Jakarta - Presiden AS Joe Biden menekan Presiden Rusia Vladimir Putin melalui sambungan telepon Jumat pagi, 9 Juli untuk mengambil tindakan guna membendung serangan ransomware yang baru-baru ini terjadi dari kelompok-kelompok yang berbasis di Rusia.
Ransomware lazim disebut perangkat pemeras yang merupakan jenis perangkat perusak, dirancang untuk menghalangi akses kepada sistem komputer atau data tertentu.
"Saya menjelaskan kepada [Putin] bahwa Amerika Serikat mengharapkan, ketika operasi ransomware datang dari wilayah mereka meskipun tidak, tidak, disponsori oleh negara, bahwa kami mengharapkan mereka untuk bertindak jika kami memberi mereka informasi yang cukup untuk bertindak atas siapa itu," kata Biden mengutip CNBC Internasional, Sabtu, 10 Juli 2021.
Selanjutnya, Biden ditanya apakah ada "konsekuensi" untuk serangan seperti itu, Biden menjawab, "Ya."
AS dan Rusia, lanjut Biden, telah membentuk "alat komunikasi yang secara teratur, untuk dapat berkomunikasi satu sama lain ketika masing-masing dari kita berpikir sesuatu terjadi di negara lain yang mempengaruhi negara asal".
Secara keseluruhan, panggilan telepon itu "berjalan dengan baik, saya optimistis," kata Biden. Percakapan itu terjadi hanya beberapa hari setelah serangan siber besar-besaran oleh kelompok REvil, yang diyakini berbasis di Rusia.
Geng peretas itu menuntut US$ 70 juta atau setara dengan Rp 1 triliun (kurs Rp 14.500/US$) dalam bentuk kripto (cryptocurrency) alias mata uang digital untuk membuka kunci data dari serangan tersebut, yang menyebar ke ratusan usaha kecil dan menengah di beberapa negara.
Seorang pejabat senior pemerintah mengatakan bahwa Amerika Serikat akan "mengambil tindakan" untuk menanggapi serangan itu.
"Kami tidak akan mengirim telegram seperti apa tindakan itu, tepatnya. Beberapa akan nyata dan terlihat, beberapa di antaranya mungkin tidak, tetapi kami memperkirakan itu akan terjadi dalam beberapa hari dan minggu ke depan, " kata pejabat itu. []
Baca Juga: 10 Investor Kripto Asal Tiongkok Bidik Pasar Indonesia