Untuk Indonesia

Bagaimana Jokowi Menghadapi Perlawanan Rizieq Shihab

Revolusi mental yang digagas Jokowi, menurut Rizieq Shihab merupakan istilah yang dipakai gembong komunis. Bagaimana Jokowi hadapi perlawanan itu.
Rizieq Shihab. (Foto: Tagar/Cokro TV)

Oleh: Syafiq Hasyim*

Kepulangan Habib Rizieq ke tanah air, setelah lama meninggalkan negerinya karena persoalan hukum yang dituduhkan kepadanya, mungkin akan menjadi tes tersendiri bagi pemerintahan Pak Jokowi. Tes ini konkretnya akan berbentuk apakah Pak Jokowi akan melakukan tindakan realistik, dalam hal ini berkompromi dengan Habib Rizieq, ataukah Jokowi akan melanjutkan kasus-kasus hukum yang dulu tertunda.

Dua pilihan tersebut sama-sama berat implikasinya bagi pemerintahan Pak Jokowi. Jika Pak Jokowi mengambil sikap kompromistik dengan Habib Rizieq, dengan berbagai pertimbangan politik, yang memang dianggap kuat oleh beliau, kemungkinan yang akan didapatkan Pak Jokowi adalah pujian dan mungkin juga kritik.

Pujian karena langkah itu dianggap sebagai bentuk rekonsiliasi dengan Rizieq Shihab dan mengurangi polarisasi di akar rumput. Namun begitu datang, Rizieq Shihab sudah menunjukkan perlawanannya kepada Jokowi, dengan menyatakan revolusi akhlak itu bukan revolusi mental.

Revolusi mental, menurut Habib Rizieq merupakan istilah yang dipakai gembong komunis. Pernyataan pada hari pertama tiba di tanah air ini menunjukkan bahwa harapan rekonsiliasi antara Jokowi dan Habib Rizieq semakin jauh.

Namun jika Jokowi misalnya mengambil sikap seperti semula, yakni memberi kebebasan kepada penegak hukum kita untuk melanjutkan kasus-kasus hukum yang dulu pernah dituduhkan pihak kepolisian kepada Habib Rizieq, Jokowi akan tetap mendapatkan simpati dari kelompok yang selama ini memang mendukung Jokowi untuk melanjutkan kasus itu. Risikonya Jokowi akan tetap mendapatkan stigmatisasi dari para pendukung Rizieq, atau mereka yang menumpang pada popularitas kasus ini.

Dua hal di atas adalah kemungkinan pilihan yang memang sulit diambil Pak Jokowi. Namun jika Pak Jokowi mengambil langkah kedua, Pak Jokowi sebenarnya telah memberikan kepastian hukum kepada kita. Kepastian hukum adalah hal yang penting, tidak hanya bagi Rizieq Shihab, juga bagi seluruh bangsa Indonesia.

Jika sikap ini yang melatarbelakangi sepinya para elit NU dalam menanggapi masalah kepulangan Rizieq Shihab, itu berarti Pak Jokowi kehilangan back up terbesarnya.

Pengadilan kita harus diberi kesempatan untuk membawa kasus ini ke persidangan. Namun, jika langkah ini yang diambil Pak Jokowi, apakah para pembantu Pak Jokowi akan mendukungnya, misalnya para menteri. Katakanlah Menteri Agama yang sejak awal menyatakan perang terhadap segala bentuk radikalisme dan ekstremisme agama.

Apakah wakil presiden sebagai pembantu paling utama dalam jajaran pemerintahan Pak Jokowi juga akan turun gunung untuk membela atasannya dalam mendudukkan kasus Rizieq melalui jalur hukum. Kiai Ma'ruf akan memiliki peran penting dalam keikutsertaannya memberikan sumbang saran kepada Pak Jokowi, bagaimana sebaiknya si Bos ini menghadapi masalah hukum Rizieq Shihab.

Kiai Ma'ruf memiliki dua posisi penting, beliau adalah orang kedua di Indonesia setelah Pak Jokowi dan beliau adalah orang yang pernah dekat dengan Habib Rizieq Shihab dalam kasus Gerakan 212. Baik Kiai Ma'ruf dan Habib Rizieq sama-sama menjadi pihak yang ingin memperkarakan mantan Gubernur Jakarta, Ahok, dalam kasus penistaan agama pada era 2016-2017. Pertanyaan sekali lagi di sini, apakah Kiai Ma'ruf mau memainkan peran penengah untuk Jokowi dan Habib Rizieq. Semua ini berpulang kepada Kiai Ma'ruf sendiri dan Jokowi. 

Selain pada level orang pemerintahan, persoalan berikutnya adalah apakah partai-partai pendukung Pak Jokowi memiliki sikap yang seragam untuk meneruskan penyelesaian hukum Rizieq Shihab? Dalam hal ini saya tidak yakin sepenuhnya, partai-partai pendukung Jokowi akan mem-back up Pak Jokowi untuk penerusan kasus hukum Habib Rizieq. 

Jika konsolidasi di dalam pemerintahan Jokowi dan juga partai-partai koalisis pendukung Jokowi tidak memiliki suara yang bulat soal penerusan kasus hukum Habib Rizieq, maka hampir bisa dipastikan bahwa Pak Jokowi akan mengambil jalan lunak dan jalan kompromi. Rizieq akan dibiarkan berperan di ruang publik dengan bebas, namun tidak boleh menyentuh hal-hal tertentu sebagai misal.

Apa yang saya kemukakan di atas adalah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin akan terjadi. Ya, apa boleh buat, Pak Jokowi kini memang dalam keadaan yang serba suit dan canggung. Bila diizinkan untuk melakukan flashback, dulu sebaiknya Pak Jokowi memberikan keleluasaan pada lembaga penegak hukum untuk memproses kasus yang menimpa Rizieq.

Kiai Ma'ruf memiliki dua posisi penting, beliau adalah orang kedua di Indonesia setelah Pak Jokowi dan beliau adalah orang yang pernah dekat dengan Habib Rizieq Shihab dalam kasus Gerakan 212.

Hal yang mungkin berbeda bagi Pak Jokowi dalam menghadapi kasus Rizieq pada saat sekarang adalah sikap diam kalangan NU. Sudah bukan rahasia lagi, HRS sangat benci elit NU, mulai dari Gus Dur sampai Kiai Said Aqil Siradj dan karenanya kalangan NU adalah pihak yang sering berhadap-hadapan dengan Habib Rizieq Shihab, meskipun tipe teologis NU dan HRS adalah sejenis bahkan sama.

Dalam kasus kepulangan Rizieq Shihab, saya mengamati NU mengambil sikap netral saja. Ada dugaan NU tidak mau terlibat dalam masalah ini seperti dulu, tidak mau dihadap-hadapkan dengan Rizieq Shihab dan memberikan ruang yang lebih luas kepada Pak Jokowi untuk menyelesaikan masalah ini.

Sikap NU seperti ini adalah sikap yang fair bagi organisasi terbesar Islam di Indonesia, karena urusan NU jauh lebih besari dari sekadar urusan Habib Rizieq Shihab. Jika sikap ini yang melatarbelakangi sepinya para elit NU dalam menanggapi masalah kepulangan Rizieq Shihab, itu berarti Pak Jokowi kehilangan back up terbesarnya.

Jika mau mengharapkan dukungan dari Muhammadiyah dan MUI untuk melanjutkan masalah hukum Rizieq Shihab? Saya kira hal ini masih bisa dilakukan Pak Jokowi, namun selama ini, kedua organisasi, Muhammadiyah dan MUI, tidak memandang kasus hukum Rizieq Shihab sebagai hal yang perlu dicurigai. Bahkan Sekjen MUI, Anwar Abbas, yang berasal dari unsur Muhammadiyah di dalam MUI, memberikan ucapan "ahlan wa sahlan", selamat datang Rizieq Shihab.

Atau Pak Jokowi membiarkan saja kasus Rizieq Shihab sambil menunggu waktu yang normal. Masalahnya, sejauh mana kesabaran Pak Jokowi menghadapi masalah ini, jika setiap hari ada saja pernyataan-pernyataan yang mungkin akan menimbulkan dampak-dampak segregatif dan digunakan untuk menembak diri Pak Jokowi.

Saya setuju sebagai pemerintah, Jokowi harus bersikap hati-hati dan senantiasa terbuka pada kritik, bahkan hasutan dari mana saja. Namanya juga Presiden Indonesia. Sekali lagi, semua keputusan kembali kepada Pak Jokowi sendiri. Sebagai catatan, apa pun langkah yang akan diambil Pak Jokowi atau HRS memiliki konsekuensi-konsekuensi yang berbeda-beda berat dan ringannya.

Saya berharap Pak Jokowi menemukan formula yang bisa menguntungkan semua pihak, sehingga tidak ada lagi pertentangan-pertentangan di dalam masyarakat berkaitan peran Habib Rizieq Shihab.

*Direktur Perpustakaan dan Pusat Budaya Universitas Islam Internasional Indonesia sekaligus Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama

Berita terkait
Senggol Banser - Gibran, FPI Ungkap Syarat Agar Rizieq Taat Hukum
Kuasa Hukum FPI, Aziz Yanuar mengatakan Rizieq Shihab belum menerima surat panggilan kepolisian. Lantas dia singgung soal Banser dan Gibran.
Fraksi PKS Jabar Sebut Konflik Nikita & Rizieq Dimanfaatkan
Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Barat Haru Shuandharu mengatakan konflik antara Nikita Mirzani dan Rizieq Shihab sengaja di manfaatkan beberapa pihak.
FPI Mengaku Sudah Lakukan Protkes di Kediaman Rizieq Shihab
Pengacara Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar mengaku, pihaknya sudah melaksanakan protokol kesehatan pada acara di kediaman Habib Rizieq Shihab.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.