya. "Salah satu cara yang cukup mudah adalah pergi ke perusahaan telekomunikasi dan menanyakan nomor telepon mana yang terhubung ke menara seluler mana pada jam berapa. Ini bisa tidak tepat dan menghasilkan kesalahan," tambahnya.

Analis lain mengatakan bahwa karena protes bersifat sangat spontan, sebagian besar peserta tidak siap untuk bergabung sebelumnya. "Beberapa pengunjuk rasa muda belum pernah berpartisipasi dalam demonstrasi seperti ini sebelumnya, jadi mereka tidak memiliki pengalaman untuk mengetahui bagaimana melindungi diri mereka sendiri," kata Yaqiu Wang, peneliti senior di Human Rights Watch.

"Bahkan beberapa pengunjuk rasa berpengalaman di China masih bisa ditangkap oleh polisi, yang menunjukkan bahwa sulit untuk menjaga diri dari semua risiko. Akan ada tingkat risiko yang berbeda, dan mereka harus berusaha sebaik mungkin untuk melindungi diri mereka sendiri dalam keadaan seperti itu," katanya.

Patrick Poon, peneliti di Institute of Comparative Law di Universitas Meiji di Jepang, mengatakan warga China yang telah berpartisipasi dalam protes atau yang masih bergabung dalam demonstrasi harus mempertimbangkan untuk menghapus aplikasi sensitif dari ponsel mereka.

"Salah satu cara untuk melindungi diri adalah dengan menghapus aplikasi yang sensitif," katanya. "Alih-alih mengandalkan satu aplikasi perpesanan tertentu, mereka juga harus mempertimbangkan untuk mendiversifikasi aplikasi yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain." (hp/yp)/dw.com/id. []

Berita terkait
China Tindak Tegas Gelombang Aksi Unjuk Rasa Menentang Pembatasan Covid yang Meningkat
Dalam video-video yang beredar di media sosial, aparat keamanan pakai APD sambil membawa tameng ketika berpatroli di jalanan Kota Guangzhou