Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi penurunan sejumlah komponen impor pada periode April 2020. Salah satu yang mendominasi adalah melemahnya permintaan terhadap bahan baku/penolong industri.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan penurunan tersebut harus terus diwaspadai pemerintah secara periodik sebagai indikator terjadinya pelemahan ekonomi di dalam negeri.
“Ini [penurunan impor] bisa memberikan dampak pada sektor industri, perdagangan, dan investasi yang cukup besar,” ujar Suhariyanto dalam teleconference di Jakarta, Jumat, 15 Mei 2020.
Padahal, kata Hariyanto bahan baku menjadi komoditas paling dominan importasi RI dengan persentase 74,63 persen. Disusul kemudian barang modal sebesar 15,66 persen dan barang konsumsi dengan 9,71 persen.
Adapun untuk periode April 2020, impor bahan baku/penolong tercatat anjlok sembilan persen dibandingkan dengan Maret 2020 menjadi senilai 9,36 miliar dolar Amerika Serikat (US$).
“Beberapa bahan baku yang mengalami penurunan impor pada April 2020 diantaranya adalah golongan logam mulia dari Jepang, crude petroleum oils dari Nigeria,” tuturnya.
Secara nominal, nilai impor Indonesia pada April 2020 sebesar US$ 12,54 miliar atau turun 6,10 persen dibanding Maret 2020. Sedangkan total impor Januari-April 2020 tercatat sebesar US$ 51,71 miliar
Hal serupa juga terjadi dari sisi ekpor yang turut pula mengalami tekanan walaupun tidak sedalam sisi impor. Untuk periode April 2020, RI membukukan ekspor sebesar US$12,19 miliar atau turun 13,33 persen dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar US$ 14,07 miliar. Lalu, total ekspor sepanjang Januari-April 2020 adalah US$ 53,95 miliar.
Koreksi impor yang lebih dalam ketimbang ekspor menjadikan transaksi perdagangan barang Indonesia surplus sebesar US$ 2,25 miliar.
Melemahnya permintaan impor bahan baku industri mengindikasikan roda perekonomian di dalam negeri cukup terhambat. Kondisi ini pula yang ditengarai menjadi salah satu alasan mengapa BPS menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 2,97 persen pada kuartal I/2020 dibandingkan dengan rerata 2019 yang sekitar 5 persen. []