Cegah Gerakan Terorisme, BNPT Akan Bentuk Rencana Aksi Nasional

Cegah gerakan terorisme, BNPT akan bentuk rencana aksi nasional. “BNPT sedang mengupayakan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme berbasis kekerasan mengarah terorisme,” ujar Andhika Chrisna Y.
Presiden Joko Widodo didampingi Menkopolhukam Wiranto (ketiga kiri), Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri), Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (ketiga kanan), Kepala BIN Budi Gunawan (kedua kiri), Kepala BNPT Suhardi Alius (kanan) dan Seskab Pramono Anung (kedua kanan) meninggalkan ruangan seusai menyampaikan keterangan kepada wartawan mengenai insiden Mako Brimob di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/5/2018). Presiden menyatakan negara dan rakyat tidak takut menghadapi tindak terorisme dan upaya yang mengganggu keamanan negara. (Foto: Ant/Puspa Perwitasari)

Jakarta, (Tagar 24/5/2018) - Untuk mencegah gerakan-gerakan yang berbau radikal dan mencegah terulangnya kejadian terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berencana mengeluarkan kebijakan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme.

“BNPT sedang mengupayakan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme berbasis kekerasan mengarah terorisme,” ujar Direktur Regional Multilateral BNPT Andhika Chrisna Y dalam Diskusi Publik Melawan Teror di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rawamangun, Jakarta, Rabu (23/5).

Berdasarkan pandangan BNPT, untuk menanggulangi masalah terorisme tak cukup hanya satu kebijakan, produk hukum yang dituangkan dalam undang-undang saja. Sebab, masalah terorisme ini lama muncul, yaitu sejak peristiwa bom Bali tahun 2002.

“Kita perlu adanya satu kebijakan pencegahan yang salah satunya pembentukan Rencana Aksi Nasional. Kenapa terorisme yang sudah sekian lama tidak pernah ada kebijakan nasionalnya. Nah ini yang menjadi salah satu alasan kenapa kita perlu membentuk Rencana Aksi Nasional,” jelasnya.

BNPT pun tak sembarang ingin membentuk kebijakan tersebut. Menurutnya, Sekjen PBB pun sudah menyerukan penyelesaian masalah terorisme dengan cara pendekatan lain yaitu dengan soft approach. Seperti halnya yang dikatakan Presiden Joko Widodo untuk tak lagi menuntaskan masalah terorisme dengan cara keras.

“Kedua ada juga seruan dari PBB. Jadi PBB menyerukan untuk menyelesaikan masalah terorisme, ini tidak bisa selalu memakai cara-cara hard. Maka, perlu dilakukan soft,” ucapnya.

PBB sendiri sudah mewanti-wanti agar Indonesia melaksanakan tujuh pilar utama sebagai bentuk pencegahan gerakan terorisme. Di antaranya adanya suatu dialog, adanya pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan pemuda dan pemudi, pemberdayaan perempuan termasuk juga kesetaraan gender.

Kemudian, sangat penting juga pemerintah memperkuat komunikasi yang strategis, khususnya tak lalai melihat perkembangan di sosial media.

”Selanjutnya, memperkuat strategic communications karena memang belakang ini gerakan extremism masuknya melalui social media,” urainya.

“Dan terakhir adalah permintaan dari Sekjen PBB bahwa bagaimana pun juga upaya untuk mencegah perlu juga good governance, human rights dan penting dilakukan negara-negara, kalau tidak percuma saja melakukan upaya pencegahan,” sambungnya.

PBB berharap Indonesia dapat menjalankan tujuh pilar tersebut sebagai anggota PBB. Meski, sebenarnya BNPT pun sudah melakukan pencegahan pada tiga hal.

“Bukan sesuatu hal yang baru karena kita sudah lakukan.  Kalau di BNPT itu kita ada Deputi tentang Pencegahan yang memfokuskan pada kontra radikalisasi, deradikalisasi, dan yang ketiga kesiap-siagaan nasional yang merupakan pengembangan dari soft approach di Indonesia,” tandasnya. (nhn)

Berita terkait
0
Panduan Pelaksanaan Salat Iduladha dan Ibadah Kurban 1443 Hijriah
Panduan bagi masyarakat selenggarakan salat Hari Raya Iduladha dengan memperhatikan protokol kesehatan dan melaksanakan ibadah kurban