Jakarta - Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto Sp.P(K) mengatakan rokok elektrik atau yang biasa disebut vape mengandung karsinogen, zat racun, dan bahan yang menimbulkan kecanduan.
Organisasi profesi kedokteran sepakat menyatakan rokok elektrik tetap berbahaya.
Menurut dia, walau bahaya rokok elektrik disebut lebih rendah ketimbang rokok biasa, namun rokok elektronik mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan.
"Intinya itu rokok elektrik tetap berbahaya karena mengandung bahan-bahan yang bersifat adiksi, bahan bersifat karsinogen, dan bahan-bahan toksik lainnya yang suatu saat dapat menimbulkan masalah kesehatan," katanya di Jakarta, Jumat, 15 November 2019, seperti diberitakan Antara.
Istilah rokok elektrik lebih aman, kata Agus, mungkin hanya akal-akalan industri rokok elektrik untuk menyamarkan zat-zat yang terkandung di dalamnya. Menurutnya, istilah tersebut cenderung menyesatkan.
Agus menyampaikan organisasi-organisasi profesi kedokteran sepakat menyatakan rokok elektrik tetap berbahaya, supaya masyarakat tidak salah paham.
Rokok elektrik, lanjutnya, memang tidak mengandung Tar sebagaimana rokok biasa. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa rokok elektrik mengandung zat racun dan zat yang bisa menyebabkan kanker.
Menurut PDPI, rokok elektrik mengandung nikotin; karsinogen seperti propylene glycol, gliserol, dan formaldehid nitrosamin; bahan toksik seperti logam dan silikat; serta nanopartikel.
Kementerian Kesehatan sedang merumuskan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan akan memasukkan aturan mengenai pelarangan rokok elektrik ke dalamnya.
Produk Tembakau Alternatif
Pakar farmasi Universitas Islam Indonesia, Arde Toga Nugraha, mengingatkan pemerintah mengenai regulasi khusus untuk mengatur produk tembakau alternatif.
“Produk tembakau alternatif dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari mengonsumsi rokok. Oleh karena itu, langkah yang paling tepat adalah dengan mengatur produk tersebut di Indonesia,” kata Arde di Jakarta.
Regulasi khusus yang berbeda dan tidak seketat dengan rokok, kata dia, untuk produk tembakau alternatif harus segera diterapkan, karena diperlukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.
Ia mencontohkan kasus yang sedang marak terjadi di Amerika Serikat. Di sana, salah satu produk tembakau alternatif, yakni rokok elektrik, disalahgunakan dengan mencampurkan cairan Tetrahidrokanabinol (THC), senyawa yang terdapat pada ganja.
Dalam perkembangannya, ragam produk tembakau alternatif terus bermunculan. Selain rokok elektrik, terdapat produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products).
Berbeda dengan rokok elektrik, kata Ardre, produk tersebut menggunakan tembakau asli yang dibentuk menyerupai batang rokok atau yang disebut sebagai batang tembakau.
Kemudian, lanjut dia, batang tembakau tersebut dipanaskan pada suhu maksimal 350 derajat Celcius, sehingga menghasilkan uap yang menghantarkan nikotin.
Sedangkan pada rokok elektrik, terdapat berbagai macam cairan di dalamnya, seperti nikotin, baik yang berasal dari tembakau atau sumber lainnya, gliserin, propilen glikol, perasa, dan lainnya.
Cairan tersebut dipanaskan sehingga menghasilkan uap. Banyaknya ragam bahan yang ada pada rokok elektrik membuat produk ini rentan untuk disalahgunakan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantoni menginginkan masyarakat tidak mengkonsumsi vape demi kesehatan.
"Dari awal statementnya kita adalah melarang. Pelarangan bukan pembatasan, kita tuh ngomong pelarangan konsumsi vape atau rokok elektrik di Indonesia," kata Anung.
Sudah ada diskusi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, yang mengarah pada pelarangan vape.
"Kalau bicara rokok elektrik secara keseluruhan termasuk hasil diskusi dengan Pak Menko PMK, posisi kita adalah melarang untuk hal itu kalau kemudian nanti BPOM yang punya otoritas untuk melakukan pelarangan sebuah produk tentu adalah yang baik," ujarnya.
Kementerian Kesehatan menyatakan pelarangan konsumsi untuk vape, namun untuk pelarangan distribusi dan produksi vape sendiri perlu diatur oleh lembaga terkait lainnya. []