Bowo Sidik vs Nusron Wahid, Ini Kata ICW

'Nyanyian' Bowo Sidik dalam kasus yang ditangani KPK menyeret nama Nusron Wahid.
Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/4/2019). Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap distribusi pupuk dengan kapal yang melibatkan direksi BUMN PT Pupuk Indonesia dan unsur swasta PT Humpuss Transportasi dengan nilai suap Rp 8 miliar. (Foto: Antara/Aprillio Akbar)

Jakarta, (Tagar 11/4/2019) - Anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso memberikan pengakuan yang menghebohkan terkait kasus suap yang menjeratnya sebagai tersangka yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam pengakuannya, Bowo sebut dirinya diperintahkan oleh Ketua Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa Tengah I Partai Golkar Nusron Wahid untuk menyiapkan sejumlah uang "serangan fajar".

Pengakuan yang dinyatakan Bowo itu diberikan oleh Bowo usai diperiksa KPK, dalam kapasitasnya sebagai tersangka pasca-operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Maret 2019.  

"Pak Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400.000 (amplop)," kata Bowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/4).  

Pengakuan Bowo itu mendapat perhatian dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Dia mengatakan KPK harus mencari relevansi antara pengakuan tersangka atau saksi dengan konstruksi kasus, khususnya dalam hal ini adalah kasus yang menjerat Bowo Sidik.

"Pandangan kita harusnya KPK bisa melihat lebih jauh, apakah ada relevansinya dengan orang yg disebut oleh Bowo. Jika ada relevansinya harusnya KPK sebagai penegak hukum memanggil, untuk meminta keterangan kepada yang bersangkutan agar konstruksi kasusnya bisa lebih terang dan perkara ini bisa diusut tuntas. Tidak hanya berbatas pada orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kurnia Ramadhana saat dihubungi Tagar News, Rabu (10/4).

Baca juga: 'Serangan Fajar' Bowo Sidik, Ini Kata Nusron Wahid

Dia mengatakan jika ada fakta-fakta baru yang diungkapkan oleh tersangka tersebut tak ada salahnya KPK memanggil orang yang disebutkan oleh tersangka itu.

"Karena KPK sekarang masih dalam proses pemeriksaan (Bowo Sidik) ya. Jadi harapannya jika ada fakta-fakta baru yang diungkapkan oleh tersangka atau pelaku ataupun saksi harusnya KPK bisa memanggil orang tersebut agar bisa dikonfrontir dengan saksi ataupun tersangka. Dalam hal ini KPK penegak hukum," ucap dia.

Dengan 'nyanyian' Bowo itu, kata Kurnia, sebelum memanggil Nusron KPK harus menyelidiki dan mencari relevansinya dengan kasus tersebut. Karena dalam hal ini, KPK harus melihat sebuah kasus itu bukan hanya pada sebuah pengakuan satu orang tersangka ataupun satu saksi saja.

"Harus diselidiki dulu apa ada relevansinya dengan kasus itu. Harus dicek lebih dahulu apakah ada relevansinya atau tidak. Kalau soal tersangka menyebut nama, kita anggap bukan hal yang baru. Karena beberapa kasus yang lama seperti Nasaruddin juga menyebut nama pihak-pihak lain," ungkapnya.

Akan tetapi, lanjut Kurnia, kalau tidak ada relevansinya, KPK tidak mungkin memanggil nama orang yang disebutkan oleh tersangka tersebut. Itu karena KPK selalu memandang lebih jauh terkait sebuah kasus yang sedang ditanganinya itu.

"Kalau memang ada relevansinya dengan pengakuan saksi atau dengan alat bukti yang lain, sudah semestinya KPK memanggil orang tersebut," ujarnya.  

"KPK juga tidak tergantung hanya pada pengakuan satu orang tersangka ataupun satu orang saksi ya. Dia (KPK) harus melihat dari jauh kasus itu. Apakah ada ada keterkaitan dengan pengakuan saksi yang lain dan dengan alat bukti yang lain juga. Tapi pada prinsipnya kita mendukung dan mendorong KPK agar bisa menuntaskan kasus tersebut (Bowo Sidik)," pungkasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik mengakui diminta koleganya sesama politikus Partai Golkar, Nusron Wahid untuk menyiapakan sekitar 400 ribu amplop. Permintaan rarusan ribu amplop ini untuk 'serangan fajar' di Pemilu 2019.

KPK menemukan 400 ribu amplop berisi pecahan Rp 20.000 dan Rp 50.000 dalam 82 kardus, dan 2 kotak wadah plastik. Nilainya diperkirakan mencapai Rp 8 miliar. Uang itu diduga akan dipakai Bowo untuk diberikan kepada warga demi kepentingannya sebagai Caleg DPR.

Baca juga: Biodata Bowo Sidik Pangarso, Kader Golkar yang Ditangkap KPK

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.