Bawaslu Tak Berwenang Diskualifikasi Paslon Terpilih Bandar Lampung

KPU Bandar Lampung menetapkan pemenang Pilkada 2020, Bawaslu kemudian memutuskan paslon dimaksud melakukan pelanggaran secara TSM.
Peneliti dari KoDe Inisiatif Violla Reininda. (Foto: Tagar/tangkapan layar zoom )

Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggelar diskusi online yang mengangkat tema “Setelah Putusan Diskualifikasi Paslon oleh Bawaslu: Bagaimana Perselisihan Hasil Pilkada di MK?”

Diskusi diikuti empat narasumber, yakni Dosen FH Universitas Andalas Khairul Fahmi, Peneliti dari KoDe Inisiatif Viola Reininda, Direktur Lima Ray Rangkuti, dan dari Perludem Fadli Ramadhanil, pada Senin, 11 Januari 2021 sore.

Fadli dalam pemaparan awalnya menyebut ada dua hal yang terjadi dalam putusan Bawaslu Lampung terkait dengan hasil Pilkada 2020 yang diikuti tiga pasangan calon atau paslon.

Pertama, putusan Bawaslu keluar pasca KPU setempat menetapkan paslon terpilih dan mengumumkan pemenangnya adalah paslon Wali Kota-Waki Wali Kota nomor urut 3 Eva Dwiana-Deddy Amarullah, yang diusung PDIP, Gerindra, dan NasDem.

Menurut Fadli, muncul tumpang tindih kewenangan penanganan pelanggaran termasuk soal administrasi terkait hasil penghitungan suara dan keterpilihan paslon.

Di mana kewenangan penanganan sengketa pasca penetapan paslon terpilih ada pada Mahkamah Konstitusi. 

Dalam kasus Bandar Lampung, Bawaslu justru mengeluarkan putusan yang kemudian menetapkan paslon pemenang yang ditetapkan KPU, yakni 3 Eva Dwiana-Deddy Amarullah untuk didiskualifikasi.

Kedua, bahwa putusan Bawaslu menyebutkan terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif oleh paslon Eva-Deddy. Eva sendiri diketahui merupakan istri dari Wali Kota Bandar Lampung saat ini Herman HN.

Bawaslu memutuskan, paslon Eva-Deddy menggunakan kekuasaan dan fasilitas negara yang melekat pada suaminya untuk memenangkan Pilkada Bandar Lampung 2020.

Menurut Fadli kasus ini mengulang kejadian Pileg 2019, dimana KPU sudah menetapkan perolehan hasil suara, sementara di sisi lain Bawaslu belum selesai atau masih memproses dugaan pelanggaran terkait perolehan suara yang sudah ditetapkan tersebut.

“Hal ini yang memunculkan tumpang tindih kewenangan untuk memeriksa pelanggaran maupun kesalahan yang berkaitan dengan pemilihan suara, oleh Bawaslu dan MK,” kata Fadli.

Dia mengatakan, problem ini muncul karena pelanggaran-pelanggaran terkait suara atau pemilihan muncul setelah keputusan KPU keluar dan mempunyai tenggat waktu yang cukup lama dalam memproses laporan pelanggaran di Bawaslu.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi mengatakan, sesuai dengan UU Pilkada diatur tentang kedudukan hukum paslon dan paslon terpilih, dan masing-masing dituangkan dalam bentuk surat keputusan atau SK KPU.

Menurut Fahmi, kewenangan yang dimiliki Bawaslu termasuk yang terjadi di Bandar Lampung hanya mencabut SK kepesertaan atau SK paslon, dan bukan mendiskualifikasi atau membatalkan SK paslon terpilih.

Keberanian Bawaslu Bandar Lampung semestinya juga dilakukan teman-teman Bawaslu di daerah lainnya

“Saya melihat ketika Bawaslu sudah memutuskan diskualifikasi, tanpa mencabut SK calon, disinilah permasalahan itu muncul,” ujarnya.

Menurutnya, mestinya Bawaslu Lampung hanya menjelaskan bahwa terjadi pelanggaran, bukan mendiskualifikasi.

Menyambung apa yang disampaikan Fahmi, Ray Rangkuti mengatakan, jika SK paslon sudah dibatalkan, maka SK penetapan hasil juga batal dengan sendirinya. “Bagi saya, setelah batal SK penetapan bakal calon, batal juga hasilnya,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Ray juga mengapresiasi keberanian Bawaslu Bandar Lampung lewat keputusannya yang kemudian berujung diskualifikasi terhadap paslon Eva-Deddy yang memang didukung Wali Kota Bandar Lampung saat ini.

Praktik pelanggaran dalam Pilkada 2020 seperti memanfaatkan bansos, intimidasi, dan tidak netralnya ASN, bisa dilihat dan ditindak Bawaslu.

“Keberanian Bawaslu Bandar Lampung semestinya juga dilakukan teman-teman Bawaslu di daerah lainnya,” kata Ray.

Viola Reininda menyebut, apa yang sudah diputuskan oleh Bawaslu Bandar Lampung bisa menjadi perhatian Mahkamah Konstitusi terkait dengan pelanggaran administrasi yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Sebagaimana diketahui, sengketa Pilkada Bandar Lampung sudah teregistrasi di MK dengan dalil TSM yang disampaikan paslon nomor urut 02 M Yusuf Kohar-Tulus Purnomo.

Menurut Viola, sejatinya penanganan sengketa di MK tidak melulu soal hasil suara, tetapi juga bagaimana paslon atau peserta pemilihan itu meraih suara. 

Hal itu kata, dia demi menghasilkan proses demokrasi yang berkeadilan dalam setiap kontestasi elektoral.

"Dalil TSM ini dalam pembacaan kami, berkelindan dengan memobilisasi ASN, kemudian penggunaan kewenangan atau kekuasaan dari kepala daerah tertentu yang berafiliasi dengan paslon. Bahkan penggunaan fasilitas atau pendomplengan nama atas bansos Covid-19," tutur Viola.

Diketahui, Pilkada Bandar Lampung diikuti tiga paslon, yaitu nomor urut 1, Rycko Menoza - Johan Sulaiman, diusung Golkar dan PKS. Paslon nomor urut 2, M Yusuf Kohar - Tulus Purnomo Wibowo, diusung Demokrat, PAN, PKB, Perindo, dan PPP, dan paslon nomor urut 3, Eva Dwiana - Dedi Amarullah, diusung PDIP, Gerindra, dan NasDem.

Dari hasil pemilihan, KPU menetapkan paslon Wali Kota-Wakil Wali Kota Eva-Deddy menang dengan memperoleh 249.241 suara.

Paslon M Yusuf Kohar-Tulus Purnomo, meraih suara sebanyak 93.280 dan paslon Rycko Menoza-Johan Sulaiman meraih suara 92.428.

Setelah KPU Bandar Lampung menetapkan dan mengumumkan pemenang, Bawaslu setempat kemudian lewat putusannya pada Rabu, 6 Januri 2021 menetapkan paslon Eva-Deddy melakukan pelanggaran secara TSM.

Atas putusan Bawaslu itu, KPU Bandar Lampung membatalkan paslon Eva-Deddy yang dituangkan dalam SK KPU Nomor: 007/HK.03.1-KPT/1871/KPU-Kot/I/ 2021.

Putusan KPU ini juga mendapat perlawanan dari paslon Eva-Dedy, yang melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung.

Sementara itu, penglihatan di laman MK bahwa paslon M Yusuf Kohar - Tulus Purnomo Wibowo juga menyampaikan gugatan sengketa hasil Pilkada Bandar Lampung pada Jumat, 18 Desember 2020. [Anita]

Berita terkait
Bawaslu Batalkan Pencalonan Pemenang Pilkada Bandar Lampung
Bawaslu Provinsi Lampung membatalkan pasangan Eva Dwiana dan Deddy Amarullah sebagai pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung.
Partisipasi Pemilih di Pilkada 2020 Sebesar 76,09 Persen
KPU RI mengumumkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mencapai 76,09 persen.
Sengketa Pilkada 2020 Akan Dijaga Ketat Oleh Polisi
Polisi akan menjaga ketat terkait penanganan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang ditangani oleh Hakim Mahkamah Konstitusi.