Buntut OTT Pamekasan, Presiden Diminta Copot Jaksa Agung

Pasca tertangkapnya seorang jaksa yang diduga menerima suap oleh KPK, Presiden Jokowi diminta untuk mengevaluasi kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo.
Jaksa Agung HM Prasetyo. (Foto: Ist)

Jakarta, (Tagar 4/8/2017) – Pasca tertangkapnya seorang jaksa yang diduga menerima suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk mengevaluasi kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo.

"Pada momentum 'reshuffle' ini, Presiden Joko Widodo harus menilai ulang kinerja Jaksa Agung," kata Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/8).

Dia mempertanyakan Jaksa Agung yang dipilihnya apakah sudah melakukan kewenangannya sesuai yang diharapkan. "Apakah Jaksa Agung sudah membawa kejaksaan dalam alas (hakikat) kejaksaan atau tidak," kata dia.

Sebelumnya pada Rabu (2/8), KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudy Indra Prasetya dan menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap sebesar Rp 250 juta untuk menghentikan kasus korupsi dana desa Dassok yang sedang diusut Kajari Pamekasan.

Dengan ditangkapnya Rudy, berarti sudah ada lima orang jaksa yang ditangkap KPK sepanjang HM Prasetyo menjabat sebagai Jaksa Agung sejak 2014. Selain itu juga ada tujuh jaksa lain yang diamankan oleh tim saber pungli sejak Oktober 2016 hingga saat ini.

"Kalau HM Prasetyo diganti, maka penggantinya adalah Jaksa Agung yang punya perspektif pembaruan," harapnya.

Miko mengatakan, dengan angka lima orang jaksa di masa jabatan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang diamankan KPK dan tujuh orang jaksa diproses saber pungli.

"Saya kira dorongan untuk Jaksa Agung untuk mundur dari jabatan beralasan sebagai bentuk pertanggungjawaban karena Jaksa Agung gagal membawa kejaksaan untuk mereformasi kejaksaan atau Presiden dapat mencopot Jaksa Agung," jelas Miko.

Miko juga berharap agar Kejaksaan Agung tidak bersikap resisten terhadap OTT yang dilakukan KPK terhadap para jaksa.

"Saya harap tidak ada resistensi, Jaksa Agung seharusnya datang ke KPK dan minta ayo bongkar lagi, pertanyaannya, apakah sejak reformasi 1998 dan Kejasaan sudah membuat tim reformasi Kejaksaan pada 2003 atau 2004 itu berhasil? Bila belum Kejaksaan sebaiknya membuka diri untuk melihat ketidakberhasilan itu," tambah Miko.

Sementara itu peneliti divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Lalola Easter dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa reformasi Kejaksaan belum berjalan. "Jumlah jaksa yang diduga korupsi 34 orang, ada yang sudah ditindak dan masih banyak yang dalam proses," ungkapnya.

Dalam kontesks pembaruan kejaksaan yang didengungkan Jaksa Agung Abdurahman Saleh, kata dia, sama sekali belum kelihatan.

"Mungkin sudah ada 'bluepirnt' tapi implementasinya belum berjalan, kinerja kejaksaan dalam menangani isu korupsi juga masih minim yaitu sejak 2015 hingga saat ini baru menangani 23 kasus korupsi dengan 79 tersangka dan kerugian negara Rp 1,5 triliun, untuk lembaga sebesar kejaksaan hal ini masih terhitung kecil," kata Lalola.

Lalola juga meminta agar fungsi pengawasan internal dan eksternal kejaksaan dapat diperbaiki.

"Untuk fungsi pengawasan internal dan eksternal harus diperkuat dan kalau perlu jemput bola bila ada laporan-laporan harus ditindak cepat dan kalau ada dugaan tindak pidana oleh oknum tertentu harus langsung diproses, dan bukan hanya pelanggaran etik. Kami dukung KPK terus menindak aparat penegak hukum," ungkap Lalola.

Sembilan Jaksa

Disebutkan, sembilan orang jaksa sudah ditangkap KPK dan terlibat korupsi. Berikut ini adalah kesembilan jaksa yang dimaksud.

1. Jaksa Urip Tri Gunawan dari Kejaksaan Agung yang sudah dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena menerima suap 600 ribu dolar AS dari Artalita Suryani dan bebas bersyrat pada 12 Mei 2017.

2. Jaksa Dwi Seno Wijanarko dari Kejari Tangerang yang melakukan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang karena meminta uang dari kepala kantor pembantu BRI Ciputat.

3. Jaksa Sitoyo dari Kejari Cibinong ditangkap 21 November karena melakukan penundaan sidang terakwa Edward M Bunyamin, dan sudah divonis 6 tahun penjara.

4. Jaksa Subri dari Kejari Praya ditangkap karena membantu pengurusan sengketa lahan milik PT Pantai Aan di Lombok Tengah, divonis 10 tahun penjara.

5. Jaksa Fahri Nurmalo dari Kejati Jawa Tengah yang menerima suap dari Bupati Subang agar naman bupati tidak disebut dalam perkara.

6. Jaksa Deviatni Rohaini dari Kejati Jawa Barat yang menerima suap bersama jaksa Fahri dalam penanganan perkara penyalahgunaan dana BPJS kabupaten Subang.

7. Jaksa Fahrizal Kejati Sumatera Barat yang menerima suap dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya dan divonis 5 tahun.

8. Jaksa Parlin Purba, Kejati Bengkulu Menerima suap berkaitan pengumpulan data dan keterangan korupsi proyek pembangunan irigasi di Bengkulu.

9. Jaksa Rudi Indra Prasetya dari Kejari Pamekasan yang ditangkap dalam OTT 2 Agustus 2017 terkait kasus aloakasi dana desa Pemekasan. (yps/ant)

Berita terkait