Catatan Kepala Pusat Studi Kebencanaan Unhas

Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas), Adi Maulana memberikan catatan terkait gempa di Sulawesi Tengah.
Sebuah sepeda anak tertinggal di lokasi bencana tsunami di kawasan Carita, Banten, Jawa Barat, Senin (24/12/2018). (Foto : Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Parepare - Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas), Adi Maulana memberikan catatan terkait gempa berkuatan 6,9 SR yang melanda Banggai Sulawesi Tengah, Jumat 12 April 2019.

Menurut Adi Maulana, gempa tersebut disebabkan oleh pergerakan tektonik dari mikrokontinen Banggai-Sula yang bergerak dari timur ke barat dan bertumbukan dengan lengan timur Pulau Sulawesi.

"Mikrokontinent tersebut merupakan pergerakan lempeng yang berukuran kecil yang tersebar di timur Sulawesi," jelasnya saat dihubungi Tagar News, Sabtu 13 April 2019.

Kata Adi Maulana, jika dilihat peta geologinya, daerah ini merupakan salah satu daerah yang sangat kompleks dan rumit dilihat dari susunan batuannya.

"Sehingga ini merupakan hal yang biasa gempa terjadi disekitarnya," sambungnya.

Atas kondisi itu, dia berpesan jika terjadi gempa dengan getaran yang sangat kuat dan banyak masyarakat yang tinggal di sekitar pantai maka patut untuk diwaspadai.

"Jika anda tinggal disekitaran pantai dan merasakan getaran yang kuat malas harus waspada dan harus bersiap namun jangan panik. Apabila getaran terus terjadi segeralah berlari ke tempat yang lebih tinggi dengan tertib untuk menghindari gelombang tsunami yang mungkin saja terjadi," jelasnya.

Lebih jauh, ketika masyakarat sudah mengungsi harus menunggu  sekitar 1-2 jam sampai kemudian getaran tidak terasa lagui, tergantung dengan besarnya getaran dirasa, semakin besar gempa maka semakin besar potensi gempa susulan bisa terjadi.

"Tunggulah informasi dari institusi resmi pemerintah tentang kondisi terkini," kata Adi Maulana.

Intinya selalu tetap siaga, karena hanya inilah langkah paling mungkin yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya korban apabila terjadi bencana.

Bencana terjadi tidak bisa diprediksi kapan dan besarnya, tetapi kita bisa mencegah dampak yang ditimbulkan dengan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapinya. Itulah makna dan tujuan dari pendidikan mitigasi.

"Semoga stakeholder, terutama pemerintah menyadari tentang ini, sehingga bisa bersinergi untuk meningkatkan pengetahuan tentang potensi bencana yang mengancam disekitar," harapnya.

"Dengan mengetahui potensi yag ada, kita bisa membangun kesiapsiagaan kita dalam menghadapi bencana. Pada akhirnya, kita bisa membangun riselensi dan bisa menuju negara yg tangguh bencana," tandasnya.[]

Berita terkait