Jakarta - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk kebijakan lanjutan dalam menopang pertumbuhan ekonomi domestik. Kebijakan Ini bertujuan agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik dan memiliki daya tahan.
“Juga untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, serta langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko dalam laporan indikator stabilitas hingga pekan kedua November 2020 dilansir dari laman resmi BI, Sabtu, 14 November 2020, seperti dikutip dari Antara.
Juga untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
Baca juga: Kata Bank Indonesia DIY soal Uang Palsu di Kulon Progo
Berdasarkan laporan indikator stabilitas, Bank Sentral memprediksi inflasi di November 2020 sebesar 0,21 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Ini melihat dari perkembangan harga hingga pekan kedua November 2020.
Sehingga, inflasi secara tahun berjalan Januari hingga November 2020 sebanyak 1,17 persen secara year to date (ytd). Selain itu, inflasi secara tahunan mencapai 1,53 persen secara year on year (yoy).
Merujuk dari laporan BI, penyumbang utama inflasi yakni daging ayam ras sebesar 0,08 persen (mtm), cabai merah sebanyak 0,03 persen (mtm), dan telur ayam ras mencapai 0,02 persen (mtm). Kemudian, bawang merah sebesar 0,02 persen (mtm), cabai rawit, minyak goreng, tomat, serta bawang putih masing-masing sebanyak 0,01 persen (mtm).
Baca juga: Bank Indonesia Sebut Perekonomian Yogyakarta Mulai Pulih
Sedangkan, komoditas yang mengalami deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas tarif angkutan udara dan emas masing-masing sebanyak minus 0,01 persen. Sehinga, Bank Sentral sampai pekan kedua November 2020 menyimpulkan ‘inflasi berada pada level yang rendah dan terkendali’. []