Bank Indonesia: Perbankan Coba Keruk Untung Lebih Saat Pandemi

Bank Indonesia menyebut perbankan cenderung enggan menurunkan suku kredit bank kepada para nasabahnya. Berikut pernyataan selengkapnya
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI), Juda Agung. (Foto:Tagar/Republika/Lida Puspaningtyas)

Jakarta - Bank Indonesia menyebut perbankan cenderung enggan menurunkan suku kredit bank kepada para nasabahnya. Pernyataan ini seiring dengan lambannya perbankan dalam menyesuaikan bunga kredit sedangkan suku bunga acuan BI telah mencapai level terendahnya di 3,75 persen.

Kalau suku bunga turun harusnya ekonomi segera pulih tapi sebaliknya spread naik sehingga salah satu faktor orang ragu meminta kredit dari perbankan karena suku bunganya masih cukup tinggi.

Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Makroprudensial Juda Agung mengungkapkan, berdasarkan catatan BI, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) masih relatif tinggi untuk semua segmen kredit sepanjang 2020.

Per Desember 2020, penurunan kredit untuk bunga KPR mentok di 9,7 persen atau hanya turun 116 basis poin (bps). Padahal BI telah menurunkan suku bunga BI7DRR sebesar 225 bps sejak Juni 2019.

Juda menjelaskan, ini artinya masyarakat tak menikmati kredit murah saat BI memberikan kelonggaran kepada bank-bank di Indonesia sebagai respon dari pandemi covid-19.

Tetapi, perbankan cenderung responsif terhadap penurunan bunga deposito. Suku bunga deposito 1 bulan, pada Desember 2020 turun 181 bps ke level 4,27 persen. Menanggapi hal ini, menurut Juda, bank harusnya responsif terhadap seluruh segmen, tidak hanya pada acuan suku bunga yang menguntungkan saja.

"Kelihatan spread meningkat antara BI 7days dengan suku bunga kredit, malah mengalami pelebaran. Artinya bank-bank mencoba mendapatkan keuntungan yang lebih di saat seperti ini," tuturnya saat press conference secara virtual pada Senin, 22 Februari 2021.

Oleh sebab itu, Juda mengingatkan perbankan untuk lebih responsif, khususnya untuk segmen kredit. Sebab, langkah menahan suku kredit berpotensi membuat perekonomian menjadi tidak kondusif. Ini juga menjadi salah satu faktor debitur enggan meminta kredit kepada perbankan lantaran suku bunganya yang selangit.

"Kalau suku bunga turun harusnya ekonomi segera pulih tapi sebaliknya spread naik sehingga salah satu faktor orang ragu meminta kredit dari perbankan karena suku bunganya masih cukup tinggi," tandasnya.

Berdasarkan kelompok bank, untuk SBDK hingga akhir 2020 BI mencatat kelompok Himbara memiliki SBDK tertinggi yakni 10,79 persen, diikuti Bank Pembangunan Daerah (BPD) di level 9,8 persen. Lalu Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar 9,67 persen. []

Berita terkait
Bank Indonesia Suntik Likuiditas ke Perbankan Rp 738,7 T
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya telah menginjeksi likuiditas sebesar Rp738,7 triliun kepada perbankan.
Bank Indonesia Luncurkan Aplikasi Chat LISA
Bank Indonesia melakukan terobosan baru, dengan meluncurkan aplikasi Chatbot LISA (Layanan Informasi Bank Indonesia).
Bank Indonesia Punya Cara Dorong Komoditas Kopi Mendunia
Maraknya tren bisnis kopi bisa menjadi pendorong komoditas ini mendunia, dan BI melakukan sejumlah program pengembangan UMKM kopi.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)