Yogyakarta - Kabupaten Bantul menempati posisi pertama dalam masalah penyaluran bantuan sosial (bansos) selama masa pandemi Covid-19. Perangkingan itu berdasarkan pemantauan penyaluran bansos yang dilakukan oleh Ide dan Analitika Indonesia (IDEA) Yogyakarta dalam konferensi pers daring yang diadakan IDEA dan ICW pada Kamis, 6 Agustus 2020.
Ada lima jenis bansos yang disoroti IDEA Yogyakarta meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD), dan Bantuan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Peneliti IDEA Yogyakarta, Ahmad Hedar menuturkan, pada pemantauan awal sejak Mei sampai Juli, IDEA menemukan sedikitnya 53 persoalan penyaluran bansos di Yogyakarta. Adapun jumlah terbanyak kasus persoalan penyaluran bansos ada di Bantul. "Menurut temuan kami sejauh ini sudah ada 33 kasus,” ujarnya dalam konferensi pers daring, Kamis, 6 Agustus 2020.
Selain di Bantul, menurut Ahmad, ada tujuh kasus di Sleman, lima kasus di Gunungkidul, empat kasus di Kota Yogyakarta, satu kasus di Kulon Progo. Sementara di tingkat provinsi ada tiga kasus yang terjadi di tingkat provinsi.
Dijelaskannya, terdapat sejumlah modus dan penyalahgunaan yang biasanya ditemui dalam penyaluran bansos. Ia menyebut, penyalahgunaan seperti politisasi bantuan, bantuan tak tepat sasaran, penerima ganda, pungutan liar, serta pemotongan nilai bantuan.
Menurut temuan kami sejauh ini sudah ada 33 kasus.
Temuan itu ia dapatkan melalui penelusuran di media massa, kajian dokumen, membuka posko aduan, dan wawancara mendalam pada pelapor maupun terlapor. "Itu metode kami dalam memantau masalah penyaluran bansos," katanya.
Dari 53 kasus tersebut, kasus yang paling dominan adalah penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran. Kasus ini dibagi menjadi dua jenis, yakni exclusion error dan inclusion error.
Exclusion error yakni warga terdampak Covid-19 namun tidak terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan tidak menerima bantuan. Sedangkan inclusion error yakni warga dengan kriteria mampu yang tidak layak menerima bantuan tapi justru menerima bantuan sosial. “Berdasarkan jenis pelanggaran itu paling banyak memang didominasi oleh aduan atau temuan soal ketidaktepat sasaran," katanya.
Baca Juga:
- KPK Terima 44 Laporan soal Penyaluran Bansos Sumut
- GMKI Siantar Desak DPRD Bentuk Pansus Korupsi Bansos
- Dampingan Hukum Pengadaan Bansos Pemprov di Samosir
Sisanya merupakan kasus pemotongan bantuan, penggelapan, penyaluran ganda, serta transparansi data. Tingginya angka tidak tepat sasaran bantuan ini tidak terlepas dari masalah mekanisme pendataan, baik dari proses verifikasi, validasi, sinkronisasi, serta pembaruan data.
“Kita tahu bahwa data yang dipakai oleh Kementerian Sosial (Kemensos) merupakan data yang dimutakhirkan terakhir pada 2015. Ini yang kemungkinan berkontribusi pada tingginya angka tidak tepat sasaran,” ungkapnya. []