Bahaya Serangan Penyakit DBD di Tengah Pandemi Corona

Bahaya serangan demam berdarah di tengah pandemi Corona harus tetap menjadi perhatian semua masyarakat. Ini karena DBD juga bisa mengancam nyawa.
Ilustrasi gigitan nyamuk Aedes Aegypti. (Foto: Pakistantoday)

Jakarta - Di tengah pandemi Corona atau Covid 19 sekarang ini, semua orang terfokus pada upaya pencegahan dan penyebaran virus tersebut agar tidak semakin meluas. Tetapi, upaya pencegahan demam berdarah dengue (DBD) seakan terabaikan oleh masyarakat. Padahal bahaya penyakit menular ini juga berakibat fatal hingga mengancam nyawa. 

Ahli infeksi dan pedriati tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Mulya Rahma Karyanti mengatakan gejala DBD lebih serius dan biasanya penderita akan mengalami panas mendadak yang disertai muka merah, muntah-muntah, nyeri dibelakang mata, dan bisa disertai dengan pendarahan.

"Itu yang tidak ada pada Covid-19, pendarahan spontan, mimisan, gusi berdarah, atau timbul bintik-bintik merah di kulit, itu bisa terjadi," kata dokter Mulya Rahma, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Tagar beberapa waktu lalu. 

Bila selama tiga hari panas tidak turun, kata dia, penderita DBD harus banyak minum air putih. "Jadi, kalau hari ketiga dia kurang minum, akhirnya pasti ada gejala-gejala tanda bahaya, warning sign kita sebutnya," ucap Mulya Rahma. 

Menurut dokter Mulya Rahma, panas tinggi menunjukkan infeksi virus tinggi di dalam tubuh penderita. Bila keadaan demikian, kemungkinan suhu badan mereka sudah mencapai 40 derajat. 

"Nah, kalau demam 2 sampai 3 hari tidak membaik, segera ke rumah sakit," ujar dokter Mulya.

Selain itu, gejala lain yang tidak boleh diabaikan berupa letargi atau lemas, pendarahan spontan, pembesaran perut, hati, penumpukan cairan, serta sakit perut. Bila si penderita DBD mengalami kondisi tersebut, itu artinya dia sudah memasuki fase kritis. 

Menghindari serangan DBD, diharapkan masyarakat tetap waspada pada ancaman dari penyakit tersebut. Kementerian Kesehatan telah mencatat kasus DBD masih cukup tinggi hingga pada Juni 2020. 

Dokter Mulya menyarankan seluruh masyarakat bisa melakukan upaya pencegahan dengan melakukan 3M yaitu menguras, menutup, dan mengubur.  

"Yang penting, membersihkan tempat berkembang biaknya di air bersih. Minimal satu kali dilakukan, satu kali seminggu dengan menguras bak mandi, 3M tadi, itu memutuskan dari nyamuk jentik menjadi dewasa," tuturnya.

Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit di antara jam 10 sampai 12 siang. Serangan DBD ini bisa menyerang pada siapa siapa karena tidak memandang batas usia.  

"Dia senangnya gigitnya pada pagi hari, day biters, jadi antara jam 10 sampai jam 12 di masa anak-anak lagi sekolah. Kadang-kadang kenanya di situ. Sama sebelum magrib ya, jam 4 sampai jam 5 sore," ucap dokter Mulya.  

Dia mengingatkan pada seluruh orang tua untuk memperhatikan kesehatan anak, terlebih ketika sang buah hati sedang dalam kondisi demam karena ini salah satu gejala DBD. Bila sang anak mengalami demam, sebaiknya segera berikan minum dan jangan sampai dehidrasi.

"Awasi asupan minum, kedua awasi buang air kecilnya, normal biasanya kalau cukup asupan cairannya, dia 4 sampai 6 jam harusnya buang air kecil, dan awasi aktivitasnya. Apabila gejala semakin memburuk seperti muntah terus menerus dan tidak buang air lebih dari 12 jam, kita perlu berhati-hati dan penderita segera mendapatkan perawatan medis," kata dokter Mulya. []

Baca juga:

Berita terkait
Waspada Ancaman Penyakit DBD di Masa Pandemi Covid
Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 65 ribu kasus DBD di Indonesia. Angka kematian termasuk tinggi, yakni hampir 400 jiwa.
Kasus DBD di Kabupaten Tegal Naik di Tengah Pandemi
Di masa pandemi, tak hanya kasus Covid-19 yang meningkat. Kasus DBD juga menunjukkan grafik peningkatan, termasuk yang meninggal dunia.
Dinkes Surabaya Imbau Warga Antisipasi Penyakit DBD
Data Dinkes Surabaya menyebutkan warga terjangkit penyakit DBD saat musim hujan atau saat Januari hingga Maret.
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.