Asa Pemuda Kampung Nelayan di Utara Jakarta

Sejumlah pemuda Kampung Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, yang tergabung dalam REMKA mencoba mengubah pola pandang warga terkait pendidikan.
Suasana di kawasan Kampung Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu, 9 Januari 2021. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Jakarta - Genangan air bercampur dengan tanah sisa hujan menghiasi jalan setapak di Kampung Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara. Awan gelap masih menggelayut manja pada langit, menemani eembusan angin laut yang mengiringi aktivitas warga.

Aroma amis khas daerah pesisir terbawa tiupan angin yang memasuki lorong-lorong kecil di kawasan perkampungan, perlahan memasuki indera penciuman.

Lebar jalan itu hanya serentang tangan orang dewasa. Pada sisi kanan jalan berjejer rumah-rumah warga yang saling berdempetan satu sama lain. Di belakang rumah mereka terparkir kapal dan perahu sebagai kendaraan mereka untuk mencari nafkah.

Beberapa rumah terlihat dibangun di atas air, dengan balok-balok kayu sebagai penyangga. Di permukaan air terlihat jelas sampah plastik mengapung permukaan air laut. Warna airnya pun tampak hitam keruh, lebih hitam daripada mendung yang berarak siang itu.

Sebagian rumah kayu di tempat itu dilapisi karpet tipis, dengan lampu pijar berwarna kekuningan sebagai penerang. Suasana di dalam rumah masih terlihat temaram meski lampu itu menyala.

Televisi tabung model tua dan antena sederhana menjadi teman mereka di kala senggang dan tidak ada kegiatan melaut. Sebagian rumah hanya memiliki satu hingga dua bilik kamar dengan kasur tipis sebagai alas mereka beristirahat.

kali adem 2Seorang pemuda melintas di lorong-lorong sempit kawasan Kampung Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Sabtu, 9 Januari 2021. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Di sisi kiri jalan terdapat tembok tinggi dengan pagar besi di atasnya. Dibalik tembok itu terdapat perumahan mewah Pluit Karang Asri. Lantai dua dari rumah-rumah yang berbaris rapi itu terlihat dari sela-sela pagar besi jalan setapak kampung.

Keseharian Warga

Rata-rata, warga yang tinggal di Kampung Kali Adem masih mengantongi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Mereka mengaku pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

Namun, karena tidak memiliki tempat tinggal di ibu kota, para perantau ini pun memilih untuk tinggal di kampung ini meskipun illegal.

Kampung Kali Adem berdiri di atas tanah milik negara dan sudah beberapa kali warga yang tinggal di situ mengalami penggusuran, di antaranya tahun 2004, 2007, dan 2014.

Didi, salah satu warga kampung menceritakan bagaimana kondisi penggusuran oleh pemerintah saat itu.

Pertama kali digusur, warga kampung mendapatkan pilihan untuk tinggal di rumah susun atau mengganti dengan uang pembangunan sebesar Rp 500.000 per keluarga. Rata-rata warga memilih untuk tinggal di rusun. Beberapa tahun kemudian, sebagian besar warga memilih untuk kembali ke Kampung Kali Adem, sebab mereka bekerja sebagai nelayan, sedangkan lokasi rusun terletak sangat jauh dari tempat itu.

Warga mengaku bahwa penggusuran kedua dan ketiga kali tidak mendapatkan kompensasi apa pun sebagai pengganti rumah mereka yang digusur.

“Mau gimana, kerjaan warga rata-rata nelayan. Mau pindah tapi transportasi ke sini juga besar,” ujar Didi yang mengaku mewakili warga kampung, Sabtu, 9 Januari 2021.

Keseharian warga Kampung Kali Adem yang terdiri dari kurang lebih 200 kartu keluarga ini terlihat sejak pagi. Biasanya, anak-anak kecil ramai bermain setelah mandi pagi. Di gang yang sempit itu, mereka berlarian menjemput teman-teman yang lain untuk bermain.

Sebagian besar ibu-ibu di Kampung Kali Adem juga ikut andil dalam mencari nafkah. Mereka membuka warung di depan rumah atau berjualan buah-buahan atau ikan di pasar yang jaraknya tidak jauh dari kampung.

Hasil jualan mereka cukup untuk menambah pendapatan keluarga. Selain itu, beberapa dari mereka menjadi buruh cuci di perumahan mewah sebrang tempat mereka tinggal yaitu Pluit Karang Asri.

Ketika sore datang mendahului senja, nelayan yang rata-rata adalah kepala keluarga penduduk Kali Adem mempersiapkan diri mereka untuk mencari ikan di laut. Mereka akan menyiapkan jaring dan kebutuhan makan selama di laut.

Kali Adem 3Tiga pemuda warga Kampung Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Para nelayan biasa mencari ikan menggunakan jaring. Mereka tidak tergiur menggunakan bom rakitan dan bahan kimia lain untuk menangkap ikan. Bagi mereka, cara curang seperti itu hanya menguntungkan mereka dalam jangka pendek.

Sekarang lagi musim hujan jadi kadang seharian gak bisa melaut, gak bisa cari ikan.

Para nelayan Kali Adem biasa melaut hingga tengah malam atau bahkan bermalam di laut. Mereka beristirahat di atas kapalnya sambil menunggu jaring-jaring mereka dipenuhi ikan.

Meski sudah menginap di kapal, seringkali ikan yang mereka dapat tidak cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan mereka bergantung dari tingginya ombak dan arus air, hujan yang lebat, dan berbagai macam faktor lainnya.

Pemuda Penggerak

Sebagian besar anak-anak Kampung Kali Adem bersekolah di SD Negeri Pluit 5 yang jaraknya hanya 200 meter dari kampung mereka. Namun, sejak pandemi mereka harus melaksanakan sekolah secara dalam jaringan (daring) atau online.

Kendala yang dialami oleh anak-anak nelayan tersebut biasanya berupa tidak adanya kuota internet untuk mengerjakan tugas. Tak jarang mereka saling pinjam meminjam telepon pintar untuk belajar.

Selain itu, terbatasnya pendidikan orangtua membuat mereka kesulitan untuk belajar dikarenakan orangtua tidak memahami pelajaran yang diberikan oleh sekolah.

Kampung Kali Adem memiliki sebuah organisasi pemuda bernama REMKA, yang berdiri sejak para penggeraknya saat ini dilahirkan. REMKA sempat vakum selama beberapa waktu, tetapi ketua organisasi saat ini, Aji, mulai mengaktifkan kembali REMKA agar lebih bermanfaat untuk warga kampung.

Kata Aji, awal digerakkannya kembali REMKA cukup unik, yakni saat Aji dan beberapa temannya sedang berkumpul dan mengobrol ringan. Namun, pembicaraan itu menjadi penting ketika Aji memikirkan bagaimana REMKA bisa lebih bermanfaat untuk warga kampung khususnya anak-anak.

Saat itu para orangtua masih berpikir bahwa pendidikan tidak akan berpengaruh pada anak-anak mereka, yang diyakini nantinya akan tetap menjadi seorang nelayan. Mereka merasa bahwa sekolah dasar pun cukup untuk anak-anaknya.

Namun, Aji dan teman-temannya ingin mengubah stigma tersebut. Karena pemuda yang mencapai pendidikan hingga bangku kuliah di Kampung Kali Adem hanya 3 orang. Ia melihat semangat belajar anak-anak yang tinggi dan tidak ingin menyia-nyiakan hal tersebut. Kini, anak-anak di Kampung Kali Adem mulai bersekolah dan memiliki cita-cita yang tinggi.

“Pendidikan itu penting. Mungkin orangtuanya menjadi nelayan, kalau anaknya sekolah bisa saja mereka jadi nakhoda,” kata Aji.

Kali Adem 4Sejumlah anak-anak dan pemuda Kampung Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, yang tergabung dalam REMKA. (Foto: Tagar/Faza Nidwana Ribhan)

Belakangan ini, REMKA sedang membangun rumah belajar hasil dari membuka donasi sebagai tempat anak-anak melakukan kegiatan belajar dan mengajar. REMKA membuka tangan bagi komunitas yang ingin menjadi sukarelawan pengajar di Kampung Kali Adem.

Beberapa komunitas yang pernah menjadi sukarelawan adalah Jakarta Mengabdi dan Turun Tangan. Kehadiran komunitas ini dirasa sangat membantu untuk menyalurkan semangat anak-anak dalam kegiatan belajar.

Aktivitas itu biasa diisi dengan menggambar, mewarnai, mengenal berbagai macam profesi, sambil terus mengajarkan pentingnya mencuci tangan dan menggunakan masker. Karena mereka masih anak-anak, kesadaran akan protokol kesehatan masih sulit untuk ditanamkan. Sehingga, tugas orang dewasa lah yang membimbing mereka demi kesehatan.

“Senang kalau kakak-kakak datang, jadi sering main dan belajar,” ujar salah satu anak dengan senyum dan wajah sumringah. []

(Faza Nidwana Ribhan)

Berita terkait
Sarwani dan Cerita Lampu Garam Penerang Lokasi Gempa Mamuju
Hanya dengan mencampur air bersih dan sesendok garam, lampu menyala hingga 12 jam dalam kekuatan sinar LED 1,6 watt setara terang bohlam 25 watt.
Seni Memenjarakan Plastik dalam Botol di Bogor
Sejumlah warga di kawasan RW 16, Perumahan Bojong Depok Baru 2 Kelurahan Sukahati, Cibinong, Bogor memiliki kegiatan berupa memenjarakan plastik.
Harun Yahya, Penjahat Seks yang Memiliki Seribu Kekasih
Adnan Oktar alias Harun Yahya dihukum penjara selama lebih dari seribu tahun. Ia memiliki hampir seribu kekasih dan menolak teori evolusi Darwin.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.