Untuk Indonesia

Blunder Terbesar Prabowo

Teknik Firehose of Falsehood, propaganda kebohongan diputar berulang-ulang supaya orang tercuci otaknya untuk rindu pada masa lalu. - Ulasan Denny Siregar
Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto (tengah) mengenakan topi dari Komandan Jenderal Kopassandi Abdul Rasyid Abdullah Syafii (kanan) pada deklarasi dukungan Komando Ulama Pemenangan Prabowo-Sandi (Koppasandi) di Jakarta, Minggu (4/11). (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Oleh: Denny Siregar*

Sampai sekarang Prabowo masih mencari-cari narasi yang tepat untuk menaikkan elektabilitas namanya yang masih kalah di bawah Jokowi.

Waktu sudah tinggal 4 bulan kurang, harus ada satu sentakan kuat untuk menggerakkannya ke atas. Aksi reuni 212 dianggap gagal, karena ternyata tidak mendapat pemberitaan yang sesuai. Aksi hoaks Ratna Sarumpaet juga layu sebelum berkembang, malah menurunkan tingkat kepercayaan.

Disaat sedang kelimpungan itu, muncul narasi lama yang digerakkan Partai Berkarya yaitu gerakan kembali ke era Soeharto.

Narasi lama ini sudah digerakkan jauh sebelum proses pencapresan ini dimulai. "Penak jamanku toh?" adalah gerakan massif dengan spanduk bergambar Soeharto melambaikan tangan berusaha membangkitkan kembali kenangan yang "terlalu manis untuk dilupakan" akan murahnya ekonomi di masa pemerintahan Soeharto.

Harga-harga mahal di era sekarang dan lapangan kerja yang sulit, diframing dan dibandingkan dengan era Soeharto lewat narasi yang meyakinkan. Masyarakat sengaja diajak untuk melupakan kediktatoran Soeharto di masa lalu.

Teknik Firehose of Falsehood, atau propaganda kebohongan diputar berulang-ulang supaya orang tercuci otaknya untuk rindu pada masa lalu. Tentu masalah fakta bahwa Soeharto disebutkan melakukan korupsi besar-besaran di eranya ditutupi dengan seksama.

Tapi pertanyaannya, benarkah masyarakat menerima kembali kehadiran Soeharto?

Belum apa-apa, pernyataan Partai Berkarya melalui Titiek Soeharto bahwa Prabowo akan membawa kembali Indonesia ke masa Soeharto, sudah mendapat tentangan dari salah satu partai koalisinya yaitu Demokrat.

Demokrat melalui Wasekjennya Rachland Nasidik menolak keras jika Prabowo ingin kembali ke masa orde baru saat Soeharto berkuasa. "Kalau mau seperti Orba, gak usah ada Pemilu. Biar Jokowi terus saja," tegas Rachland. Ini isyarat keras bahwa Demokrat tidak mau ikut-ikutan Prabowo.

Prabowo juga tidak menghitung, bahwa banyak masyarakat yang menolak keras kembalinya masa orde baru. Para petani cengkeh dan petani bawang putih jelas terbayang bagaimana rezim itu dulu memonopoli dan merusak pendapatan mereka. Belum lagi Aceh dan Papua yang merasakan bagaimana daerah mereka dihabisi dengan operasi militer.

Ini bisa jadi blunder terbesar Prabowo. Prabowo bertaruh terlalu tinggi dengan menunggangi gerakan kembali ke era Soeharto ini yang bisa mengakibatkan ia jatuh untuk ketiga kali.

Tapi bagaimana lagi? Sekarang ini yang bisa menyediakan logistik adalah keluarga Soeharto. Dan mau tidak mau Prabowo harus mengikuti narasi yang mereka bangun jika ingin tetap kampanye ke mana-mana.

Dari sini kita bisa melihat, betapa tersanderanya Prabowo dengan keluarga Soeharto. Harapan dirinya tinggal ini sesudah Demokrat tidak mau keluarkan logistik, PKS sedang ngos-ngosan gada duit dan PAN yang sedang mengalami perpecahan internal.

Jadi yah mau gimana lagi, terpaksa cinta 5 tahunan harus bersemi kembali. Cinta yang disatukan oleh kepentingan bersama bagaimana bisa berkuasa di negeri ini.

Ini satu-satunya kesempatan yang tersisa. Karena 5 tahun lagi, kekuatan itu sudah tidak ada. Capek. Mendingan main sama kuda kuda yang tidak peduli tuannya berhasil atau gagal gagal lagi meski sudah berusaha sekuat tenaga.

Seruput kopinya..

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Pulihkan UMKM Bali, PLN Optimalisasi Pendampingan Ekonomi Warga Pesanggaran
PT PLN (Persero) memastikan tidak hanya pasokan listrik yang andal di Bali tetapi juga peningkatan kualitas UMKM di Bali. Simak ulasannya berikut.