Jakarta - Suku Kutai, Dayak Kutai, atau Urang Kutai mayoritas beragama Islam dan hidup di tepi sungai. Mereka merupakan salah satu dari rumpun suku dayak, yaitu Dayak ot danum yang mendiami wilayah Kalimantan Timur.
Suku Kutai berdasarkan jenisnya, termasuk suku Melayu. Kutai pada awalnya merupakan nama suatu teritori tempat bermukimnya masyarakat asli Kalimantan, yang saat ini berpopulasi sebanyak 368 ribu orang.
Suku tersebut memiliki beberapa kesamaan tentang adat-istiadat dengan Suku Dayak rumpun ot danum atau Suku Dayak Tunjung-Benuaq, seperti, Erau atau upacara adat yang meriah, Belian atau upacara tarian untuk menyembuhkan penyakit dan mantra serta ilmu gaib.
Suku Kutai sampai saat ini masih memiliki kedekatan budaya melayu dengan Suku Banjar.
Meskipun mayoritas menganut agama muslim, tak banyak Suku Kutai tinggal di Desa Kedang Ipil, Kutai Kartanegara menganut kepercayaan kaharingan atau kepercayaan Suku Dayak, sebelum agama masuk ke Kalimantan.
Suku Kutai sampai saat ini masih memiliki kedekatan budaya melayu dengan Suku Banjar. Hal itu bisa dilihat dari kesenian kedua suku ini, seperti pertunjukan Mamanda atau seni teater Jepen/Zapin, musik Panting Gambus, budaya bersyair seperti Tarsul.
Menurut tradisi lisan dari Suku Kutai, antara tahun 3000-1500 sebelum Masehi, Mereka dari Yunan-Cina terdiri dari kelompok yang mengembara, hingga sampai di pulau Kalimantan melalui rute perjalanan melewati Hainan, Taiwan, Filipina. Kemudian, menyeberangi Laut Cina Selatan menuju Kalimantan Timur.
Pada zaman es proses perpindahan itu tidaklah begitu sulit, karena permukaan laut sangat turun akibat pembekuan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Hanya bermodalkan perahu kecil bercadik dengan sayap dari batang bambu, sangat mudah menyeberangi selat karimata dan laut cina selatan menuju Kalimantan Timur.
Masuknya para imigran dari daratan cina ke Kalimantan Timur, pada saat itu sudah termasuk kelompok Ras Negroid dan Weddid.
Seiring perkembangan zaman, saat ini bahasa Kutai terbagi ke dalam 4 dialek, yaitu:
1. Kutai Tenggarong
2. Kutai Kota Bangun
3. Kutai Muara Ancalong
4. Kutai Sengata/Sangatta
Disamping memiliki beberapa persamaan kosa kata dengan bahasa Banjar, bahasa Kutai juga memiliki persamaan kosa kata dengan bahasa Dayak lainnya.
Misalnya kata "nade" dalam bahasa Kutai Kota Bangun; atau "nadai" dalam Bahasa Kantu, artinya "tidak".
Selanjutnya ada kata "celap" dalam bahasa Kutai Tenggarong; atau "celap" dalam bahasa Dayak Iban dan bahasa Dayak Tunjung, serta "jelap" dalam bahasa Dayak Benuaq, artinya dingin.
Begitu juga dengan kata "balu" yang merupakan bahasa Kutai Tenggarong, atau "balu" dalam bahasa Dayak Iban, serta "balu" bahasa Dayak Benuaq, memiliki makna yang berarti janda.
Kata "hek dalam bahasa Kutai Tenggarong, dan "he" yang juga bahasa Dayak Tunjung, memiliki kesamaan arti yaitu tidak.[]