Belum Mufakat, Komnas HAM Minta Pemkot Bandung Tunda Penggusuran

Belum mufakat, Komnas HAM minta Pemkot Bandung tunda penggusuran. Pengadu menyatakan keberatan terhadap rencana penggusuran karena belum ada musyawarah mufakat.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung, (Tagar 29/8/2018) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepada Pemerintah Kota Bandung untuk menunda rencana penggusuran bangunan warga di Kampung Balubur Kelurahan Taman Sari, Bandung Wetan dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang kontraproduktif sebelum ada mufakat.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik terkait kasus penggusuran bangunan warga mengatakan, Komnas HAM telah menerima surat pengaduan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH)  Bandung tertanggal 3 Agustus 2018, perihal rencana penggusuran bangunan warga di Kampung Balubur RW 11, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung oleh pihak Pemkot Bandung.

Pada intinya pengadu menyatakan keberatan terhadap rencana penggusuran tanah tersebut, karena belum ada musyawarah mufakat. Warga merasa rencana pembangunan rumah deret itu tidak sesuai dengan prosedur.

“Yang dimaksud tidak sesuai dengan prosedur tersebut yaitu Pemerintah Kota Bandung hanya mengandalkan surat keterangan status lahan, tidak adanya konsultasi publik untuk mencapai musyawarah mufakat, dan tidak adanya tim aprasial untuk proses penilaian terkait lahan, hunian dan beragam aspek yang melingkupinya,” kata Ahmad Taufan Damanik di Bandung, Rabu (29/8/2018).

Selain itu, jelas Ahmad, skema ganti rugi pun dinilai tidak sesuai dengan aspirasi warga karena warga belum sepakat atas hitungan berdasarkan NJOP yang sangat jauh nilainya dari nilai sebenarnya, termasuk bagaimana skema relokasinya yang seharusnya diatur dalam Surat Keterangan Penetapan Kompensasi Bangunan dan Penetapan Relokasi.

“Kemudian sejak dikeluarkanya SK tersebut, warga pun merasa terintimidasi secara fisik dan psikologis. Dimulai dengan adanya pengukuran diam-diam hingga pengiriman alat berat pada tanggal 6 November 2017 ke pemukiman warga melalui jalan belakang kampung di bawah flyover,” jelasnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, terang Ahmad, dan berdasarkan kewenangannya sebagaimana yang dimandatkan Pasal 76 ayat (1), Pasal 89 ayat (4) dan Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM berkewajiban menindaklanjuti pengaduan tersebut.

Atas dasar itulah Komnas HAM mengirimkan surat dengan nomor: 217/K/Mediasi/VIII/2018, tertanggal 7 Agustus 2018, perihal penundaan penggusuran dan tawaran mediasi.

“Dari hasil pertemuan dengan Pemerintah Kota Bandung diperoleh informasi bahwa untuk sementara atau selama proses pembangunan Rudet, warga asli akan diberikan uang kerohiman berupa biaya kontrak rumah di mana saja. Sementara warga yang mengontrak akan direlokasi sementara ke Rusun Rancacili. Bahkan pihaknya memastikan setelah selesai warga yang 'tergusur' akan menjadi prioritas untuk mendapatkan haknya di Rumah Deret Tamansari,” terangnya.

Sebaliknya dengan Asisten II Pemerintah Kota Bandung yang menyampaikan bahwa pihak Pemerintah Kota telah melakukan sosialisasi rencana pembuatan rumah deret kepada warga desa, dan dasar hukum Pemerintah Kota Bandung melakukan penertiban karena tanah tersebut adalah tanah yang sudah dibeli oleh Pemkot Bandung.

Disampaikan pula kesediaan Pemerintah Kota Bandung untuk menyelesaikan kasus ini melalui mekanisme mediasi Komnas HAM, dengan syarat pihak pengadu yang mengikuti proses mediasi adalah warga langsung.

“Dari hasil kajian, amatan dan analisa Komnas HAM terhadap kasus ini adalah agar proses penggusuran harus sesuai standar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,” ungkapnya.

Disebutkan, dalam hal ini ada tiga instrument yang harus diperhatikan ketika melakukan penggusuran, yaitu Pemerintah Kota Bandung harus melakukan musyawarah mufakat, pemberitahuan yang layak dan relokasi sebelum penggusuran dilakukan.

Di samping itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika proses penggusuran dilakukan, yaitu perlindungan prosedural, tanpa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional.

“Sebab, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (1), dan apabila sesuatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu, maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain, Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” tutupnya. []

Berita terkait