Bebaskan Diri dari Stres, Waktu Libur Ya Libur

Bebaskan diri dari stres, waktu libur ya libur. Banyak penelitian menyebut memeriksa tugas atau email kerja pada hari libur bisa picu stres.
Bebaskan Diri dari Stres, Waktu Libur Ya Libur | Ilustrasi. (Foto: Loughborough University)

Jakarta, (Tagar 12/8/2018) - Ada waktu libur usai masa kerja, namun terkadang sebagian orang masih saja berkutat dengan pekerjaan di hari libur semisal menjawab atau mengirimkan email, yang bisa membuat stres.

Tahukah, bahwa para peneliti dari Virgnia Tech (VT) menemukan, bahkan sekadar memantau ada tidaknya tugas di email saja sudah bisa mengganggu kesehatan.

Dilansir Medical Daily, dalam studi yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan Academy of Management di Chicago pada 10-14 Agustus mendatang ini, peneliti melakukan survei pada 100 orang karyawan yang bekerja lebih dari 30 jam per minggu.

Mereka menemukan, sekalipun hanya menunggu email di waktu libur, sudah bisa memicu stres dan rasa cemas. Efek buruk ini bahkan terjadi pada pasangan mereka.

"Beberapa karyawan mengaku memeriksa email kantor mereka setiap jam hingga setiap menit, yang berujung meningkatnya kadar kecemasan dan konflik dengan pasangan," kata William Becker, profesor manajemen di Pamplin College of Business di VT.

Temuan ini mengingatkan studi pada 2017 yang mengungkapkan bahwa sekadar dekat dengan smartphone saja bisa mempengaruhi kekuatan otak. Hal ini karena membuat lebih sulit merasa rileks.

Konsekuensi dari budaya organisasi "selalu on" seringkali terabaikan atau dianggap bermanfaat. Karyawan diberitahu kalau mereka akan merasa lebih nyaman, memiliki otonomi lebih tinggi bila melakukan ini.

Kebijakan yang jelas harus dirancang untuk memungkinkan karyawan menghabiskan waktu mereka di rumah tanpa beban email kerja yang membebani pikiran mereka.

Cek Email di Luar Jam Kerja

Daily Mail menyebutkan, karyawan di universitas yang diteliti oleh Universitas Virginia Tech memiliki tingkat kecemasan yang bisa membahayakan kesehatan karena mereka masih suka mengecek email terkait pekerjaan meski sudah lewat jam kantor atau sesaat begitu mereka membuka mata di pagi hari.

Studi yang dilakukan menunjukkan "batasan yang fleksibel" antara urusan pribadi dan pekerjaan meningkatkan stres dan membuat seseorang jadi tak sadar dengan suasana sosial yang ada.

"Tuntutan kerja dan kehidupan non-kerja yang bersaing menghadirkan dilema bagi karyawan, yang memicu perasaan cemas dan membahayakan pekerjaan serta kehidupan pribadi," kata rekan penulis William Becker, profesor manajemen di Pamplin College of Business.

Temuan ini menambah semakin banyaknya bukti bahwa "batasan kerja fleksibel" sering berubah menjadi "kerja tanpa batas" - di mana atasan menganggap staf tidak akan pernah istirahat.

Kekhawatiran itu muncul dari jutaan karyawan yang membaca email sebelum mereka pergi tidur - dan pertama kali saat mereka bangun tidur.

Studi Becker menemukan hal itu berdampak menimbulkan ketegangan dan kecemasan, bagi mereka dan pasangan mereka atau anak-anak mereka.

Ini adalah makalah pertama yang mengidentifikasi fenomena yang memiliki implikasi bagi pekerja kantor di seluruh dunia.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan tekanan dari tuntutan pekerjaan yang meningkat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam hubungan keluarga.

Ini terjadi ketika karyawan tidak dapat memenuhi peran non-kerja di rumah "seperti ketika seseorang membawa pekerjaan ke rumah untuk menyelesaikannya," kata Dr Becker.

Tetapi temuan terbaru menunjukkan bahwa karyawan bahkan tidak perlu terlibat dalam pekerjaan yang sebenarnya selama waktu non-kerja agar efeknya terlihat.

Ini berbeda dengan tuntutan terkait pekerjaan yang menambah tekanan, baik fisik maupun psikologis, dengan mengharuskan waktu jauh dari rumah.

"Dampak berbahaya dari budaya organisasi 'yang harus selalu siap sedia' sering tidak diketahui atau disamarkan sebagai manfaat - peningkatan kenyamanan, misalnya, atau otonomi yang lebih tinggi dan kontrol atas batas-batas kehidupan kerja," kata Dr Becker.

"Penelitian kami mengekspos realitas, [bahwa] "batasan kerja fleksibel" sering berubah menjadi "kerja tanpa batas," mengorbankan kesehatan dan kesejahteraan karyawan dan keluarga mereka." Dia mengatakan kebijakan yang mengurangi pantauan komunikasi elektronik di luar pekerjaan akan ideal.

Ketika itu bukan pilihan, solusinya mungkin adalah dengan menetapkan batas-batas komunikasi elektronik yang dapat diterima selama di luar jam kerja.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa mengecek email kerja di rumah atau menerima telepon dari bos saat akhir pekan dapat merusak kesehatan.

Penelitian lain terhadap 57.000 orang menemukan bahwa lebih dari separuh orang bekerja di luar jam normal mereka.

Para peneliti menemukan bahwa mereka yang bekerja di malam hari dan akhir pekan lebih cenderung mengeluhkan insomnia, sakit kepala, kelelahan, kecemasan dan masalah perut.
Masalah otot dan masalah kardiovaskular juga terkait dengan bekerja di luar jam normal.

Para ilmuwan menyerukan aturan yang jauh lebih ketat untuk menghentikan pekerjaan menyerang kehidupan rumah tangga orang. []

Berita terkait
0
Usai Terima Bantuan Kemensos, Bocah Penjual Gulali Mulai Rasakan Manisnya Hidup
Dalam hati Muh Ilham Al Qadry Jumakking (9), sering muncul rasa rindu bisa bermain sebagaimana anak seusianya. Main bola, sepeda.