Cerita Masa Lalu, Netralitas Aparat Diragukan Sejak Era SBY

Di penghujung masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia, SBY menyebut bahwa ada pihak yang mencoba menarik sejumlah perwira tinggi mendukung satu pasangan Capres dan Cawapres.
SBY menyebut BIN, TNI dan Polri tidak netral jelang Pilkada 2018 ini. Tapi jika kita menengok ke belakang, ketidak netralan institusi itu sudah mencuat sejak era kepemimpinan SBY sendiri. (Gilang)

Jakarta, (Tagar 26/6/2018) – Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan adanya ketidaknetralan pemerintah dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018.

Hal tersebut ia sampaikan dalam jumpa pers khusus di sela kampanye akbar terakhir pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Barat, Dedi Mizwar dan Dedi Mulyadi, di Hotel Santika, Botani Square, Bogor, Sabtu (23/6).

Ketua Umum Partai Demokrat itu menyebut Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri tidak dalam posisi netral. Informasi tersebut, menurut SBY, berdasarkan laporan yang diterimanya.

"Yang saya sampaikan ini cerita tentang ketidaknetralan oknum dari BIN, TNI, dan Polri itu nyata adanya. Ada kejadiannya, bukan hoaks. Dan, kalau ada kesalahan tidak ada prajurit yang salah, tidak ada anggota yang salah. Yang salah adalah petinggi-petingginya keblinger," sindir SBY.

Tapi jika kita menengok ke belakang, nyatanya ketidaknetralan yang dilakukan BIN, TNI, dan Polri sudah mencuat saat era kepemimpinan SBY sendiri.

Di penghujung masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia, SBY menyebut bahwa ada pihak yang mencoba menarik sejumlah perwira tinggi untuk mendukung salah satu pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).

"Informasi yang telah dikonfirmasikan, ada pihak-pihak yang menarik-narik sejumlah perwira tinggi untuk berpihak pada yang didukungnya," beber SBY dalam sambutannya saat memberikan arahan pada perwira TNI/Polri di Gedung Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (2/6/2014).

Bahkan, SBY mengaku mendapat informasi bahwa pihak tersebut meminta TNI/Polri tak mendengar arahan darinya sebagai presiden.

"Bahkan ditambahkan, tidak perlu mendengar presiden kalian, kan itu kapal karam yang udah mau tenggelam, berhenti, lebih baik cari kapal baru yang tengah berlayar dan matahari bersinar," paparnya.

Terhadap informasi itu, Presiden SBY mengimbau kepada jajaran TNI-Polri untuk tidak mudah terbujuk rayu pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menanggalkan prinsip netralitas. SBY menilai, ajakan itu tidak baik bagi diri perwira itu sendiri, merusak institusi TNI-Polri dan mencederai demokrasi.

Menanggapi itu,  Panglima TNI (saat itu) Jenderal Moeldoko pun dengan tegas mengatakan bahwa prajurit TNI akan bersikap netral pada Pemilu Presiden. Sehingga menurut Moeldoko, tidak diperlukan lagi kebijakan yang memiliki landasan hukum baru untuk mengatur posisi TNI tersebut.

"Info terakhir dari Menko Polhukam, sesuai (putusan) judicial review di MK, TNI dinyatakan bersikap netral. Sehingga tidak perlu ada lagi Perppu (Peraturan Pengganti Undang-undang)," kata Moeldoko seperti dilansir Viva, Rabu (28/5/2014).

Moeldoko berharap masyarakat tidak meragukan netralitas TNI dalam Pilpres nanti. TNI kata dia, berkomitmen tidak akan terlibat dalam pesta demokrasi rakyat untuk memilih kepala negara yang terbaik.

"Jadi masyarakat tenang saja, tidak perlu ragu-ragu. Kami pasti akan memberikan yang terbaik," tutupnya. (sas)

Berita terkait