Blok Rokan Kembali Dikelola Pemerintah, Ekonom: Sesuai Visi Jokowi Soal Kedaulatan Energi

Blok Rokan kembali dikelola pemerintah, Ekonom: sesuai visi Jokowi soal kedaulatan energi. Pemerintah menyerahkan Blok Rokan untuk dikelola Pertamina pada 2021.
Ilustrasi Perusahaan Minyak dan Gas Pertamina. (Foto: Pertamina.com)

Jakarta, (Tagar 2/8/2018) - Satu per satu, kawasan penting di Indonesia berhasil diambil alih kembali pemerintah. Sejak 1971 Blok Rokan dikelola pihak asing yakni Chevron, akhirnya 2021 mendatang, akan dikelola BUMN yakni Pertamina.

Sebagai salah satu aset penting minyak dan gas di Indonesia, mengambil Blok Rokan merupakan keputusan yang tepat. Di tengah ide Presiden Joko Widodo mengembalikan kedaulatan energi nasional Indonesia.

"Keputusan Pertamina mengelola Blok Rokan itu adalah keputusan tepat, sangat kontekstual dan mathcing dengan visi misinya Pak Jokowi. Pak Jokowi kan ingin kedaulatan energi," tutur Peneliti Senior di Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam, saat berbincang via telepon dengan Tagar News, di Jakarta, Rabu (1/8).

Keputusan mengalihkan pengelolaan pada pihak BUMN itu, diapresiasi pula oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov.

"Saya sangat mengapresiasi keputusan pemerintah untuk menyerahkan Blok Rokan kepada Pertamina pada 2021 nanti,” imbuhnya.

Keuntungan

Peningkatan Produksi Migas, Menekan Defisit Migas Blok Rokan yang memiliki luas wilayah 6.264 km2 di Provinsi Riau itu, menurut Abra, memiliki 76 lapangan Minyak dan Gas (Migas) aktif.

Aset di Blok Rokan mampu menghasilkan produksi minyak sekitar 122 ribu barel per hari (bph). Terutama, lapangan Duri yang memproduksi sebesar 44 persen minyak yakni 54 ribu minyak barel per hari (bph).

"Bisa dikatakan Blok Rokan menyumbang sekitar 50 persen total produksi Chevron," ungkap Abra.

Bukan tidak mungkin, posisi Pertamina yang kini berada di posisi ketiga produsen migas nasional dengan rata-rata produksi migas sebesar 76 ribu bph mampu menggeser Chevron yang memproduksi migas sebesar 212 ribu bph.

"Apabila Pertamina bisa mengambil alih Blok Rokan, maka Pertamina akan menjadi juara pertama sebagai produsen migas terbesar di negeri sendiri, dengan pangsa sekitar 70 persen terhadap produksi nasional," paparnya.

Selain itu, jika Pertamina benar-benar mampu meningkatkan produksi migas, maka defisit migas Pertamina bisa ditekan.

"Lebih penting lagi, dengan peningkatan produksi migas Pertamina maka akan dapat membantu menekan defisit perdagangan migas yangg terus menyandera perekonomian Indonesia, sehingga nilai tukar rupiah saat ini pun terperosok tidak lepas akibat defisit migas," tukas Abra.

Tercapai Kedaulatan Energi

Kawasan potensi migas besar yang selama ini tersandra pihak asing, akhirnya kembali ke genggaman pemerintah. Latief menilai, kembalinya aset tersebut merupakan bentuk komitmen pemerintah, mendukung kedaulatan energi.

“Sisi positifnya kan Blok Tokan itu, secara teknis merupakan sumur minyak dengan potensi yang paling besar. Tentu, ini akan menjadi salah satu instrumen untuk mendukung bukan hanya ketahanan tetapi juga kedaulatan energi,” terang Latief.

Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), rata-rata produksi Blok Rokan di semester satu memang mencapai 207 ribu bph, dari total target produksi Indonesia yang sebanyak 800 ribu bph.

“Kalau kemudian Pertamina berhasil mengelola Blok Rokan berarti ada cadangan devisa yang bisa kita hemat untuk mengimpor minyak mentah dari luar negeri sama ini,” lanjut Latief.

Dengan kedaulatan energi, Latief yakin akan memperkuat keuangan negara. Paling tidak, bisa menyumbang APBN, dan turut membantu perekonomian daerah Blok Rokan.

“Juga mungkin deviden untuk pemerintah, kan Pertamina BUMN sebagai salah satu BUMN, kalau untung maka Pemerintah berhak mendapatkan bagi hasil ke APBN,” jelasnya.

Risiko

Pertamina sudah mendapatkan kontrak untuk mengelola Blok rokan pada 2021 dan menjanjikan komitmen kerja pasti untuk lima tahun sebesar 500 juta dollar atau sekitar Rp 7,2 triliun.

Potensi pendapatan negara selama 20 tahun pengelolaan yang akan mencapai 57 miliar dolar atau sekitar Rp 825 triliun, jangan malah membuat tergiur dan lengah.

"Tetapi jangan eforia karena sudah mendapatkan kontrak kemudian santai-santai saja" ujar Latief.

Sebab akan timbul pertanyaan, apakah Pertamina mampu mengelolanya secara menguntungkan. “Kita tahu bahwa selama ini Blok Rokan dikelola Chevron yang diasumsikan mereka memiliki expertise lebih baik dibanding Pertamina. Dalam konteks teknis bagaimana mengeksplorasi minyak, mengolahnya kemudian juga memasarkannya,” terang Latief.

Tidak Menjawab Permasalahan

Latief khawatir, jika Pertamina kemudian tidak menyiapkan rencana setelah momentum ini, maka tidak akan ada impact sama sekali untuk pemerintah.

“Kalau kemudian Pertamina menguasasi tapi kemudian tidak optimal di dalam mengelolanya ya sama saja. Impact-nya ada tetapi tidak sepenuhnya menjawab permasalahan bahwa kita ini memiliki kedaulatan energi yang rentan,” ucap Latief.

Soal APBN, asumsi terkait migas yang direncanakan pada APBN yang sudah direncanakan, akan menjadikan PR pemerintah. Karena, pemerintah harus mencari dana untuk mengimpor minyak.

“Karena harus kita pahami meskipun sekarang ada migrasi dari BBM subsidi ke non subsidi tetapi pemerintah tetap harus mengalokasikan subsidi. Kemudian juga kita tidak akan tidak bisa akan menghemat devisa kalau tidak tercapai, karena itung-itugannya pasti berdasarkan target oleh Pemerintah

Langkah Pertamina

Mengelola Blok Rokan akan membutuhkan dana yang sangat besar. Pertamina diharapkan dapat menemukan strategi yang jitu, untuk untuk mengelola Blok Rokan. Untuk investasi maupun operasional, kurang lebih Pertamina butuh Rp 1.000 triliun.

“Pertamina dapat menemukan strategi jitu, mencari sumber pendanaan tanpa harus menggadaikan aset-aset strategis seperti rencana share down hulu migas maupun spin off kilang minyak,” jelas Abra.

Dan, yang jauh lebih penting, yang menjadi tantangan Pertamina, adalah menyamakan kemampuan teknis seperti Chevron dalam memproduksi dan memasarkan hasilnya.

Cara paling efektif adalah mentransfer tenaga kerja lokal, yang sebelumnya di Chevron untuk bekerja di bawah bendera BUMN, Pertamina.

“Jadi yang penting sekarang itu bagaimana proses transisi itu smooth dengan cara menyemangati tenaga-tenaga kerja yang sekarang ini di Chevron untuk kemudian beralih di bawah bendera Pertamina,” tandas Latief.

Dengan kembalinya Blok Rokan, Jokowi sudah menjawab tantangan Ketua Kehormatan Dewan PAN Amien Rais yang sebelumnya berkoar, "Kalau betul Blok Rokan bisa kembali ke Ibu Pertiwi, ke Pertamina, ini sebuah terobosan luar biasa. Cuma berani enggak Jonan, berani enggak Pak Jokowi? kalau berani ya luar biasa," jelas Amien Rais di Nusantara V, MPR RI, Jakarta, Senin (30/7/2018). [o]

Berita terkait