Cerita Jakarta: R Soprapto ‘Punakawan’ Pencipta Master Plan Jakarta

Soeprapto menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985–2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
Usai di militer, dikutip dari Wikipedia, jabatan sipil yang diemban Letnan Jenderal Soeprapto adalah menjadi Sekjen Depdagri (1976–1982), Gubernur Jakarta (1982–1987), Wakil Ketua MPR Utusan Daerah.

Jakarta, (Tagar 30/7/2018) – Letnan Jenderal purnawirawan R Soeprapto, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 12 Agustus 1924 dan meninggal di Jakarta, 26 September 2009, pada umur 85 tahun,  adalah salah satu mantan Gubernur Jakarta. Kariernya dimulai dari militer dan pada tahun 1982 dia menjadi Gubernur Jakarta selama satu periode.

Sebelum menjabat sebagai gubernur, ia adalah Sekretaris Jenderal Depdagri. Dengan pengalaman kepemimpinannya, Soeprapto mencoba menangani masalah Jakarta yang kompleks. Ia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota dan juga wacananya mengenai sebuah kota besar.

Soeprapto menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Selain itu Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985–2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.

Di militer, karir Soeprapto diawali dari Danki (1945-1947), Kasi-I Resimen (1947–1950), Wadanyon 428, 441 (1951–1955), Waas III Pers Staf Ter IV (1957–1960), Danmen Taruna Akmil (1960–1964), Asisten 2/OPS Kodam VII Diponegoro (1964–1967), Kasdam XVII/Cenderawasih (1968–1969), Panglima Kodam XVI/Udayana (1970–1972), Asisten V Renlitbang Kasad (1972–1973), Asrenum Hankam (1973–1976).

Di masa pemerintahannya, Soeprapto meresmikan Schouwburg menjadi Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Farida Oetoyo (Farida Feisol) ditunjuk menjadi kepala Badan Pengelola GKJ.
Setelah diresmikan, GKJ diandalkan untuk memenuhi kebutuhan tempat pagelaran seni pertunjukan dengan materi dan bentuk berbeda pada tempat-tempat lain. 

Jika Taman Ismail Marzuki (TIM) dikhususkan untuk kesenian hasil pencarian baru, maka GKJ tampil sebagai gelanggang pertunjukan dengan usungan kualitas seni tinggi, secara artistik dan filosofis.

Gedung Kesenian JakartaGedung Kesenian Jakarta. 

Dua helatan besar kesenian langsung mengisi tak lama setelah GKJ diresmikan. Pertama, Jakarta International Performing Art pada 1990. Kedua, Art Summit Indonesia, acara berkala tiga tahunan, mulai berlangsung sejak 1995. GKJ memiliki kapasitas kursi sejumlah 472, dengan rincian 395 kursi di bagian bawah dan 77 kursi di balkon. (Achmad Sentot/Sisternet)

Punakawan
Wong Solo kelahiran 12 Agustus 1924 ini, menjadi gubernur DKI Jakarta (1982-1987) menggantikan H Tjokropranolo. R Soeprapto ketika itu menjabat sekjen Departemen Dalam Negeri. Saat Soeprapto menjabat gubernur DKI Jakarta, penataran P-4 tengah digalakkan oleh Pemerintah Orde Baru. Maksudnya supaya rakyat benar-benar menjiwai Pancasila dan UUD-45 dan memiliki kesetiaan tanpa reserve kepada pemerintah.

Bukan saja pegawai negeri sipil (PNS), juga swasta, wartawan, dan pengusaha diwajibkan mengikuti penataran. Termasuk juga para pelajar SMP/SMA, narapidana yang mendekam di penjara-penjara, bahkan tidak mau kalah, tukang becak juga ikut penataran.

Dalam catatan budayawan Alwi Shahab, penguasa Jakarta yang menyenangi tennis, dengan prinsip ‘lebih memilih sebagai punakawan, dan bersikap merakyat. Karenanya, gubernur yang menjadi komandan kompi Peta, pada masa clash II agresi Belanda itu, dan memimpin pertempuran di Semarang, tidak segan-segan mendatangi pelosok-pelosok kampung.

Sebagai pejabat yang senang makan sayur bening, botok teri, dan sesekali sate, Soeprapto selalu berpedoman pada tokoh pewayangan Semar. ”Kendati punya kekuasaan seperti dewa, Semar tidak menonjolkan diri. Lebih memilih sebagai punakawan, dan bersikap merakyat,” kata-kata yang pernah dikemukakannya.

Bangun Sub Urban dan Ledakan  di Jakarta
Ketika Soeprapto menjabat sebagai gubernur, pembangunan Jakarta tengah berlangsung besar-besaran. Maklum ketika itu keadaan ekonomi cukup baik. Maka beberapa kawasan yang sebelumnya merupakan daerah pinggiran seperti Kemang, Bintaro, Cinere, Pondok Indah, awal dimulainya pembangunan perumahan elite.

Tapi di masa gubernur Soeprapto, terjadi beberapa peristiwa besar. Seperti terjadinya kebakaran yang menghanguskan hampir seluruh gedung Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta di Jalan Medan Merdeka Barat, tahun 1985.

Sebelumnya, gudang peluru milik Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan, meledak. Peluru berhamburan hingga belasan kilometer. Meskipun jarak antara Cilandak dan Depok sekitar 20-an km, tapi nyala api akibat peledakan tengah malam ini terlihat jelas di Depok.

Di kompleks marinir ini terdapat enam gudang peluru. Dalam jarak 2 km dari gudang yang meledak, kaca-kaca rumah habis rontok. Terjadi beberapa korban jiwa. 13 meninggal dan puluhan korban luka.

Ironinya, saat itu Letjen Marinir Purnawirawan Ali Sadikin, mantan gubernur Jakarta, yang kemudian menjadi tokoh Petisi 50, lawan politik Presiden Soeharto, santer diproses pengadilan dan diisukan akan ditahan. Maka, ledakan di kompleks marinir saat itu pun bernuansa politis.

Tak sampai sebulan setelah terjadinya ledakan beruntun di Ibu Kota, terjadi peledakan di kantor BCA Jalan Gajah Mada, dan di pertokoan jembatan Metro, Glodok, Jakarta Kota. Sementara kebakaran seperti di RRI juga melanda Sarinah di Jalan Thamrin, toko serba ada pertama di Jakarta.

Gubernur Suprapto, bukan saja sering ‘turun ke bawah’, berkesenian juga merupakan kesenian yang tidak dapat dia hindari. Bahkan berlanjut terus sepanjang karirnya baik sebagai militer maupun gubernur DKI. Suprapti, istrinya juga pecinta musik dan lagu.”Jelek-jelek begini, saya bekas pemain band, lho”. katanya pada pers saat itu. [o]


Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.