BI Sumut Pusing, Data Cabai di Sumut Tak Jelas

Sejumlah dinas di Sumatera Utara tak memiliki data yang sama perihal jumlah produksi dan kebutuhan cabai merah.
Ibu pembeli cabai merah di Pasar Gelugur, Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumut. (Foto: Tagar/Habibi)

Medan - Sejumlah dinas di Provinsi Sumatera Utara tak memiliki data yang sama perihal jumlah produksi dan kebutuhan cabai merah.

Sebaliknya, para dinas yang harusnya bertanggung jawab justru mengeluarkan data yang membuat pusing. Masing-masing dengan data berbeda. Akibatnya otoritas yang berkompeten kesulitan mengatasi inflasi.

Menurut Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumut Wiwiek Sisto Widayat, Senin 8 Juli 2019 di Medan menyebut, cabai penyumbang inflasi di Sumut. Kota Medan sebanyak 82 persen, dan Kota Sibolga 2 persen.

"Jadi pernah saya tanya Gubernur Sumut dalam rapat, jika bisa mengendalikan inflasi di Kota Medan, maka semua akan teratasi. Ini sekarang kita masih bingung, Dinas Pertanian, Perdagangan maupun dinas terkait, memiliki data yang berbeda tentang produksi dan kebutuhan cabai di Sumut," ungkapnya.

Dia menuturkan, kekurangan pasokan cabai di Sumut, membuat harga menjadi tinggi dan tidak terkendali. Apalagi selama bulan Ramadan dan Idulfitri 1440 H kemarin. Jumlah produksi cabai sangat sedikit, hanya ada dua tempat pemasok di Kota Medan dan sekitarnya, yaitu Pasar Laucih serta MMTC.

"Harga cabai yang tinggi mendatangkan inflasi, kemarin pernah harga cabai sampai Rp 240 ribu. Sekarang berkisar Rp 95 ribu. Hal demikian itu disebabkan rendahnya persediaan di Sumut. Untuk mencegah itu terjadi kembali, mau gak mau kita harus operasi pasar, tetapi kita tidak punya biaya untuk melakukan itu," ungkapnya.

Misalnya berapa yang dijual di Kota Medan. Karena jika inflasi bisa diatasi di Kota Medan, pasti bisa diatasi inflasi di daerah lain

Anggaran yang dibutuhkan untuk operasi pasar di saat harga cabai masih relatif tinggi tidak bisa disediakan oleh pemerintah maupun badan urusan logistik (bulog).

"Bulog kemarin siap untuk melakukan operasi pasar, tetapi beliau mengatakan jangan rugi, lalu kita sampaikan operasi pasar dilakukan pemerintah pastilah akan rugi, karena itukan memberikan subsidi, memberikan keringanan atau terbaik kepada masyarakat. Akhirnya operasi pasar ditunda," tutur Wiwiek.

Kemudian, penyebab mahalnya harga cabai di Sumut dikarenakan petani cabai dari Kabupaten Karo dan daerah produksi lainnya, ada yang mengirim cabai ke provinsi lain. Seperti Aceh, Riau maupun Kepulauan Riau.

"Jadi masih ada juga petani yang menjual hasil panennya ke provinsi tetangga, karena harga jual di sana lebih tinggi. Untuk itu, agar menurunkan inflasi, pemerintah daerah harus saling bekerja sama, misalnya sesama pengepul komoditas saling bertukar hasil, itu tidak terlepas dari kepala daerah masing-masing. Ini solusi untuk mencari alternatif. Kemudian dilakukan operasi pasar," ucapnya.

Selain itu, Wiwiek juga mengharapkan agar dinas yang menangani bagian produsen dan konsumsi cabai di Sumut harus memiliki data yang sama.

"Misalnya berapa yang dijual di Kota Medan. Karena jika inflasi bisa diatasi di Kota Medan, pasti bisa diatasi inflasi di daerah lain," ujarnya.[]

Baca juga:

Berita terkait